
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan negara Indonesia seperti yang tercantum
dalam GBHN bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pembangunan di segala bidang pun harus dilakukan termasuk di
bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan seoptimal mungkin sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
dari tujuan nasional (Depkes, 1999).
Gizi sangat berperan pada manusia
khususnya bagi bayi dan balita. Gizi berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi
dan balita serta memberikan kekebalan tubuh terhadap kuman penyakit. Gizi
sering dianggap sebagai penyebab langsung dan tidak langsung terhadap kematian
balita. Kematian balita dapat dicegah dan dihindari bila saja segera diketahui
status gizi balita secara berkala dan pemberian makanan seimbang. Konsumsi
makanan berpengaruh terhadap penyimpanan zat gizi dalam tubuh yang menghasilkan
pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik yang memadai sehingga akan
menghasilkan tingkat kesehatan yang baik pula. Sebaliknya pertumbuhan fisik
yang terhambat biasanya disertai kemampuan imunologik yang rendah sehingga
berakibat kematian (Aritonang, 1999).
Angka kematian balita (AKABA) adalah jumlah
kematian anak umur 1-5 tahun per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita
dianggap sebagai faktor penting untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan
sosial dari suatu penduduk dan mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan anak
serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap anak balita, seperti gizi,
sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan. Angka kematian balita di Indonesia
pada tahun 2003 adalah 46 per 1.000 kelahiran hidup, sementara angka kematian
balita di Propinsi Bengkulu pada tahun 2005 sebesar 1.665 balita dari 190.367
jumlah balita (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2006).
Menurut Departemen Kesehatan (2004) di
Indonesia pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta balita (27,5%) kurang gizi,
3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2006 diperoleh
gambaran di Kota Bengkulu sebagai berikut:
Tabel 1.1. Status gizi balita
menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu
No
|
Kecamatan
|
Puskesmas
|
Jumlah Balita
|
Status Gizi Balita
|
|||
Buruk
|
Kurang
|
Baik
|
Lebih
|
||||
1
|
Gading
Cempaka
|
Jembatan
Kecil
Jalan
Gedang
Lingkar
Barat
Lingkar
Timur
|
1.008
1.186
1.320
2.997
|
5
5
8
2
|
18
15
19
13
|
982
1.164
1.289
2.980
|
3
2
4
3
|
2
|
Ratu
Agung
|
Kuala
Lempuing
Nusa
Indah
Sawah
Lebar
|
580
2.957
2.974
|
11
0
4
|
13
7
17
|
553
2.950
2.953
|
3
-
-
|
3
|
Ratu
Samban
|
Anggut
Atas
|
4.975
|
1
|
14
|
4.957
|
3
|
4
|
Teluk
Segara
|
Pasar
Ikan
Kampung
Bali
|
3.003
2.714
|
4
8
|
22
14
|
2.977
2.151
|
-
1
|
5
|
Sungai
Serut
|
Sukamerindu
|
2.690
|
2
|
15
|
2.673
|
0
|
6
|
Muara
Bangkahulu
|
Ratu
Agung
Beringin
Raya
|
2.169
2.719
|
0
5
|
10
4
|
2.154
2.708
|
5
2
|
7
|
Selebar
|
Basuki
Rahmad
Betungan
|
3.346
1.310
|
3
3
|
8
5
|
3.332
1.299
|
3
3
|
8
|
Kampung
Melayu
|
Kandang
|
2.599
1.503
|
2
8
|
14
19
|
2.579
1.473
|
4
3
|
|
Jumlah
Kota
|
|
39.510
|
70
|
227
|
39.174
|
39
|
Sumber : SP2TP,
2006
Untuk mewujudkan suatu cita-cita
Indonesia sehat, maka terlebih dahulu mewujudkan Propinsi sehat, seterusnya
Kabupaten/ Kota sehat, Kecamatan sehat, Desa/ Kelurahan sehat dan Dusun/ RW dan
Rumah Tangga sehat, Suatu Desa / Kelurahan sehat memiliki karakteristik yaitu
mengedepankan aspek promotif dan preventif (pencegahan penyakit) dengan tidak
mengesampingkan aspek kuratif dan rehabilitatif. Desa yang penduduknya memiliki
watak demikian disebut sebagai “Desa Siaga”.
Desa Siaga adalah Desa dimana
masyarakatnya memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan dalam lingkup desa. Sebuah desa dikategorikan sebagai Desa Siaga jika
memiliki pelayanan kesehatan desa seperti Pos Kesehatan Desa atau Puskesmas
Pembantu. Selain itu harus dilengkapi berbagai unit kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan
masyarakat setempat seperti Posyandu. Posyandu adalah tulang punggung upaya kesehatan masyarakat
(UKBM), sayangnya saat ini 60% Posyandu
sudah tidak berfungsi (Siswono, 2006).
Posyandu sebagai ujung tombak dalam
melakukan skrining/deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam
pencegahan kasus gizi buruk (Nency, 2006). Rendahnya kualitas kader serta belum
optimalnya pembinaan dari dinas / instansi lintas sektoral mengakibatkan rendah
minat masyarakat untuk memanfaatkan posyandu sebagai pelayanan kesehatan dasar
dan gizi keluarga bagi masyarakat. Apabila peran kader posyandu meningkat,
kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dapat terpenuhi dan status
gizi dan maupun derajat kesehatan ibu dan anak dapat ditingkatkan (Anondo,
2007).
Data yang diperoleh dari puskesmas
Kuala Lempuing Kota Bengkulu pada puskesmas tersebut terdapat 6 posyandu dan 31
orang kader. Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan pada tanggal 15
Maret 2007, dari 3 orang kader yang diwawancarai, 1 orang kader mengatakan
bahwa selain melakukan kegiatan penyelenggaraan posyandu yang meliputi
pendaftaran (meja I), penimbangan (meja II), pencatatan (meja III), penyuluhan
(meja IV) dan pemberian makanan tambahan kepada balita, kader juga telah
mengajak ibu-ibu yang mempunyai balita untuk datang pada hari pelaksanaan
posyandu, dan melakukan kunjungan rumah untuk penyuluhan terutama pada ibu yang
mempunyai balita dengan gizi buruk.
Sedangkan 2 orang kader lainnya mengatakan bahwa selama ini kegiatan kader
hanya sebatas pada meja I, II, III, IV yang dilakukan 1 bulan sekali pada saat
pelaksanaan posyandu saja.
Berdasarkan uraian di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan peran kader posyandu
dengan status gizi balita di wilayah
puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas
maka masalah dalam penelitian ini
adalah masih tingginya angka kejadian
gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu tahun
2006, dengan pertanyaan penelitian “apakah
terdapat hubungan antara peran kader posyandu dengan status gizi balita” di wilayah Puskesmas Kuala Lempuing Kota
Bengkulu.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1.
Hubungan peran kader sebagai motivator
dengan status gizi balita
2.
Hubungan peran kader sebagai
administrator dengan status gizi balita
3.
Hubungan peran kader sebagai edukator
dengan status gizi balita
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Bagi Akademik
Dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang
bermanfaat bagi mahasiswa politeknik kesehatan Bengkulu Jurusan Kebidanan.
2.
Manfaat Bagi Pelayan Kesehatan
Dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat
bagi puskesmas sehingga diharapkan dapat berguna dalam menentukan kebijakan dan
strategi kesehatan khususnya dalam meningkatkan peran kader posyandu dan gizi
balita.
3.
Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan
sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa sudah pernah dilakukan oleh :
1.
Yanita. S (2006) dengan judul hubungan status ekonomi dengan status gizi balita di Puskesmas Pasar Ikan
Kota Bengkulu dengan hasil penelitian
“Terdapat hubungan antara status ekonomi dengan
status gizi balita”.
2.
Novalya. M (2005) dengan judul hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di wilayah puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu dengan hasil
penelitian “Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita”
3.
Penelitian ini meneliti tentang
hubungan peran kader posyandu dengan
status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Kuala Lempuing, perbedaan dengan
penelitian ini adalah variabel
independent, tempat, waktu, populasi, dan sampel penelitian.

TINJAUAN TEORI
A. Posyandu
1.
Pengertian
Posyandu
adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategi dalam
mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Effendy, 1998). Posyandu
merupakan salah satu bentuk kegiatan LKMD, dimana masyarakat (antara lain kader-kader
PKK) menyelenggarakan pelayanan 5 program prioritas secara terpadu di suatu
tempat dan dalam waktu yang sama, dengan bantuan pelayanan langsung dari staf
puskesmas, yaitu pada jenis pelayanan yang masyarakat tidak kompeten untuk
memberikannya sendiri (Depkes RI, 1998). Selanjutnya pengertian lain tentang
posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat di mana masyarakat dapat sekaligus
memperoleh pelayanan KB dan kesehatan (Depkes RI, 1995).
2.
Tujuan
Tujuan pokok dari pelayanan Posyandu adalah untuk :
a.
Mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan anak.
b.
Meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c. Meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan
kegiatan lain
yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
d. Mempercepat penerimaan NKKBS
e. Pendekatan dan pemerataan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan
pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.
f. Meningkatkan dan pembinaan
peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha
kesehatan masyarakat (Effendi, 1998).
3.
Sasaran
Yang menjadi sasaran Posyandu menurut Zulkifli (2004)
adalah bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS), dan
pasangan usia subur (PUS).
4.
Kegiatan
a.
Lima kegiatan
posyandu (Panca Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, imunisasi, peningkatan gizi, dan penanggulangan diare.
b.
Tujuh kegiatan posyandu (Sapta
Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi,
peningkatan gizi, penanggulangan diare, sanitasi dasar dan penyediaan obat
esensial (Effendi, 1998).
5.
Pelayanan Kesehatan yang
Dijalankan
a.
Pemeliharaan kesehatan bayi dan
balita, meliputi penimbangan bulanan, pemberian makanan tambahan bagi yang
berat badannya kurang, imunitas bayi 3-14 bulan, pemberian oralit untuk
penanggulangan diare dan pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
b.
Pemeliharaan kesehatan ibu
hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur, meliputi pemeriksaan kesehatan
umum, pemeriksaan kehamilan dan nifas, pelayanan peningkatan gizi melalui
pemberian vitamin dan pil tambah darah, imunisasi TT untuk ibu hamil,
penyuluhan kesehatan dan KB, pemberian alat kontrasepsi KB, pemberian oralit
pada ibu yang terkena diare, pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama,
dan pertolongan pertama pada kecelakaan (Effendi, 1998).
6.
Pelaksanaan kegiatan posyandu
Posyandu
diselenggarakan 1 bulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim Penggerak
PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada Posyandu dilakukan
pelayanan masyarakat dengan sistem lima meja. Petugas pada
meja I – IV dilaksanakan oleh kader PKK, sedangkan meja V merupakan meja
pelayanan paramedic (Jurim, Bides, Perawat dan Petugas KB) (Zulkifli, 2004).
7.
Stratifikasi Posyandu
Stratifikasi posyandu adalah
kategorisasi posyandu berdasarkan telaah kemandirian yang dikelompokkan menjadi
4 yaitu :
a.
Posyandu Pratama (Warna Merah)
Posyandu tingkat pratama adalah Posyandu yang masih
belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya
terbatas.
b.
Posyandu Madya (Warna Kuning)
Posyandu pada tingkat madya sudah
dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata
jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya
(KB, KIA, Gizi dan imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti,
kelestarian kegiatan Posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.
c.
Posyandu Purnama (Warna Hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah
Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader
tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada
Dana Sehat yang masih sederhana.
d.
Posyandu Mandiri (Warna Biru)
Posyandu ini berarti sudah dapat
melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada
program tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk
Posyandu tingkat ini, intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan
agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM.
8.
Indikator Penentu Tingkat
Kemandirian Posyandu
a.
Frekuensi penimbangan per tahun
Seharusnya Posyandu menyelenggarakan
kegiatan setiap bulan, jadi bila teratur akan ada 12 kali penimbangan setiap
tahun. Dalam kenyataannya, tidak semua Posyandu dapat berfungsi setiap bulan,
sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Untuk ini diambil batasan 8
(delapan) kali.
Posyandu yang frekuensi
penimbangannya kurang dari 8 kali per tahun, dianggap masih rawan, sedangkan
bila frekuensinya sudah 8 kali lebih, dianggap sudah cukup mapan.
b.
Rata-rata jumlah kader tugas
pada hari H Posyandu
Jumlah kader yang bertugas pada hari
H Posyandu dapat dijadikan indikasi lancar tidaknya Posyandu. Hari H merupakan
puncak kegiatan Posyandu, oleh karena itu banyaknya kader yang bertugas pada
hari itu amat menentukan kelancaran Posyandu.
Kegiatan di Posyandu bisa tertangani
dengan baik bila jumlah kader 5 orang atau lebih.
c.
Cakupan D/S
Cakupan D/S dapat dijadikan sebagai
tolok ukur peran serta masyarakat dan aktivitas kader/tokoh masyarakat dalam
menggerakan masyarakat setempat untuk memanfaatkan Posyandu.
D/S dianggap baik bila dapat
mencapai 50% atau lebih, sedangkan bila kurang dari 50% dapat dikatakan bahwa
Posyandu ini belum mantap.
d.
Cakupan Imunisasi
Cakupan imunisasi dihitung secara
kumulatif selama satu tahun. Cakupan kumulatif dianggap baik bila mencapai 50%
ke atas, sedang bila kurang dari 50% dianggap Posyandunya belum mantap.
e.
Cakupan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil juga
dihitung secara kumulatif selama satu tahun. Batas mantap tidaknya Posyandu
digunakan angka serupa yaitu 50%.
f.
Cakupan KB
Cakupan peserta KB juga dihitung
secara kumulatif selama satu tahun. Pencapaian 50% ke atas dikatakan mantap,
sedang kurang dari 50% berarti belum mantap.
g.
Program tambahan
Posyandu pada mulanya melaksanakan 5
program utama, yaitu : KB, KIA, Perbaikan Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan
Diare. Bila telah mantap jalannya, wajar bila programnya ditambah. Program
tambahan disini yang dimaksudkan adalah bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) lain seperti :
1)
Pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA)
2)
Pemberantasan penyakit menular
melalui pendekatan PKMD (P2M-PKMD)
3)
Penyehatan lingkungan pemukiman
melalui pendekatan PKMD (PLP-PKMD)
4)
Pemantauan dan Stimulasi
Perkembangan Balita (PSPB) atau Bina Keluarga Balita (BKB)
5)
Pemberantasan demam berdarah
dengue dalam bentuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara berkala.
6)
Pondok Bersalin Desa (Polindes)
7)
Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat
Desa (UKGMD)
8)
Pos Obat Desa (POD)
9)
Dana Sehat
10)
Dan lain-lain
h.
Dana Sehat
Dana sehat
merupakan wahana untuk memandirikan Posyandu. Oleh karena itu keberadaan dan
cakupan Dana Sehat dapat dijadikan indikator kemandirian Posyandu. Diharapkan
bila Dana Sehat telah mampu membiayai Posyandu, maka tingkat kemandirian
masyarakat sudah cukup baik. Sebagai ukuran digunakan Persentase Kepala
Keluarga (KK) yang ikut Dana Sehat, yaitu bila 50% ke atas dikatakan baik,
sedang bila kurang dari 50% dikatakan masih kurang.
9.
Peran Kader Posyandu
a.
Pengertian
1)
Peran
Peran adalah seperangkat tingkah laku
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Ali
Lukman, Dkk.1996). Selanjutnya pengertian tentang peranan menurut Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai (Depkes. RI, 1993) adalah seperangkat atau pola
perilaku yang diharapkan untuk ditampilkan oleh seseorang sesuai dengan
posisinya.
2)
Kader
Menurut Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat Depkes RI kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh
masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Menurur Zulkifli (2003) yang mengutip
pendapat L.A. Gunawan kader kesehatan
adalah kader kesehatan yang dipilih oleh dari masyarakat dan
bertugas mengembangkan masyarakat. Kader Posyandu adalah
anggota masyarakat yang diberikan keterampilan untuk menjalankan Posyandu (Nurpudji, 2006). Kader Posyandu yaitu kader-kader yang dipilih oleh
masyarakat menjadi penyelenggara
Posyandu (Zulkifli, 2003).
b.
Peran Kader Posyandu
|
Peran kader secara umum adalah melaksanakan
kegiatan pelayanan kesehatan dan mensukeskannya bersama masyarakat serta merencanakan
kegiatan pelayanan kesehatan tingkat desa. Dalam penyelenggaraan Posyandu yang
mempunyai peranan besar adalah kader. Peran kader dibagi dalam 3 kelompok yaitu
:
1)
Peran kader sebagai motivator
a)
Melakukan kunjungan rumah untuk
mengajak ibu-ibu datang pada kegiatan posyandu
b)
Memberi tahu dan mengajak
ibu-ibu untuk datang ke posyandu
2)
Peran kader sebagai
administrator
a)
Mempersiapkan alat dan bahan
untuk penyelenggaraan posyandu
b)
Melaksanakan pembagian tugas
c)
Mendaftar balita yang hadir
d)
Menimbang balita
e)
Mencatat hasil penimbangan di
KMS (Kartu Menuju Sehat)
f)
Memberikan oralit, vitamin A dan
tablet besi kepada ibu-ibu yang mempunyai balita
g)
Pemberian makanan tambahan
h)
Pemberian rujukan kepada
puskesmas apabila ditemukan balita yang berat badannya di bawah garis merah
(BGM) pada KMS, 2 kali berturut-turut berat badan tidak naik, kelihatan sakit
(lesu), kurus, busung lapar, mencret, rabun mata dan sebagainya).
i)
Memindahkan catatan dalam KMS
ke dalam buku register
j)
Menilai (mengevaluasi) hasil
kegiatan dan merencanakan kegiatan hari posyandu pada bulan berikutnya
k)
Setelah kegiatan selesai
dilakukan pertemuan kader untuk membicarakan hasil kegiatan
3)
Peran kader sebagai educator
a)
Menjelaskan data KMS atau
keadaan anak berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan dalam
grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan
b)
Memberikan penyuluhan kepada
setiap ibu dengan mengacu kepada kartu
menuju sehat (KMS) anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang
dialami anaknya
c)
Kegiatan diskusi kelompok
(penyuluhan kelompok) bersama ibu-ibu yang lokasi rumahnya berdekatan
d)
Kegiatan kunjungan rumah
(penyuluhan perorangan) sekaligus untuk tindak lanjut (Depkes RI ,
2000).
10.
Kriteria Kader Kesehatan
Menurut Syahlan (1996) kriteria kader kesehatan adalah :
1)
Diterima dan dipilih masyarakat
serta bersedia dan sanggup menjadi kader kesehatan
2)
Kader harus dapat membaca,
menulis dan berbahasa Indonesia
3)
Kader dapat berasal dari
kelompok generasi muda dan kelompok lainnya
Ida (2003) mempunyai pendapat lain
mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain :
1)
Berasal dari masyarakat
setempat
2)
Tinggal di desa tersebut
3)
Tidak sering meninggalkan tempat
untuk waktu yang lama
4)
Diterima oleh masyarakat
setempat
5)
Masih cukup waktu bekerja untuk
masyarakat disamping mencari nafkah lain
6)
Sebaiknya yang bisa baca tulis
Menurut Zulkifli (2003) kriteria
kader posyandu yaitu
1)
Dapat membaca dan menulis
2)
Berjiwa sosial dan mau bekerja
secara relawan
3)
Mengetahui adat istiadat serta
kebiasaan masyarakat
4)
Mempunyai waktu yang cukup
5)
Bertempat tinggal di wilayah
posyandu
6)
Berpenampilan ramah dan
simpatik
7)
Diterima masyarakat setempat
11.
Tujuan Pembentukan Kader
Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan
kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu
oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek
pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya
dengan adanya kader, maka pesan-pesan
yang disampaikan dapat diterima dengan
sempurna berkat adanya kader. Jelaskan bahwa pembentukan kader adalah
perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan (Zulkifli, 2004)
B. Balita
Balita adalah seorang anak yang
berusia 1 – 5 tahun (Depkes
RI , 2001)
C. Status Gizi
1.
Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal
dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). Gizi adalah
bahan makanan yang berhubungan dengan kesehatan tubuh (Ngastyah, 2005). Menurut
Almatsier (2005) status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi (nutrien status) adalah ekspresi dari
keadaan-keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001).
2.
Manfaat Gizi
a. memelihara proses tubuh dalam
pertumbuhan dan perkembangan,terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan
b. memperoleh energi guna melakukan
kegiatan fisik sehari-hari. (Kartasa Poetra, 2003).
3.
Penilaian
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi 2
yaitu :
a.
Secara langsung
Penilaian status gizi secara
langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu :
1)
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Beberapa indeks antrometri yang sering digunakan yaitu :
a).
Berat badan menurut umur
(BB/UU)
b).
Tinggi badan menurut umur (TB/U)
c).
Berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB)
d).
Lingkar lengan atas menurut
umur (LLA/U)
2)
Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan
metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala
(symptom) atau riwayat penyakit.
3)
Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, hati
dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak
gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal lebih banyak
menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4)
Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes).
Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b.
Secara tidak langsung
1)
Survei Konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode
penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat
gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang kondisi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan
individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2)
Status vital
Pengukuran status gizi dengan
statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kematian dan kesakitan akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3)
Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang
sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
4.
Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa (2002), dalam buku
petunjuk teknik Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999,
klasifikasi status gizi menggunakan buku rujukan World Health Organization
Nasional Centre For Health Statistik
(WHO-NHCS) dengan indeks berat badan menurut
umur dapat dilihat pada tabel berikut :
5.
Penyakit-penyakit Gizi
Menurut Notoatmodjo (1996)
penyakit-penyakit kesehatan akibat dari kelebihan dan kekurangan zat gizi
antara lain sebagai berikut :
a.
Penyakit kurang kalori dan
protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan
antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya efisiensi
energi dan protein. KKP dibedakan menjadi KKP ringan atau gizi kurang dan KKP
berat yang disebut Marasmus (Kwashiorhor).
b. Penyakit Kegemukan (obesitas)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi
kalori terlalu berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan dan pemakaian energi, kelebihan dalam tubuh ini disimpan dalam
bentuk lemak yaitu di tempat-tempat tertentu seperti jaringan subcutan dan di
dalam jaringan tirai usus.
c. Anemia (penyakit kurang darah)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi
zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat
besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh, yang sangat diperlukan
dalam pembentukan darah yakni dalam hemoglobin (Hb)
d. Zerophtalmia (defisiensi vitamin A)
Penyakit ini disebabkan karena
kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh. Gejalanya adalah kekurangan
epithel biji mata dan kornea, terlihat selaput bola mata keriput dan kusam bila
mata bergerak, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang, buta senja atau
buta ayam dan dapat menimbulkan kebutaan
e. Penyakit gondok edemik
Zat iodium merupakan zat gizi esensial
bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon thyrokxin. Kekurangan zat
iodium berakibat hypothyroldisme (kekurangan iodium) akibatnya terjadi
pembesaran kelenjar thyroid yang disebut penyakit gondok. Apabila kelebihan zat
iodium maka mengakibatkan gejala-gejala pada kulit yang disebut iodium
dermatitis
6.
Akibat gizi kurang pada proses
tubuh
a.
Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein
digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut
mudah rontok. Anak–anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah
keatas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi
rendah.
b.
Produksi Tenaga
Kekurangan energi menyebabkan seseorang kekurangan
tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas,
merasa lemah dan produktivitas kerja menurun.
c.
Pertahanan Tubuh
Daya tahan tekanan terhadap tekanan atau stress menurun.
Sistem imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi
seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
d.
Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap
perkembangan mental dengan demikian
kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada usia 2 tahun. Kekurangan
gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.
e.
Perilaku
Bagi anak-anak ataupun orang dewasa yang kurang gizi
menunjukkan perilaku tidak tenang, mereka mudah tersinggung, cengeng dan
apatis. (Almatsier, 2005)
7.
Akibat Gizi Lebih Pada Proses
Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau
obesitas, kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam
bentuk lemak, kegemukan salah satu faktor resiko terjadinya berbagai penyakit
degeneratif seperti hipertensi, penyakit-penyakit diabetes jantung koroner,
hati dan kantung empedu (Almatsier,
2005)
8.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Gizi Balita
Status gizi balita dipengaruhi oleh banyak faktor
yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi
disebabkan oleh :
a.
Asupan yang kurang disebabkan
banyak faktor antara lain :
1)
Tidak tersedianya makanan secara
adekuat
Tidak tersedianya makanan yang
adekuat terkait dengan kondisi sosial
ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik dan
ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat
identik dengan tidak tersedianya makanan
yang adekuat. Kemiskinan merupakan penyebab pokok gizi buruk. Proporsi anak mal
nutrisi berbanding terbalik dengan
pendepatan. Makan kecil pendapatan penduduk makin tinggi persentase anak
yang kekurangan gizi.
2)
Anak tidak cukup mendapat
makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi
yaitu air susu ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan
berkonsekuensi terhadap status gizi bayi, MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
kolat, vitamin B serta vitamin mineral lainnya. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah sering kali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
3)
Pola makan yang salah
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi
buruk, anak yang diasuhnya oleh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan
mengerti pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama
miskin anak lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas
pengasuhan anak.
Kebiasaan, mitos ataupun
kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makanan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum
bayi hanya dengan air putih, memberikan
makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak
memberikan anak daging, telur, santan), hal ini menghilangkan kesempatan anak
untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang timbul.
b.
Sering sakit (frequent
infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi
apalagi di negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang, dimana
kesadaran akan kebersihan/ personal hygine yang masih kurang, serta ancaman
penyakit tertentu. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti lingkaran setan yang
sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat (Nency,
2006).
Menurut Akhsan
(2006), pendapatan rendah bukan satu-satunya faktor penyebab rendahnya keadaan
gizi, akan tetapi faktor lain seperti pengetahuan gizi ibu juga cukup berperan
di dalamnya, sehingga penyuluhan gizi yang ditujukan pada ibu dan pengasuh anak
balita akan paling efisien untuk mengatasi masalah ini melalui posyandu. Ujung
tombak perbaikan gizi masyarakat adalah posyandu, UPGK maupun PKK. Peran kader
posyandu sangat signifikan dalam menurunkan masalah gizi. Kurang energi protein
(KEP) dapat dengan mudah ditemukan di
posyandu hanya dengan cara pengukuran
antopometri (ukuran badan, berat atau tinggi) dan cukup mudah dilakukan hanya
oleh kader saja.
D. Hubungan peran kader posyandu
dengan status gizi balita
Menurut Fita
(2006) bermunculannya kasus gizi buruk sebenarnya bisa terjadi karena
penyaringan tingkat bawah yakni posyandu sudah lebih aktif. Keaktifan kader
posyandu amat penting untuk menjaring bayi dan balita pada penimbangan rutin.
Bayi dan balita yang ditimbang secara rutin dapat terpantau perkembangan status
gizinya. Termasuk jika berat badannya tidak kunjung naik selama tiga bulan
berturut-turut. Pada kondisi seperti ini kader harus mencari penyebab agar
berat badan kembali naik dan tidak jatuh pada gizi buruk.
Bento (2007) mengatakan peran kader
sebagai motivator dapat meningkatkan kualitas Posyandu khususnya dalam
penanganan masalah kesehatan. Masalah kurang gizi dan BGM dapat teratasi dengan
cepat melalui upaya pencegahan dan penanganan yang cepat, dengan menghimbau
para kaum ibu yang mempunyai balita agar secara rutin setiap bulan sekali
membawa balita ke Posyandu terdekat untuk diperiksa supaya terpantau
kesehatannya.
Menurut Anondo
(2007) rendahnya kualitas kader serta belum optimalnya pembinaan dari
dinas atau instansi lintas sektoral
telah mengakibatkan rendahnya pemanfaatan posyandu sebagai pelayanan kesehatan
dasar dan gizi keluarga bagi masyarakat. Apabila fungsi dan peran kader
posyandu meningkat kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dapat
terpenuhi dan status gizi maupun derajat kesehatan anak juga dapat
dipertahankan dan ditingkatkan.
Menurut Depkes
(2000) kader Posyandu yang berhasil adalah kader yang bisa mendorong masyarakat
melaksanakan sendiri usaha-usaha meningkatkan gizi keluarga, dimana sebagai
motivator kader mengundang dan menggerakkan masyarakat. Kegiatan utama kader
Posyandu pada hari-hari di luar hari buka Posyandu adalah melakukan penyuluhan.
Kader Posyandu akan sangat efektif bagi program perbaikan gizi masyarakat jika
mau membantu dalam pemberian edukasi kepada masyarakat terutama dalam
menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makanan pada
anak. Penyuluhan dapat dilakukan oleh kader kepada masyarakat terutama ibu-ibu
yang mempunyai balita dengan berbagai cara, misalnya kunjungan rumah, pada saat
arisan, pertemuan PKK dan sebagainya.
Menurut Akhsan
(2006) peran kader Posyandu mempunyai banyak fungsi termasuk sebagai alat
monitoring dan evaluasi bagi program perbaikan gizi masyarakat. Kegiatan penanganan
masalah gizi tercermin dalam kegiatan utama kader Posyandu dalam pelaksanaan
Posyandu yang menggunakan prinsip lima meja yaitu pendaftaran dan penimbangan,
pengisian kartu menuju sehat, pemberian makanan tambahan, serta pemberian
vitamin A dosis tinggi bagi anak yang mengalami kurang vitamin A, dan pemberian
tablet besi bagi anak yang mengalami anemia serta pemberian rujukan ke
Puskesmas/ RS jika ditemukan kasus-kasus luar biasa pada Posyandu.
Menurut Nency
(2005) mengatakan Posyandu sebagai ujung tombak dalam skrining/deteksi dini dan
pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk. Penggunaan
kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan perlu digalakkan. Tindakan
cepat pada balita yang dua kali berturut-turut tidak naik timbangan berat
badannya untuk segera mendapatkan akses pelayanan lebih lanjut dapat menjadi
sarana deteksi dan intervensi yang efektif.
E. Hipotesis
1.
Ada hubungan peran
kader sebagai motivator dengan status
gizi balita
2.
Ada hubungan peran
kader sebagai administrator dengan
status gizi balita
3.
Ada hubungan peran
kader sebagai edukator dengan status
gizi balita
BAB III

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana penelitian
dilakukan untuk mengetahui hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita di wilayah Puskesmas Kuala
Lempuing. Desain penelitian secara cross sectional dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
|
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang
akan diteliti adalah :
Gambar 3.2 Hubungan Variabel peran kader posyandu dengan status gizi balita.
|
Variabel independent Variabel Dependent
|
||||
Sumber : Notoatmodjo, 2002
C. Definisi Operasional
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Independent dan Variabel Dependent
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Alat ukur
|
Hasil ukur
|
Skala
|
Independent
Peran
kader sebagai motivator
|
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai motivator dalam
penelitian ini adalah seperangkat tugas yang dilakukan oleh kader untuk memotivasi
ibu-ibu yang mempunyai balita agar memanfaatkan posyandu meliputi :
1. Mengajak ibu-ibu
yang mempunyai balita untuk datang di setiap kegiatan posyandu
2. Memotivasi
masyarakat untuk memanfaatkan posyandu
3. melakukan
pendekatakan tokoh masyarakat / tokoh agama
4. mengajak
masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan posyandu
|
Check list dan kuesioner 1-5
|
- baik bila 76%-100%
(4-5) tugas telah dilakukan = 2
- sedang bila 56%-75%
(2-3) tugas telah dilakukan= 1
- Kurang bila <
56% (<2) tugas yang dilakukan = 0
|
Ordinal
|
Peran kader sebagai
administrator
|
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai administrator dalam
penelitian ini adalah seperangkat tugas yang dilakukan kader dalam
pelaksanaan kegiatan posyandu dengan
sasaran balita meliputi
1.
Memberitahukan
jadwal kegiatan posyandu
2.
mempersiapkan
tempat, sarana dan peralatan untuk penyelenggaran posyandu
3.
mendaftar,
menimbang, dan mencatat hasil penimbangan balita pada KMS
4.
merencanakan
dan mengevaluasi kegiatan posyandu
5.
merujuk
ke puskesmas
6.
mengkoordinir
distribusi oralit dan PMT
|
Check list dan kuesioner (1-5)
|
- baik bila 76% -
100% (15-20) tugas dilakukan = 2
- sedang bila
56%-75% (11-14) tugas yang dilakukan = 1
- kurang bila <
56% (<11) tugas yang dilakukan
|
Ordinal
|
Peran kader sebagai edukator
|
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai edukator dalam
penelitian ini adalah seperangkat tugas yang dilakukan oleh kader untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu-ibu yang mempunyai balita mengenai
keadaan gizi anaknya, meliputi :
1.
Penyuluhan
perorangan
2.
Penyuluhan
kelompok
3.
Kunjungan
rumah
|
Check list dan kuesioner 1-5
|
- Baik, bila
76%-100% (4-5) tugas dilakukan = 2
- Sedang bila
55%-75% (2-3) tugas dilakukan = 1
- Kurang bila <
55% (< 2) tugas yang dilakukan = 0
|
Ordinal
|
Dependent
Status
gizi Balita
|
Yang dimaksud dengan status gizi balita dalam penelitian ini
adalah keadaan gizi balita yang ditentukan berdasarkan umur dan berat badan
menurut standar
|
Tabel WHO-NCHS
|
Baik bila berat badan balita
sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berat
badan balita berada pada gizi baik dan gizi lebih = 1)
Kurang, bila berat badan
balita tak sesuai dengan tabel
WHO-NCHS (berat dan pada gizi kurang = 2)
Buruk bila berat sesuai
dengan tabel WHO-NCHS (berada pada
gizi buruk = 3)
|
Ordinal
|
D. Populasi dan Sampel
Penelitian
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang
ada di wilayah puskesmas Kuala Lempuing yaitu sebanyak 31 kader dan seluruh balita
yang berumur 1 – 5 tahun yang ada di wilayah puskesmas Kuala Lempuing sebanyak 580
balita.
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kader yang diambil
secara total sampling sebanyak 31 kader, dan balita yang berumur 1-5 tahun yang
diambil 20% dari jumlah populasi balita (Arikunto, 2002) yaitu
balita.

Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified
sampling dengan perhitungan sebagai berikut :
Tabel 3.4. Pengelompokan sampel
Stratum
|
Jenis Posyandu
|
Jumlah
|
I
II
III
IV
V
VI
|
Lempuing Indah I
Lempuing Indah II
Lempuing Indah III
Lempuing Indah IV
Lempuing Indah V
Lempuing Indah VI
|
173
95
98
103
45
66
|
Jumlah
|
|
580
|
Pengambilan sampel dari masing-masing stratum adalah :
Stratum I
Stratum II
Stratum III
Stratum IV
Stratum V
Stratum VI
|
173/580 x 116
95/580 x 116
98/580 x 116
103/580 x 116
45/580 x 116
66/580 x 116
|
34 balita
19 balita
20 balita
21 balita
9 balita
13 balita
|
|
Jumlah sampel seluruhnya
|
116 balita
|
E. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang
ada di wilayah Puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu dan waktu penelitian dilaksanakan
bulan Januari sampai bulan Juni 2007.
F. Pengumpulan, Pengolahan
dan Analisa Data
- Pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer tentang peran kader dalam kegiatan posyandu dilakukan dengan membagikan kueisoner kepada kader. Data
sekunder tentang status gizi balita dengan
melihat register hasil penimbangan berat badan balita pada register Puskesmas.
- Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah melalui program SPSS for
windows dengan beberapa tahap yaitu :
a.
Editing (Pengeditan data)
Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan responden
sudah cukup benar untuk diproses lebih lanjut, editing dilakukan ditempat
pengumpulan data di lapangan sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya
pembetulan dapat segera dilakukan.
b.
Koding (Pengkodean)
Peneliti memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan
responden agar lebih mudah dan sederhana
c.
Entry Data (Pemasukan Data)
Data yang telah dikoding kemudian diolah ke dalam
komputer.
d.
Cleaning Data (pembersihan
data)
Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada
kesalahan atau tidak pada masing-masing yang sudah diproses sehingga dapat
diperbaiki dan dinilai.
- Analisa Data
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Analisa univariat
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari peran
kader posyandu dean status gizi balita.
b.
Analisa bivariat
Analisa yang digunakan untuk melihat hubungan variabel
bebas (peran kader posyandu) dengan
variabel terikat (status gizi balita) yang menggunakan uji chi-square (X2)
dengan derajat kepercayaan 95%
dengan r < 0,05
Analisis :
Bila r £ 0,05
artinya Ho ditolak, berarti ada hubungan antara peran kader posyandu dengan
status gizi balita.
Bila r > 0,05 artinya Ho diterima, berarti tidak
ada hubungan antara peran kader posyandu dengan status gizi balita.

Almatsier, S, 2005. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Anondo, dodo, Kualitas
Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah.
Infokom Jawa Timur, 4 Februari 2007. Jawa Timur
Arikunto, 1998. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta .
Aritonang,I, 1996. Penilaian
Status Gizi Balita. Jakarta .
_________, 1995. Pedoman
Kegiatan Kader di Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta
_________, !996. Pembinaan
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Manusia. Jakarta .
_______, 1998. Manajemen
Puskesmas Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan Puskesmas Pembantu. Jakarta .
________, 2000. Panduan
Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta .
Dinkes Propinsi, 1998. Promosi
Posyandu Pedoman Untuk LKMD. Bengkulu.
___________, 2006. Profil
Kesehatan Propinsi Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu.
__________, Pencapaian
Pembangunan Kesehatan. Dinas Kesehatan Propinsi Jambi, 27 Februari 2007.
Jambi
Effendi, N, 1998. Dasar-dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta .
Fita, Tangani Gizi Buruk
dengan Pengentasan Kemiskinan. Pikiran Rakyat. 20 Maret 2006, Jakarta .
Hasah, Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia .
Jakarta .
Kartasapoetra, 2003. Ilmu Gizi.
Rineka Cipta. Jakarta .
Lukman, Ali, dkk, 1996. Kamus
Besar Bahasa Indonesia .
Jakarta .

Nency, Yetty, dkk, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. PPI Jepang Volume 7 /
XVII November 2005, Jakarta .
Ngastiyah, 2005. Perawatan
Anak Sakit. EGC. Jakarta .
Nurpudji, Kontroversi
Seputar Gizi Buruk. Artikel Universitas Hasanuddin, Makasar
Santoso, Soegeng, 1995. Kesehatan
dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta .
Siswono, Depkes Gulirkan Desa
Siaga. Republika, 3 Juni 2006 Jakarta
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara
Perbaikan Gizi, Bumi Aksara. Jakarta .
Supariasa, dkk, 2001. Penilaian
Status Gizi. EGC. Jakarta .
Zulkifli, 2004. Posyandu dan
Kader Kesehatan.


Petunjuk Pengisian
:
a.
Bacalah setiap pertanyaan
dengan teliti
b.
Cantumkan nama, umur dan alamat
di lembar jawaban
c.
Berilah tanda silang (X) pada
jawaban yang dianggap benar
d.
Lembar kuesioner ini
dikembalikan setelah mengisi seluruh pertanyaan
Nama :
Umur :
Alamat :
A. Peran Kader Sebagai
Motivator
1.
Yang dimaksud dengan kader
adalah?
a.
Anggota masyarakat yang bertugas
di Puskesmas
b.
Anggota masyarakat yang
bertugas menjalankan posyandu
c.
Petugas kesehatan yang bertugas
di posyandu
2.
Peran kader adalah ?
a.
Memotivasi masyarakat untuk
aktif pada kegiatan posyandu
b.
Menjalankan posyandu
c.
Memotivasi dan mendidik
masyarakat serta menjalankan posyandu
3.
Peran kader secara umum adalah
?
a.
Merencanakan, melaksanakan, dan
mensukseskan kegiatan pelayanan kesehatan
b.
Melaksanakan kegiatan posyandu
c.
Mendidik masyarakat
4.
Yang dilakukan oleh kader untuk
memotivasi masyarakat agar datang ke posyandu adalah ?
a.
Mengatur pembagian tugas dalam
posyandu
b.
Melakukan kunjungan rumah dan
mengajak ibu ke posyandu
c.
Melakukan penyuluhan kepada
masyarakat
5.
Untuk
memperlancar kegiatan posyandu maka yang kader lakukan adalah ?

a.
Melakukan pendekatan kepada
tokoh masyarakat dan tokoh agama
b.
Meminta bantuan kepada petugas
puskesmas
c.
Melakukan penyuluhan kepada
masyarakat
B. Peran Kader Sebagai
Administrator
1.
Yang dimaksud dengan peran
kader sebagai administrator yaitu ?
a.
Tugas kader dalam mendidik
masyarakat
b.
Tugas kader dalam memotivasi
masyarakat
c.
Tugas kader dalam pelaksanaan
posyandu
2.
Yang dilakukan kader sebelum
hari buka posyandu adalah ?
a.
Memberitahukan jadwal kegiatan
(hari buka) posyandu kepada masyarakat
b.
Mengatur pembagian tugas
c.
Mempersiapkan peralatan untuk
penyelenggaraan posyandu
3.
Tugas kader dalam
penyelenggaraan posyandu adalah ?
a.
Mendaftar dan menimbang balita
b.
Mendaftar, menimbang dan
mencatat hasil penimbangan balita pada KMS
c.
Mendaftar, menimbang, mencatat
pada KMS dan memberikan penyuluhan
4.
Bila ada balita yang sakit maka
yang dilakukan kader adalah ?
a.
Memberikan obat-obatan
b.
Memberikan vitamin A
c.
Merujuk ke Puskesmas
5.
Kapan kader membagikan kapsul
vitamin A kepada ibu-ibu yang mempunyai balita ?
a.
Setiap bulan Februari dan
September
b.
Setiap bulan Februari dan
Agustus
c.
Setiap bulan Maret dan Agustus
C.
Peran Kader Sebagai Edukator

1.
Menjelaskan data KMS dan
memberikan penyuluhan merupakan tugas
a.
Petugas Puskesmas / bidan
b.
Dokter
c.
Kader
2.
Untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai gizi balita maka yang dilakukan kader adalah ?
a.
Melakukan kegiatan diskusi
kelompok bersama ibu-ibu yang rumahnya berdekatan
b.
Mengajak masyarakat datang di
setiap kegiatan posyandu
c.
Menimbang balita dan mencatat
hasilnya pada KMS
3.
Pada meja berapa dilakukan
penyuluhan perbaikan gizi ?
a.
III
b.
IV
c.
V
4.
Kapan kader melakukan
penyuluhan perbaikan gizi ?
a.
Pada saat penyelenggaraan
posyandu, acara arisan dan pengajian.
b.
Saat penyelenggaraan posyandu
saja
c.
Bila ada petugas Puskesmas yang
hadir
5.
Sebagai edukator, maka tugas
kader adalah ?
a.
Melaksanakan penyelenggaran
posyandu
b.
Memberikan penyuluhan dan
melakukan pembinaan keluarga
c.
Melakukan pendekatan kepada
tokoh masyarakat

Almatsier, S, 2005. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Anondo, dodo, 2007. Kualitas
Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah.
Diakses dari http://www.infokom-jatim.com
Arikunto, 1998. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta .
Aritonang,I, 1996. Penilaian
Status Gizi Balita. Jakarta .
_________, 1995. Pedoman
Kegiatan Kader di Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta
_________, !996. Pembinaan Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Manusia. Jakarta .
_______, 1998. Manajemen Puskesmas
Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan Puskesmas Pembantu. Jakarta .
________, 2000. Panduan
Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta .
Dinkes Propinsi, 1998. Promosi
Posyandu Pedoman Untuk LKMD. Bengkulu.
___________, 2006. Profil
Kesehatan Propinsi Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu.
__________, 2007. Pencapaian
Pembangunan Kesehatan. Diakses dari http://www.dinkesjambi.com/profilkesehatan5.php
Effendi, N, 1998. Dasar-dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta .
Fita, 2007. Tangani Gizi Buruk
dengan Pengentasan Kemiskinan. Diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com
Hasah, Iqbal, 2002. Pokok-pokok
Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia . Jakarta .
Kartasapoetra, 2003. Ilmu Gizi.
Rineka Cipta. Jakarta .
Lukman, Ali, dkk, 1996. Kamus
Besar Bahasa Indonesia .
Jakarta .

Nency, Yetty, dkk,2007. Gizi
Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses dari http://io.ppi-jepang-org/article.php?id=133
Ngastiyah, 2005. Perawatan
Anak Sakit. EGC. Jakarta .
Nurpudji, 2006. Kontroversi
Seputar Gizi Buruk. Diakses dari http://www.gizi.net/makalah.artikel.
Santoso, Soegeng, 1995. Kesehatan
dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta .
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara
Perbaikan Gizi, Bumi Aksara. Jakarta .
Supariasa, dkk, 2001. Penilaian
Status Gizi. EGC. Jakarta .
Zulkifli, 2004. Posyandu dan
Kader Kesehatan.
No comments:
Post a Comment