BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Abortus
1.
Pengertian
Menurut Sarwono (1999), abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dengan
berat janin kurang 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Sedangkan menurut
Manuaba (1998), abortus adalah
keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau diluar
kehamilan kurang dari 20 minggu. Adapun pendapat Cuningham dkk (1995), abortus adalah pengakhiran kehamilan
dengan cara apapun sebelum janin cukup
berkembang untuk dapat hidup di luar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar,
tanpa mempersoalkan penyebabnya (Sulaiman, 2005).
2.
Etiologi
Menurut Manuaba (1998), penyebab abortus sebagian besar tidak
diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
a.
Faktor pertumbuhan hasil
konsepsi
|
Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena
:
1)
Faktor kromosom
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom,
termasuk kromosom seks.
2)
Faktor lingkungan endometrium
a).
Endometrium yang belum siap
untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
b).
Gizi ibu kurang karena anemia
atau terlalu pendek jarak kehamilan.
3)
Pengaruh Luar
a).
Infeksi endometrium,
endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
b).
Hasil konsepsi terpengaruh oleh
obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b.
Kelainan Pada Plasenta
1)
Infeksi pada placenta
dengan berbagai sebab, sehingga plasenta
tidak dapat berfungsi.
2)
Gangguan pembuluh darah
placenta, diantaranya pada diabetes melitus.
3)
Hipertensi menyebabkan gangguan
peredaran darah placenta sehingga menimbulkan keguguran.
c.
Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui placenta yaitu :
1)
Penyakit infeksi seperti
pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis.
2)
Anemia ibu, melalui gangguan
nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi retroplasenter.
3)
Penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus.
d.
Kelainan yang terdapat dalam
rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai
keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus septus, retrofleksia uteri,
serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (amputasi serviks) robekan
serviks post partum.
e.
Faktor jarak kehamilan
Jarak antara persalinan terakhir dengan kehamilan berikutnya (pregnancy spacing) sebaiknya antara dua sampai lima tahun, jarak yang terlalu dekat (kurang
dari dua tahun) berhubungan dengan
meningkatnya resiko kejadian keguguran, bayi dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram),
kematian janin dan kematian bayi. Untuk seorang ibu, kehamilan yang terlalu
dekat meningkatkan kejadian anemia karena status gizi ibu yang belum pulih,
selain itu, seorang ibu bisa mengalami infeksi, ketuban pecah dini, dan
perdarahan. Pada ibu-ibu yang telah sering mengalami keguguran yang terlalu
dekat, kemungkinan tersering adalah karena kelainan bibit janin (kelainan
kromosom dari telur, sperma atau keduanya) (Krisnadi, 2005).
3.
Klasifikasi
Menurut Sarwono (1999), klasifikasi abortus terbagi menjadi :
a.
abortus imminens adalah peristiwa
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada
wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules
sedikit atau tidak sama sekali. Uterus membesar sebesar tuanya kehamilan,
serviks belum terbuka dan tes kehamilan positif.
b.
Abortus insipiens adalah peristiwa
perdarahan pada uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini mules menjadi lebih
sering dan kuat, perdarahan bertambah.
c.
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian
hasil konsepsi sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum, perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali
sehingga dapat menyebakan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan.
d.
Abortus kompletus adalah semua hasil
konsepsi sudah dikeluarkan, penderita ditemukan perdarahan sedikit ostium uteri
telah menutup dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apa
bila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah
keluar dan lengkap.
e.
Abortus Servikalis adalah keluarnya
hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak
membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan servik uteri
menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan
dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan servik membesar dan diatas
ostium uteri eksternum teraba jaringan.
f.
Missed abortion ialah kematian janin
berusia sebelum 20 minggu tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih.
g.
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut.
Sedangkan menurut pendapat Mochtar
(1995), klasifikasi abortus sebagai
berikut :
a.
Abortus spontaneous yaitu abortus yang
terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor
alamiah. Abortus spontan dapat dibagi atas :
1)
Abortus kompletus yaitu seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga-rongga rahim kosong.
2)
Abortus inkompletus yaitu seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan, sisanya sebagian masih tertinggal dalam uterus.
3)
Abortus insipiens (keguguran sedang
berlangsung) yaitu abortus sedang
berlangsung, ostium sudah terbuka dan dapat kita raba ketuban, kehamilan tidak
dapat dipertahankan kembali.
4)
Abortus imminens (keguguran membakat)
yaitu keguguran membakat dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah
dengan memberikan obat-obat hormon dan
anti spasmodika dan istirahat.
5)
Missed Abortion adalah keadaan dimana
janin sudah mati akan tetapi tetap dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2
bulan atau lebih.
6)
Abortus hebitualis (keguguran berulang)
adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau
lebih.
7)
Abortus infeksiosus dan Abortus septik : abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi ginjal. Abortus septik adalah
keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
b.
Abortus Provakatus yaitu abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus provakatus dibagi menjadi :
1)
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica).
Abortus karena tindakan kita sendiri, berhubungan kalau kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (indikasi medis).
2)
Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.
4.
Patofisiologi
Menurut Manuaba (1998), patofisiologi
terjadinya keguguran dimulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan
placenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2.
Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan
dengan kontraksi, pengeluaran tersebut
dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang
menyebabkan berbagai penyulit, oleh karena itu, keguguran memberikan gejala
umum sakit perut karena kontraksi rahim terjadi perdarahan dan disertai
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan bervariasi
bisa sedikit-sedikit dan berlangsung lama atau sekaligus dalam jumlah yang
besar dapat disertai gumpalan.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya placenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan, pada kehamilan 14 minggu ke
atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa
waktu kemudian placenta, perdarahan tidak banyak jika placenta segera terlepas
dengan lengkap (Sarwono, 1999).
5.
Komplikasi
a.
Perdarahan
1)
Dapat terjadi sedikit dalam
waktu panjang.
2)
Dapat terjadi mendadak banyak,
sehingga menimbulkan syok, perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah, kematian dapat terjadi jika
pertolongan tidak diberikan tepat pada waktunya.
b.
Penyulit saat melakukan
kuretage
Dapat terjadi perforasi dengan gejala :
1)
Kuretage terasa tembus.
2)
Penderita kesakitan.
3)
Penderita syok.
4)
Dapat terjadi perdarahan dalam
perut dan infeksi dalam abdomen, parforasi uterus pada kerokan dapat terjadi
terutama pada uterus, jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati jika
ada tanda bahaya perlu segera dilakukan laparatomi
atau perlu histerektomi.
c.
Infeksi
Pada penanganan yang tidak legeartis, keguguran tidak lengkap.
d.
Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan di daerah infeksi
berat.
e.
Degenerasi ganas
1)
Abortus dapat menjadi kario karsinoma sekitar 15% sampai 20%.
2)
Gejala kario karsinoma adalah terdapat perdarahan lama, terjadi pembesaran
perlunakan rahim (Trias Acosta Sison)
terdapat metatase ke vagina atau lainnya.
6.
Penanganan
Menurut Manjoer (2001), penanganan abortus sebagai berikut :
a.
Abortus Imminens
1)
Istirahat baring agar aliran
darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2)
Periksa denyut nadi dan suhu
badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien
panas.
3)
Tes kehamilan dapat dilakukan.
Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan
apakah janin masih hidup.
4)
Berikan obat penenang, biasanya
fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan sulfas ferosus 600 – 1.000 mg.
5)
Diet tinggi protein dan
tambahan vitamin C.
6)
Bersihkan vulva minimal dua
kali sehari dengan cairan antiseptik
untuk mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
b.
Abortus Insipiens
1)
Bila perdarahan tidak banyak,
tunggu terjadinya abortus spontan
tanpa pertolongan selama 36 jam dengan
diberikan morfin.
2)
Pada kehamilan kurang dari 12
minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau
cunam abortus, disusul dengan kerokan
memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin 0,5 mg intramuscular.
3)
Pada kehamilan lebih dari 12
minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes
per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
4)
Bila janin sudah keluar, tetapi
placenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran placenta secara manual.
c. Abortus Inkomplit
1)
Bila disertai syok karena
perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin ditranfusi darah.
2)
Setelah syok diatasi, lakukan
kerokan dengan kuret tajam lalu suntikan
ergometrin 0,2 mg intramuscular.
3)
Bila janin sudah keluar, tetapi
biasanya placenta masih tertinggi, lakukan pengeluaran placenta secara manual.
4)
Berikan antibiotik untuk
mencegah infeksi.
d. Abortus Komplit
1)
Bila pasien anemia, berikan
sulfas ferosus atau transfusi darah.
2)
Berikan antibiotic untuk
mencegah infeksi.
3)
Anjurkan pasien diet tinggi protein,
vitamin dan mineral.
e. Missed Abortion
1)
Bila kadar fibrinogen normal,
segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
2)
Bila kadar fibrinogen rendah
berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan
konsepsi.
3)
Pada kehamilan kurang dari 12
minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Heger. Kemudian hasil konsepsi
diambil dengan cunam ovum lalu
dengan kuret tajam.
4)
Pada kehamilan lebih dari 12
minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai
20 tetes per mendapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil,
ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5)
Bila fundus uteri sampai 2 jari
bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan-larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding
perut.
f.
Abortus Septik
Abortus septik harus dirujuk ke rumah sakit
1)
Penanggulangan infeksi
a).
Obat pilihan pertama :
penicillin prokain 800.000 IU intramuscular tiap 12 jam ditambah kloramfenikol 1
gr peroral selanjutnya 500 mg tiap 6 jam.
b).
Obat pilihan kedua : ampisilin
1 gr peroral selanjutnya 500 mg tiap 4 jam ditambah metronidazol 500 mg tiap 6
jam.
c).
Obat pilihan lainnya: ampicilin
dan kloramfenikol, penicillin dan metronidazol, ampisilin dan gentamisin,
penisilin dan gentamisin.
2)
Tingkatkan asupan cairan.
3)
Bila perdarahan banyak, lakukan
transfusi darah.
4)
Dalam 24 jam sampai 48 jam
setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus
dikeluarkan dari uterus.
B. Jarak Kehamilan
Jarak adalah selang waktu atau lamanya
antara dua peristiwa (Depdikbud, 1996). Jarak adalah masa antara dua kejadian
yang bertalian (Depdikbud, 1998). Kehamilan adalah keadaan dimana terjadi
proses pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim mulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin (Saifuddin, 2002).
Jarak kehamilan yang ideal adalah
antara 3 sampai 5 tahun (Rehana, 2005). Menurut Krisnadi (2005), jarak antara
persalinan terakhir dengan kehamilan berikutnya
(pregnancy spacing) sebaiknya antara
2 sampai 5 tahun. Sementara menurut pendapat Supriady (2006), jarak kehamilan
terlalu dekat bisa membahayakan ibu dan janin, idealnya jarak kehamilan tak
kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran sebelumnya. Jarak kehamilan
kurang dari 2 tahun merupakan salah satu
faktor resiko kematian akibat abortus,
semakin dekat jarak kehamilan sebelumnya dengan sekarang akan semakin besar
resiko terjadinya abortus. Fakta lain
adalah resiko untuk mati bagi anak akan meningkat sebanyak 50% bila jarak
antara 2 persalinan kurang dari 2 tahun ini suatu fakta biologis tak bisa
dihindari (Soejoenoes, 2004).
C. Hubungan Jarak Kehamilan
Dengan Abortus
Suatu proses kehamilan akan terjadi
bila empat aspek penting terpenuhi yaitu adanya ovum dan spermatozoa, serta
terjadinya konsepsi dan nidasi (Depkes RI, 1993). Sementara untuk terjadinya
nidasi diperlukan lingkungan endometrium yang baik, subur dan telah siap untuk
tempat nidasi atau implantasi hasil konsepsi, apabila kondisi endometrium tidak
memungkinkan/ endometrium belum siap menerima implantasi hasil konsepsi, maka
akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, sehingga
bisa terjadi kecacatan, kematian janin bahkan kemungkinan terbesar adalah
terjadi abortus, kesuburan endometrium bisa dipengaruhi oleh gizi ibu yang
kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan (Manuaba, 1998).
Menurut Supriyadi (2006), jarak
kehamilan yang ideal tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran
sebelumnya. Perhitungan tak kurang dari 9 bulan atas dasar pertimbangan
kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula, sehingga dikenal istilah
masa nifas, yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil,
namun masa nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ reproduksi baru
kembali kekeadaan semula minimal 3 bulan, seperti proses pengembalian berat
uterus atau rahim kembali normal, ketika tidak hamil beratnya 30 gram, setelah
hamil 1000 gr, setelah melahirkan berkurang mencapai 60 gr, untuk mencapai 30 gr
kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan. Begitu juga dengan sistem aliran darah. Selama hamil ada sistem
aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, aliran darah terputus, untuk
kembali ke kondisi aliran darah yang normal ibu butuh waktu 15 hari setelah
melahirkan. Setelah istirahat 9 hingga 24 bulan diharapkan semua organ
reproduksi dan bagian genital internal maupun eksternal ibu kembali seperti
sebelum hamil.
Dampak lain yang terjadi bila jarak
kehamilan terlalu pendek dapat menyebabkan PJT atau pertumbuhan janin
terhambat, dikarenakan kondisi energi ibu belum memungkinkan untuk menerima
kehamilan berikutnya, dimana gizi ibu yang belum prima membuat gizi janin juga
sedikit hingga pertumbuhan janin tak memadai (Supriyadi, 2006).
Menurut Wirakusumah (2003), gangguan
pertumbuhan janin kronis dikenal sebagai pertumbuhan janin terhambat (PJT).
Umumnya sebab gangguan tersebut adalah gangguan transport nutrisi janin keadaan
demikian mengalami kemunduran fungsi respirasi in-utero, bila berjalan lama
akan mengakibatkan hipoksia berat dan berakhir dengan kematian janin dalam rahim.
Menurut Cuningham (1995), gizi ibu
kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan menjadi salah satu
faktor predisposisi meningkatnya kemungkinan kejadian abortus. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang
paling besar kemungkinanya.
Menurut Supriyadi (2006), pada kehamilan
jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi
amat besar, terutama pada ibu yang menyusui, nutrisi ibu jadi berkurang
sehingga janin semakin kekurangan gizi. Selain itu juga bisa mengakibatkan
keguguran, selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi. Oksitosin
ini membuat perut ibu menjadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan muda, bisa
terjadi pendarahan atau ancaman keguguran.
Kehamilan dengan jarak diatas 24 bulan, sangat baik buat ibu
karena kondisi ibu sudah normal kembali, dimana endometrium yang semula
mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan placenta dari dinding
endometrium telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan fungsi seperti keadaan semula
dikarenakan dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel-sel epitel
endomterium mulai berkembang. Bila saat ini terjadi kehamilan endometrium telah
siap menerima dan memberikan nutrisi pada hasil konsepsi.
D. Hipotesis
Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini secara survey analitik dengan
metode penelitian Cross Sectional,
dimana penelitian ini digunakan untuk meneliti hubungan jarak kehamilan
terhadap kejadian abortus,
B. Variabel Penelitian
Abortus
disebabkan
oleh banyak faktor seperti kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada
placenta, faktor maternal dan faktor sosial budaya. Namun pada penelitian ini
hanya akan dilihat hubungan jarak kehamilan ibu terhadap kejadian abortus.
Bagan 3. Variabel Penelitian
Variabel Independent Variabel
Dependent
C. Definisi Operasional
Definisi Operasional dalam Penelitian ini adalah :
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat
ukur
|
Hasil
ukur
|
Skala
|
Variabel independent
1. Jarak kehamilan
Variabel Dependent
2. Abortus
|
Jarak kehamilan
yang lalu dengan kehamilan sekarang
yang tercatat di register
Abortus
adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram yang didiagnosa Dr. yang tercatat di register
|
Format pengumpulan data
Format pengumpulan data
|
1
: Bila jarak kehamilan sama
dengan atau lebih dari 2 tahun
0
: Bila jarak kehamilan kurang dari 2
tahun
1 : Bukan abortus
0 : Abortus
|
Ordinal
Nominal
|
D. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua ibu hamil kurang dari 20 minggu yang mengalami perdarahan di RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu pada tahun 2006 yaitu sebanyak 292 orang.
2.
Sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling yaitu sebanyak 226 orang.
E. Tempat dan Waktu
Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 April – 31 Mei 2007
F. Pengumpulan, Pengolahan
dan Analisa Data
1.
Pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini dengan menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari catatan Medical
Record di ruang CI Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
2.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan melalui beberapa tahap
berikut
a.
Editing yaitu untuk memeriksa ulang
kelengkapan, kemungkinan kesalahan dan konsistensi data.
b.
Coding data yaitu data yang telah
disusun dan telah diperiksa kelengkapannnya, kemudian dikelompokkan atau
digolongkan berdasarkan kategori yang dibuat berdasarkan justifikasi atau
pertimbangan peneliti sendiri hal ini bertujuan untuk mempermudah pengolahan
data.
c.
Processing / Entry Data yaitu menyusun
data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan ke dalam master tabel.
d.
Cleaning Data yaitu mengecek kembali
data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing
variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score).
3.
Analisa Data
a.
Analisa Univariat
Dilaksanakan untuk melihat distribusi
frekuensi dari variabel bebas dan variabel terikat, sehingga dapat
diketahui dari masing-masing variabel dengan
menggunakan rumus menurut Budiarto. E, (2002), sebagai berikut:
Keterangan :
P : Jumlah
persentase yang ingin dicapai
F : Jumlah
frekuensi karakteristik responden
n : jumlah sampel
b.
Analisa Bivariat
Digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas
(jarak kehamilan) dan variabel terikat (abortus) dengan menggunakan analisa uji statistik χ2
(chi square). (Budiarto. E, 2002).
χ2hitung =
Keterangan :
Chi-square untuk melihat hubungan yang bermakna secara
statistik χ2, chi square
χ 2 : Chi-square
N :
Jumlah seluruh sampel
A,B,C,D : Nilai observasi
derajat signifikan : 95%
daya a : 0,05
Ha :
diterima bila χ2hitung > χ 2tabel / P £ 0,05
Artinya : ada hubungan jarak kehamilan dengan kejadian abortus
Ha : ditolak bila χ
2hitung < χ 2tabel / P > 0,05
Artinya tidak ada hubungan antara jarak kehamilan
dengan kejadian abortus.
Untuk mengetahui hubungan variabel jarak kehamilan
dengan kejadian abortus digunakan analisa tabel
2x2 dengan menghitung Ratio Prevalensi.
Tabel 2 Analisa
tabel silang 2 x 2 pada jarak kehamilan 2 x 2 dapat digambarkan sebagai berikut
:
Jarak kehamilan
|
Abortus (+)
|
Abortus (-)
|
Jumlah
|
< 2 tahun
³ 2 tahun
|
A
C
|
B
D
|
A + B
C + D
|
Jumlah
|
A + C
|
B + D
|
A + B + C + D
|
Keterangan tabel 1 :
A :
jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dengan
abortus (+)
B :
jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dengan
abortus (-)
C : jarak kehamilan sama dengan atau lebih dari 2 tahun dengan abortus (+)
D :
jarak kehamilan kurang atau lebih dari 2 tahun dengan abortus (-)
Untuk desain penelitian Cross Sectional yang dihitung adalah Insiden (RP) dengan
menggunakan tabel 2 x 2, yaitu dengan
rumus :
RP =
Keterangan :
RP > 1 : jarak kehamilan yang dapat menyebabkan
abortus
RP < 1 : jarak kehamilan yang dapat menghambat
abortus
RP = 1 : jarak kehamilan yang bersifat netral
(tidak mempengaruhi)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
1.
Jalannya Penelitian
a.
Persiapan
Persiapan dilakukan dengan mengupayakan surat izin
penelitian dari pendidikan untuk diteruskan ke Badan Kesatuan dan Perlindungan
Masyarakat Bengkulu untuk mendapatkan Surat Rekomendasi ke RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu sebagai tempat pengambilan data dan penelitian.
b.
Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di ruang C1 kebidanan RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu menggunakan data sekunder dengan cara mengisi format pengumpulan
data dari 1 Januari sampai 31 Desember 2006 secara total sampling dengan
kriteria eksklusi ibu primigravida sebanyak 226 orang, kemudian dilakukan
pengolahan dan analisa data.
2.
Hasil
Penelitian ini mengambil sampel berjumlah 226 orang dengan
teknik purposive sampling, dengan menggunakan data sekunder di bagian medical record di ruang C1 kebidanan.
Data yang dikumpulkan dan dimasukkan kedalam format pengumpulan data dengan
hasil sebagai berikut :
a.
Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk
mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi dari berbagai variabel yang
diteliti baik variabel dependent (abortus)
maupun variabel independent (jarak kehamilan)
Tabel 3. Distribusi Frekuensi ibu hamil menurut
jarak kehamilan dengan kejadian abortus
di ruang C1 kebidanan. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
Jarak Kehamilan ibu
|
Ibu-ibu hamil kurang 20 Mg
|
N
|
%
|
|||
Abortus
|
Bukan Abortus
|
|||||
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
< 2 tahun
³ 2 tahun
|
77
80
|
79,4
62,0
|
20
49
|
20,6
38,0
|
97
129
|
42,9
57,1
|
Jumlah
|
157
|
69,5
|
69
|
30,5
|
226
|
100
|
Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat
dilihat yang paling banyak mengalami abortus
yaitu pada ibu hamil yang jarak kehamilannya < 2 tahun, yaitu 77 orang (79,4
%).
b.
Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat dapat dilihat hubungan antara
variabel indevendent dengan variabel devendent.
Tabel 4. Hasil
analisa hubungan jarak kehamilan dengan kejadian Abortus di ruang C1 Kebidanan RSUD M. Yunuis tahun 2006
Jarak Kehamilan ibu
|
Ibu-ibu hamil kurang 20 Mg
|
χ2
|
p
|
Rp
|
|||
Abortus
|
Bukan Abortus
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
||||
< 2 tahun
³ 2 tahun
|
77
80
|
79,4
62,0
|
20
49
|
20,6
38,0
|
7,075
|
0,008
|
1,28
|
Berdasarkan perhitungan tabel 5 di
atas diperoleh hasil sebagai berikut : nilai χ 2 tabel pada a = 0,05 dan df = 1 adalah 3,481
maka dari perhitungan diatas ternyata χ 2 hitung > χ 2
tabel yaitu (7,075 > 3,481) berarti Hipotesis nol (Ho) ditolak, Hipotesis alternatif
(Ha) diterima. Yang berarti secara statistik adalah hubungan yang bermakna
antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
tahun 2006. Hasil perhitungan secara penelitian epidemiologi terhadap suatu
penyakit melalui tabel 2 x 2 diperoleh jarak kehamilan < 2 tahun mempunyai
faktor resiko 1,3 kali lebih besar terjadinya abortus dibandingkan jarak kehamilan ³ 2 tahun.
B. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa dari 226 orang sampel ibu hamil < 20 minggu yang mengalami
perdarahan, terdapat 157 orang (69,5%) ibu yang mengalami abortus. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
tahun 2006 pada 226 sampel tersebut yaitu jarak kehamilan. Jarak kehamilan ini didukung
teori Manuaba (1998), yang mengatakan salah satu faktor terjadinya abortus yaitu faktor lingkungan
endometrium yang disebabkan oleh gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu
pendek jarak kehamilan. Soejoenoes (2004), juga mengatakan resiko untuk mati
bagi anak akan meningkat sebanyak 50% bila jarak antara 2 persalinan kurang
dari 2 tahun. Ini suatu fakta biologis, tak bisa dihindari.
Penelitian ini sesuai juga dengan pendapat Supriyadi (2006), mengatakan jarak
kehamilan terlalu dekat bisa membahayakan ibu dan janin, idealnya jarak
kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran sebelumnya.
Jarak kehamilan < 2 tahun merupakan salah satu faktor resiko kematian akibat
abortus semakin dekat jarak kehamilan
sebelumnya dengan sekarang akan semakin
besar resiko terjadinya abortus. Disamping
itu pada kehamilan jarak dekat atau kurang dari 2 tahun, kemungkinan kekurangan
gizi amat besar, terutama pada ibu yang menyusui, nutrisi ibu jadi berkurang
sehingga janin semakin kekurangan gizi, selain itu juga bisa mengakibatkan
keguguran, selama menyusui ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi.
Oksitosin ini membuat perut ibu menjadi tegang atau berkontraksi. Pada
kehamilan muda bisa terjadi pendarahan atau ancaman keguguran.
Menurut Cunningham (1995), gizi ibu
kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan akan menjadi salah
satu faktor predeposisi meningkatnya kemungkinan kejadian abortus. Pada saat ini, hanya mal nutrisi umum sangat berat yang
paling kasar kemungkinannya.
Dampak lain yang terjadi bila jarak
kehamilan terlalu pendek dapat menyebabkan PJT atau pertumbuhan janin
terhambat, dikarenakan kondisi energi ibu belum memungkinkan untuk menerima
kehamilan berikutnya, dimana gizi ibu yang belum prima membuat gizi janin juga
sedikit sehingga pertumbuhan janin tak memadai (Supriyadi, 2006).
Menurut Wirakusumah (2003), gangguan
pertumbuhan janin kronis dikenal sebagai pertumbuhan janin terhambat (PJT).
Umumnya sebab gangguan tersebut adalah gangguan transport nutrisi janin,
keadaan demikian mengalami kemunduran fungsi respirasi in-utero, bila berjalan
lama akan mengakibatkan hipoksia berat dan berakhir dengan kematian janin dalam
rahim.
Menurut Supriyadi (2006), jarak
kehamilan yang ideal tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran
sebelumnya. Perhitungan tak kurang dari 9 bulan atas dasar pertimbangan
kembalinya organ-organ reproduksi kembali kemasa sebelum hamil, namun masa
nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ reproduksi baru kembali ke masa
sebelum hamil, namun masa nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ
kembali keadaan semula minimal 3 bulan, seperti proses pengembalian berat
uterus atau rahim kembali normal. Ketika tidak hamil beratnya 30 gr, setelah
hamil 1000 gr, setelah melahirkan berkurang mencapai 60gr, untuk mencapai 30 gr
kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan. Begitu juga dengan sistem aliran darah.
Selama hamil ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, aliran
darah terputus, untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal ibu butuh
waktu 15 hari setelah melahirkan. Setelah istirahat 9 hingga 24 bulan
diharapkan semua organ reproduksi dan bagian genital internal maupun eksternal
ibu kembali seperti sebelum hamil.
Kehamilan dengan jarak di atas 24
bulan, sangat baik buat ibu karena kondisi ibu sudah normal kembali, dimana
endometrium yang semula mengalami trombisis dan nekrosisi karena pelepasan
plasenta dari dinding endometrium telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan
fungsi seperti keadaan semula dikarenakan dinding-dinding endometrium mulai
regenerasi dan sel-sel epitel endometrium mulai berkembang. Bila saat ini
terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima dan memberikan nutrisi pada
hasil konsepsi.
Faktor penyebab abortus tidak hanya jarak kehamilan tetapi juga disebabkan oleh
faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada placenta, penyakit ibu dan
kelainan yang terdapat dalam rahim.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006, tentang hubungan
jarak kehamilan dengan kejadian abortus tahun 2006 yang telah dianalisis
secara analitik di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus. Hasil perhitungan secara
penelitian epidemiologi terhadap
suatu penyakit melalui tabel 2 x 2 diperoleh jarak kehamilan kurang 2 tahun
mempunyai resiko 1,3 kali lebih besar terjadinya abortus dibandingkan jarak kehamilan ³ 2 tahun.
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan hasil
penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2007, maka
peneliti menyarankan kepada beberapa pihak terkait sebagai berikut :
1.
Bagi Akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mahasiswa Poltekkes Bengkulu Jurusan Kebidanan dalam hal
mengenal, mencegah dan menindaklanjuti
kejadian abortus sehingga, informasi
tentang jarak kehamilan yang baik dan aman untuk kembali hamil lebih atau sama
dengan 2 tahun sampai ke masyarakat
luas, yang kedepannya diharapkan memberi dampak terhadap menurunnya kejadian abortus.
2.
Bagi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi dan masukan bagi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bahwa masih tingginya
angka kejadian abortus di RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu, sehingga disarankan kepada Poli Kebidanan terutama pada bidan,
agar apabila ibu hamil datang untuk memeriksakan diri dengan jarak kehamilan sekarang dan riwayat kehamilan
yang lalu kurang dari 2 tahun agar diberikan pendidikan kesehatan bahwa mereka
mempunyai resiko ke arah abortus. Dan
memberikan anjuran untuk kehamilan yang mendatang agar memperhatikan jarak
kehamilan yang baik dan aman bagi ibu dan janin yaitu 2 tahun.
3.
Bagi Peneliti Lain
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
gambaran, serta alat bantu dalam meneliti faktor-faktor lain dalam kejadian abortus. Sehingga diharapkan pada
penelitian berikutnya dapat diteliti mengenai infeksi toksoplasma sebagai
faktor resiko terjadinya abortus yang
menggunakan metode yang digunakan tidak hanya cross sectional namun juga dapat beranjak ke metode cohort.
No comments:
Post a Comment