BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Labirinitis pada dasarnya di
kenal dua macam dan dengan gejala yang berbeda, labirinitis yang mengenai
seluruh bagian labirin disebut dengan labirinitis umum (general), dengan gejala
vertigo berat dan tuli saraf berat, kemudian yang mengenai hanya sebagian saja
atau terbatas disebut labirinitis terbatas ( labirirnitis sirkumskripta)
menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
1.2 Tujuan
Tujuan
Umum
Untuk
mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pendengaran
pada penyakit labrinitis
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui konsep teoritis gangguan pendengaran pada penyakit labrinitis.
b.
Untuk mengetahui konsep
asuhan keperawatan teoritis pada klien dengan gangguan pendengaran pada
penyakit labrinitis yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan dan rencana
asuhan keperawatan
1.3 Manfaat
a. Makalah
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam
membuat asuhan keperawatan pada klien Labirinitis.
b. Memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada pembaca tentang asuhan keperawatan teoritis pada
klien Labirinitis.
BAB
II
KONSEP
TEORITIS
2.1
ANATOMI TELINGA
Telinga
merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri
atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam .
Telinga
luar
Telinga
luar terdiri atas aurikula,meatus akustikus eksternus dan membran timpani.
Aurikulum disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang
melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar
otot lurik yang pada manusia rudimenter.
Meatus
akustikus eksternus berbentuk tabung dengan panjangnya kira-kira 2,5- 3 cm
manakala diameternya bervariasi yaitu lateral biasanya lebih lebar dari
medial.Meatus akustikus eksternus terdiri dari dua bagian yaitu bagian lateral
dan medial.Bagian lateral adalah pars kartilagenus yaitu 1/3 luar merupakan
lanjutan dari aurikulum, mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumenalis serta kulit melekat erat dengan perikondrium.Bagian medial adalah
pars osseus yaitu 2/3 medial merupakan bagian dari os temporalis, tidak
berambut, ada penyempitan di istmus yaitu kira-kira 5 mm dari membaran timpani.
Membran
timpani memisahkan meatus acusticus externus dan telinga tengah.Membran timpani
berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dengan
diameter kira-kira 1 cm. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bahgaian
bawah pars tensa.Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia.Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier dibagian luar dan sirkuler dibagian dalam. Serat inilah yang menyebabkan
refleks cahaya.Refleks cahaya terletak dikuadran anterior inferior.Bayangan
penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosessus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian superior-anterior,superior-posterior, inferior-anterior serta
inferior-posterior, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Telinga
Tengah
Telinga
tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak
di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior
dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui
tuba Eustachius. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di
dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian
anterior pada pada celah tuba Eustachius epitelnya selapis silindris bersilia.
Di bagian
dalam rongga ini terdapat tiga jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus,
inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum
tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus
tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes
melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada dua
otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan
mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang
kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk
berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan
tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk
berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara
meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi .
Telinga
Dalam
Telinga
dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang
temporalis. Telinga dalam di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang
di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan
perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin
tulang terdiri atas tiga komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum, dan
koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum,
sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di
dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan
rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai fenestra ovale. Ke
dalam vestibulum bermuara tiga buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis
semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak
lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun
ada tiga saluran tetapi muaranya hanya lima karena ujung posterior saluran
posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior
yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus
kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang
dan fenestra rotundum. Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput.
Bentuk keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu
koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus
membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina
spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis,
yang merupakan bagian koklear nervus akustikus
Labirin
membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran
yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini
dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf.
Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin
membranasea.Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis
membranasea,ultrikulus, sakulus dan ductus koklearis.
2.2 FISIOLOGI
TELINGA
Pendengaran
Mendengar
adalah kemampuan unutuk untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan
menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energy gelombang
tekanan menjadi impuls saraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini
menjadi bunyi. Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang.
Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit
waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari 20 sampai
18.000 hertz (Hz). Satu hertz adalah
satu siklus per detik. Amplitudo adalah ukuran energy atau intensitas fluktuasi
tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan
sebagai perbadaan dalam kekerasan. Ukuran bunyi dalam decibel (dB).
Gelombang
bunyi ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam meatus aukustikus
eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus eksternus kea rah membrane
timpani. Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membrane timpani. Sifat membrane
adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri tetapi
mengambil karateristik vibrasi yang terjadi.
Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani
dengan fenestra ovale.Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara
reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras.Kontraksi akan
menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan demikian
mengurangi transmisi suara.
Energi
getar yang telah diamplifikasikan ini diteruskan ke stapes yang akan
menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak.Getaran mennggerakkan membrana Reissner mendorong endolimfa sehingga
akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi
seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel-sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam
sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran(area 39-40) di lobus
temporalis
Keseimbangan
Keseimbangan
dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada
input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Reseptor keseimbangan terdiri dari macula yaitu reseptor
keseimbangan statis yang terdapat di utrikulus dan sakulus manakala krista
ampularis yaitu reseptor keseimbangan dinamis yang terdapat pada kanal
semisrkular, bereaksi terhadap gerakan rotasi pada sumbu bidang.
Gerakan
atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa
di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk
ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan
merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak.
Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi.
Organ vestibuler
berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan
otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh
akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi
informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.
2.3
DEFINISI
Labirinitis adalah inflamasi telinga dalam dan dapat
disebabkan bakteri ataupun virus (KMB Vol.3)
Labirinitis adalah suatu proses peradangan yanng melibatkan
mekanisme telinga dalam(http://www.irwanashari.com/2010/01/benign-proxymal-positional-vertigo.html).
Labirinitis merupakan komplikasi intra temporal yang
paling sering dari radang telinga tengah.
Labirinitis adalah proses radang yang melibatkan
mekanisme telinga dalam ( BOISE, buku ajar penyakit THT )
2.4
ETIOLOGI
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau
virus. Pada labirinitis akut, mikroorganisme penyebab S. Pneumoni, Streptokokus
dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik mikroorganisme penyebab
biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, psseudomonas, proteus dan
E. coli. Virus citomegalo, virus campak, mumps dan Rubella, virus herpes,
influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis viral.
2.5
KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI
Labirinitis bakteri ( Supuratif ) mungkin terjadi
sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang
labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi
dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui
cairan yang menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea,
melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribosa pada dasar modiolus
koklea. Schuknecht (1974) membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:
1. Labirinitis
akut atau toksik ( Serous ) yang terjadi sebagai akibat perubahan kimia di
dalam rung perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau proses supuratif
yanng menembus membran barier labirin seperti melalui membran rotundum tanpa
invasi bakteri.
2. Labirinitis
akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang perilif
disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan ini kerusakan
fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
3. Labirinitis
kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respon inflamasi
jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini biasanya merupakan suatu
komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan penyakit mastoid.
4. Labirinitis
viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai macam virus.
Penyakit ini dikarakteristikan dengan adanya berbagai penyakit yang disebabkan
virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti infeksi virus mumps, virus
influenza,dll.
Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe
yaitu:
1. Labirinitis
lokalisata ( labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa ) merupakan
komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator toksik dari otitis media
mencapai labirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada telinga dalam.
2. Labirinitis
difus ( labirinitis purulenta, labirinitis supuratif ) merupakan suatu keadaan
infeksi pada labirin yang lebih berat dan melibatkan akses langsung
mikroorganisme ke labirin tulang dan membran.
2.6
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
yang terjadi pada labirinitis yaitu:
· Vertigo
· Nistagmus
· Tuli
· Mual
muntah
· Nyeri
2.8
KOMPLIKASI
- Intrakranial melalui perineural dan perivaskuler
- Subaratiroid melalui aqua duktus koklearis ( Perilimfe )
- Durameter melalui duktus endolimfatik ( endolimfe )
2.9
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan telinga yang teliti diperlukan seperti :
- Pemeriksaan Audiogram
- Kultur
- CT Scan.
Gangguan fungsi pendengaran pada labirinitis adalah
suatu sensorineural hearingloss.
2.10
PENGOBATAN
Terapi lokal harus ditujukan kesetiap infeksi yang
mungkin ada. Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak dindikasikan,
kecuali suatu fokus labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau
menyebar ke struktur intrakranial dan tidak memberi respons terhadap terapi
antibiotika. Bila ada indikasi dapat dilakukan mastoidektomi. Bila dicurigai
ada fokus infeksi di labirin atau di os petrosus, dapat dilakukan drainase
labirin dengan salah satu operasi labirin. Setiap sekuestrum yang lepas harus
dibuang, harus dihindari terjadinya trauma N VII. Bila saraf fasial lumpuh,
maka harus dilakukan dengan kompresi saraf ttersebut. Bila dilakukan operasi
tulang temporal, maka harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi.
BAB
III
KONSEP ASKEP
3.1
PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Klien
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama dan suku bangsa.
3.1.2
Keluhan Utama
Klien sering mengeluh nyeri pada telinga
dalam yang sertai dengan mual dan muntah.
3.1.3
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasa mual, muntah dan vertigo
3.1.4
Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah Klien memiliki riwayat penyakit
labirinitis sebelumnya?
3.1.5
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada diantara keluarga yang
mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami oleh klien??
3.2
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan telinga yang teliti
diperlukan seperti :
- Pemeriksaan Audiogram
- Kultur
- CT Scan.
Gangguan
fungsi pendengaran pada labirinitis adalah suatu sensorineural hearingloss.
3.3
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Resiko tinggi
cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas akibat vertigo
2. Resiko
terjadi trauma berhubungan dengan perubahan keseimbangan
3, Resiko
terhadap penurunan volume cairan berhubungan dengan oeningkatan haluaran
cairan.
3.4
NCP
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria
HasiL
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Resiko
tinggi cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas akibat vertigo.
|
Diharapkan
cedara tidak terjadinya cidera
|
Klien
mampu melakukan aktivitas.
|
a.kaji
vertigo meliputi riwayat, durasi, frekuensi dan adanya gejala penyakit
telinga.
b.
Kaji luasnya ketidakmampuan dalam adl
c.
Pemberian terapi antivertigo
d.
Dorong klien untuk istirahat bila pusing
e.
Anjurkan klien tetap membuka mata dan memandang lurus kedepan ketika
mengalami vertigo
|
a.
Riwayat penyakit memberikan dasar untuk intervensi
b.
Luasnya ketidakmampuan menunjukkan resiko jatuh
c.
Obat vertigo berguna untuk mennghilangkan gejala akut vertigo
d.
mengurangi jatuh dan cedera
e.
Mengurangi perasaan vertigo
|
2.
|
Resiko
terjadi trauma berhubungan dengan perubahan keseimbangan
|
Diharapkan
trauma klien berkurang
|
Klien
tidak lagi mengalami trauma
|
a.
lakukan pengkajian test keseimbangan.
b.
Bantu ambulasi bila ada indikasi.
c.
Bantu mengidentifikasikan bahaya di lingkungan rumah.
|
a.
kelainan vestibular menyebabkan gejala dan tanda ini,
b.
Cara jalan yang abnormal menimbulkan klien tidak bisa tegak
c.
Adaptasi terhadap lingkungan rumah dapat menurunkan resiko jatuh selama
proses rehabilitasi.
|
3.
|
Resiko
terhadap penurunan volume cairan berhubungan dengan peningkatan haluaran
cairan
|
Diharapkan
intake oral klien terpenuhi
|
Tercapainya
volume cairan yang seimbang
|
a.
kaji intake dan output
b.
kaji indikator dehidrasi
c.
Dorong konsumsi cairan oral dan hindari minuman yang mengandung kafein
d.
Pemberian antiemetik
|
a.
Pencatatan yang akurat merupakan dasar untuk penggantian cairan
b.
pengenalan segera memungkinkan intervensi segera
c.
Penggantian cairan oral dapat berguna untuk mengganti kehilangan cairan dan
kafein dapat meningkatkan diare
d.
Antiemetik mengurangi mual dan muntah sehingga mengurangi kehilangan cairan
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Labirinitis adalah inflamasi telinga dalam dan dapat
disebabkan bakteri ataupun virus (KMB Vol.3)
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau
virus. Pada labirinitis akut, mikroorganisme penyebab S. Pneumoni, Streptokokus
dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik mikroorganisme penyebab
biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, psseudomonas, proteus dan
E. coli. Virus citomegalo, virus campak, mumps dan Rubella, virus herpes,
influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis viral.
4.2
SARAN
§ Perawat
bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari gangguan penyakit telinga dalam
khususnya Labirintitis.
§ Perawat
bisa menangani pasien dengan gangguan penyakit telinga dalam khususnya
labirintitis dengan cepat, teliti dan terampil.
§ Perawat
dapat membuat Asuhan Keperawatan pada pasien yang menderita gangguan penyakit
telinga dalam khususnya Labirinitis
dengan tepat.
§ Perawat
dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun pasien dalam
tahap pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Ø ADAMS
BOIES HIGLER. Buku Ajar Penyakit THT.
EDISI 6, JAKARTA: EGC
Ø Brunner
& suddarth.2002. buku ajar
Keperawatan Medikal-Bedah. Vol 3, Jakarta; EGC.
Ø http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/askep-pada-klien-dengan-kelainan.html
Ø http://faisalmajied.blogspot.com/2010/12/blok-special-sense-modul-tht-html
Ø Scribd_Labirinitis
Ø www.medicastore.com
No comments:
Post a Comment