BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Latar Belakang
Sejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional,
dimana kebutaan dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi
bukan hanya bagi penderita melainkan juga bagi masyarakat dan negara.
Prevalensi kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utamanya
yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberpa
penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang didunia
yang mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara.
Untuk kawasan Asia Tenggara. Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka
kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari
jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.
jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.
Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar
45 juta penderita kebutaan 16% diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan
sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan oleh penyakit ini. Sedangkan
survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa glaukoma menyumbang
0,4 5 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab kebutaan.
Kondisi ini semakin diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang
rendah akan bahaya penyakit ini.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan analisa
kepustakaan mengenai prevalensi, insiden dan derajat dari berbagai jenis
glaukoma. Dengan menggunakan data tahun1980-1990, WHO melaporkan jumlah
populasi di dunia dengan tekanan bola mata yang tinggi (>21 mmHg) sekitar
104,5 juta orang. Insiden dari glaukoma primer sudut terbuka berkisar 2,4 juta
orang pertahun. Prevalensi kebutaan untuk semua jenis glaukoma diperkirakan
mencapai 5,2 juta orang, dengan 3 juta orang disebabkan oleh glaukoma primer
sudut terbuka. Galukoma bertanggung jawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan
menempatkan glaukoma sebagai penyebab ketiga kebutaan di dunia setelah katarak
dan trakhoma
Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka menunjukkan
keterkaitan ras. Pada orang kulit putih dengan usia diatas 40 tahun prevalensi
glaukoma sekitar 1,1 5 dan 2,1% dan prevalensi pada orang kulit hitam enam kali
besar. Prevalensi galukoma primer sudut terbuka meningkat seiring pertambahan
usia, data menunjukkan populasi dengan usia dekade ke-7 lebih beresiko tujuh
sampai delapan kali di anding usia dekade ke-4.
Dengan pertambahan penduduk, meningkatnya usia harapan
hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata, di samping itu galukoma merupakan
penyakit yang bertanggung jawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan menempatkan
glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua di indonesia serta ketiga di dunia
setelah katarak dan trakhoma.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit glaukoma.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk
memperoleh informasi mengenai pengertian penyakit glaukoma.
b. Untuk memperoleh informasi
mengenai penyebab penyakit glaukoma.
c. Untuk memperoleh informasi mengenai jenis
penyakit glaukoma.
d. Untuk memperoleh informasi mengenai
patofisiologi penyakit glaukoma.
e. Untuk memperoleh informasi mengenai pemeriksaan dan pengobatan
penyakit glaukoma.
f. Untuk memperoleh informasi mengenai asuhan keperawatan penyakit
glaukoma.
C. Manfaat
1.
Sebagai salah satu tugas mata kuliah sistem sensori persepsi.
2.
Sebagai sumber informasi dan bahan yang diharapkan bermanfaat
untuk pembelajaran.
3.
Sebagai bahan masukan bagi pihak instansi yang berwenang untuk
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan terapi
pengobatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI MATA
2.1.1 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea
ratarata
orang
dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah.
Kornea
berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya
cahaya
ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah
pembuluh-pembuluh
darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari
lima
lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan
endotel.
2.1.2 Sklera
Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan
tebal
1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang
elastis
dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah
sedangkan
pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna
coklat,
yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.
2.1.3 Uvea
Uvea
adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a.
Iris, mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat
di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur
banyaknya
cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
mengecilkan
dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya
yang
terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.
b.
Badan siliar, terdiri dari dua bagian, yaitu : korona siliar yang
berkerut-kerut
dengan
tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.
c.
Koroid, berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang
berfungsi
untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di
bawahnya.
2.1.4 Lensa
Terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk
seperti
cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya
objek
dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
2.1.5 Badan Kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara
lensa
dan retina. Badan kaca tediri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen,
yaitu:
kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola
mata
agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.
2.1.6 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang
menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu :
lapisan
koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3
bagian
dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral.
Sel-sel
pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan
cahaya.
Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut
(cone)
berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan
sel
batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap.
B. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.(Sidarta Ilyas, 2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996).
Glaucoma adalah adanya kesamaan
kenaikan tekanan intra oculer yang berakhir dengan kebutaan (Fritz
Hollwich,1993)
Glaucoma berasal dari kata yunani
“glaukos” yang berarti hijau kebiruan ,yang memberikan kesan warna tersebut
pada pupil penderita galukoma.kelainan mata glaucoma ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata ,atropi saraf optikus, dan menciuttnya lapang
pandang.glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan bola mata meningkat,sehingga
terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi
penglihatan(Mayenru Dwindra,2009)
Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang
demikian
tinggi atau tidak normal. Sehingga mengakibatkan kerusakan pada saraf
optik
dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau
buta.Tekanan
mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara
15-20 mmHg.
Didalam mata terdapat cairan mata yang terdiri dari 99,9% air murni
(akuos
humor)
bening yang mengalir terus. Pengaliran cairan ini didalam bola mata seperti
air
yang berada di dalam kolam tertutup yang bertukar dan mengalir terus. Bila
terjadi
gangguan
pengeluaran cairan maka air akan terbendung di dalam kolam. Demikian
pula
jika cairan mata tidak dapat keluar maka tekanan di dalam bola mata akan naik
dan
merusak saraf penglihatan.
Di dalam bola mata sebelah depan terdapat apa yang disebut dengan bilik
mata
depan. Bilik mata depan merupakan ruangan di dalam mata yang dibatasi
kornea,
iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (akuos humor). Cairan mata
(akuos
humor) mengatur oksigen dan makanan seperti : gula dan nutrient/zat gizi
penting
lainnya untuk kornea dan lensa. Cairan mata (akuos humor) mempunyai
kapasitas
isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agar menjadi bulat. Cairan
mata
(akuos humor) dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang
iris.
Melalui
celah iris dan lensa, cairan mata (akuos humor) keluar melalui pupil dan terus
ke
bilik mata depan. Setelah itu, melalui jaring trabekulum cairan mata (akuos
humor)
masuk ke dalam saluran yang disebut kanal Schlemm menuju ke pembuluh
darah.
Normalnya antara produksi cairan mata (akuos humor) dan aliran keluarnya
adalah
seimbang. Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka
tekanan
bola mata akan meninggi (cairan akuos humor tidak sama dengan air
mata).
C. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini
disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan
ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah
sudut bilik mata atau di celah pupil
D. KLASIFIKASI
1.
Glaukoma primer
-
Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (
90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif
jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose
dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan
dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
-
Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel
ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus,
penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat
berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal.
Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2.
Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan
pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup
tergantung pada penyebab.
-
Perubahan lensa
-
Kelainan uvea
-
Trauma
-
bedah
3.
Glaukoma kongenital
-
Primer atau infantil
-
Menyertai kelainan kongenital lainnya
4.
Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi
pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik.
Pengobatan glaukoma
absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol
retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak
berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a.
Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang
disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b.
Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada
mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada
kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling
banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau
lebih.
c.
Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor
predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat
gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi
lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan
suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d.
Manifestasi klinik
1).
Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini
mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2).
Akibat rasa sakit yang berat terdapat
gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan
gejala glaukoma akut.
3).
Tajam penglihatan sangat menurun.
4).
Terdapat halo atau pelangi di sekitar
lampu yang dilihat.
5).
Konjungtiva bulbi kemotik atau edema
dengan injeksi siliar.
6).
Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7).
Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang
positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8).
Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9).
Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat
kekeruhan media penglihatan.
10).
Tekanan bola mata sangat tinggi.
11).
Tekanan bola mata antara dua serangan
dapat sangat normal.
e.
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan
peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan
Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f.
Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk
operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap
tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20%
300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
2.
GLAUKOMA KRONIK
a.
Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan
bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b.
Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian
kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c.
Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan
bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata
seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada
stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap,
lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan
tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg
dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam,
dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil.
Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian
nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e.
Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali,
dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin
memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi
ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus
sedikit-sedikit.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1).
Pengkajian
a)
Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi
sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b)
Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)
c)
Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d)
Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit
kepala (glaukoma akut).
e)
Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.
2).
Pemeriksaan Diagnostik
(1)
Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular
(tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau
penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2)
Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV,
massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
(3)
Pengukuran tonografi :
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4)
Pengukuran gonioskopi : Membantu
membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5)
Tes Provokatif : Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika
TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6)
Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji
struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan
retina, dan mikroaneurisma.
(7)
Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8)
EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi,PAK.
(9)
Tes Toleransi Glukosa :
Menentukan adanya DM.
F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang
ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria
hasil :
-
Pasien mendemonstrasikan pengetahuan
akan penilaian pengontrolan nyeri
-
Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
-
Ekspresi wajah rileks
Intervensi :
-
Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
-
Kaji tingkatan skala nyeri untuk
menentukan dosis analgesik
-
Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam
ruangan yang tenang
-
Atur sikap fowler 300 atau
dalam posisi nyaman
-
Hindari mual, muntah karena ini akan
meningkatkan TIO
-
Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
-
Berikan analgesik sesuai anjuran
b.
Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan
status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan
penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil :
-
Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
-
Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa
kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
-
Pastikan derajat/tipe kehilangan
penglihatan
-
Dorong mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
-
Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan,
menikuti jadwal, tidak salah dosis
-
Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan
penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke
subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
-
Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
-
Ansitas b. d
faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
-
Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman
nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
-
Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Diskusikan
kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan
tambahan.
- Dorong pasien untuk
mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
-
Identifikasi sumber/orang yang menolong.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal
sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan,
pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi
yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi, prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
-
Mengidentifikasi hubungan antar
gejala/tanda dengan proses penyakit
-
Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan
tindakan.
Intervensi :
-
Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
-
Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
-
Izinkan pasien mengulang tindakan.
-
Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes
mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan
pemakaian steroid topikal.
-
Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan
nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll.
-
Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
-
Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong,
menggunakan baju ketat dan sempit.
-
Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
-
Tekankan pemeriksaan rutin.
-
Anjurkan anggota keluarga memeriksa
secara teratur tanda glaukoma.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Glaukoma
adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler. Penyakit yang di tandai peninggian tekanan intraokuler ini
disebabkan oleh :
-
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
-
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik
mata atau di celah pupil
B. SARAN
Semoga dengan pembuatan makalah ini, makalah ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya dan dapat di gunakan sebagai pedoman
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
- Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982
- Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.
- Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992
- Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000
- Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998
- Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002
No comments:
Post a Comment