BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak terhadap
kompleknya masalahehatan. Sejalan dengan hal tersebut pelayanan kesehatan juga
mengalami perkembangan akibat meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat.
Apalagi dengan adanya pergeseran budaya yang menyebabkan perubahan pola hidup
yang berdampak terhadap munculnya berbagai penyakit terminal. Penyakit terminal
adalah suatu keadaan yang menurut akal sehat tidak ada harapan lagi untuk
sembuh, salah satu penyakit terminal itu adalah penyakit gagal ginjal (Nugroho,
2000).
Penyakit ginjal merupakan salah satu penyebab paling penting
dari kematian dan cacat tubuh dibanyak negara seluruh dunia. Beberapa penyakit
ginjal dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar: (1) gagal ginjal akut,dimana
seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi akhirnya
membaik mendekati fungsi ginjal normal, dan (2) gagal ginjal kronis, dimana
ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu persatu yang secara
bertahap menurunkan seluruh fungsi ginjal ( Price dan Wilson, 2006).
Dalam penatalaksanaan pasien dengan gagal ginjal akut maupun
kronis dapat dilakukan melalui terapi pengganti ginjal dimana salah satu terpi
pengganti gagal ginjal adalah dilakukannya dialisis yaitu dengan tindakan
hemodialisa. Hemodialisa (HD) adalah cara pengobatan atau prosedur tindakan
untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun yang dilakukan dengan
mengalirkan darah melalui membrane semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini
dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah
kembali ke dalam tubuh.
Dari banyaknya pasien gagal ginjal yang dating berobat ke
rumah sakit, tidak semua penderita dilakukan hemodialisa. Sebagai salah satu
indikasi dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal yaitu dilihat
perubahan berkemihnya pasien gagal ginjal. Menurut Shardjono dkk (2001)
indikasi dilakukan hemodialisa adalah anuria berkepanjangan (>5 hari), namun
pada kenyataan praktek lapangannya tidak hanya pasien gagal ginjal yang
mengalami anuria saja yang dilakukan tindakan hemodialia, tetapi pasien dengan
oliguria pun dapat dilakukan tindakan hemodialisa.
Pasien gagal ginjal yang dilakukan hemodialisa meningkat
setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Indonesia
Renal Registry, yaitu suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan Nefrologi
Indonesia, menjelaskan bahwa pasien hemodialisa tahun 2007 berjumlah 2.148
orang meningkat menjadi 2.260 orang pada tahun 2008 (Setyawan, 2009)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.Pengertian
Hemodialisa adalah pembuangan elemen tertentu dari darah dengan
memanfaatkan perbedaan kecepatan difusi melalui membran semipermeabel.
Hemodialisa dapat disebut pula dengan dialisis ( Harjono, 2002).
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi atau perimeabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini
disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran
semipermeabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semipermeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi ( smeltzer, 20010).
Sedangkan menurut price dan wilson (2006) hemodialisa didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer)
ke dalam dialisat. Dializer juga dapat di pergunakan untuk memindah kan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan
ini di lakukan melalui ultra filtrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan
aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui
membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler,antikoagulansi dan
produksi dializer yang dapat di percaya dan efisien.
B.Tujuan atau Fungsi
Menurut
price dan wilson (2006)tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1) Menggantikan
fungsi ginjal dalam fungsi eksekresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme yang
lain
2) Menggantikan
fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya di keluar kan
sebagai urin saat ginjal sehat
3) Meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
4) Menggantikan
fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
c.Indikasi
Menurut konsesus Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15
mL/menit,LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG
kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut
seperti edema paru,hiperkalemia,asidosis metabolic berulang,dan nefropatik
diabetic.
Pada umumnya indikasi dari terapi
hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG)
sudah kurang dari 5 mL/menit,sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah:
a. Keadaan
umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum
>6 mEq/L
c. Ureum
darah > 200 mg/DL
d. Ph
darah <7,1
e. Oliguria
atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)
f. Fluid overloaded (
Shardjono dkk,2001)
d. Kontra Indikasi
Menurut Price dan Wilson (2006) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor,penyakit stadium terminal,dan
sindrom otak organic.Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa,akses vaskuler sulit,instabilitas hemodinamik dan koagulasi.Kontra
indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit Alzheimer,demensia
multi infark,sindrom hepatorenal,sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut ( PERNEFRI ,2003).
2.1.4. Volume
Urin
Volume urin normal 24 jam pada orang
dewasa antara 1500 sampai 1600 ml. ini tergantung pada masukan cairan dan
kehilangan cairan melalui jalan lain (terutama keringat, yang tanpa
demam,tergantung pada aktivitas fisik dan suhu luar).
Menurut potter dan perry (2005) jumlah
haluaran urin bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume
urin yang terbentuk pada malam hari sekitar setengah dari jumlah urin yang
terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan penurunan metabolism.
Pada individu yang sehat asupan air yang berada dalam makanan dan cairan
seimbang dengan haluaran air di dalam urin, feses, dankehilangan air yang tidak
kasat mata melalui keringat dan pernafasan.
Suatu perubahan yang jelas dalam
pengeluaran urina dapat menjadi tanda yang menonjol pada penyakit ginjal.
Diantaranya adalah anuria dan oliguria.
a. Anuria
Volume
urin yang dikeluarkan kurang dari 100 ml selama 24 jam Smeltzer (2006).
b. Oliguria
Volume
urin yang dikeluarkan antara 100-400 ml selama 24 jam Smeltzer (2006).
e. Prinsip
dasar hemodialisa
Menurut PERNEFRI
(2003), prinsip-prinsip cuci darah adalah menmpatkan darah berdampingan
dengan cairan pencuci (dialisa) yang dipisahkan oleh suatu membran tipis
(membrane semi permeable).
Membran ini dapat dilalui oleh air, zat sampah dan zat
lain,sehingga terjadi prosesyang berpindahnya bahan atau zat dan air melalui
membrane semi permeable. Dalam kegiatan dialysis menurut sukandar (2006)
tersebut terjadi 3 proses:
1. Proses diffuse:
berpindahnya zat karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam cairan
dialisat. Makin tinggi kadar zat di dalam darah makin banyak zat pindah ke
dialisat.
2. Proses ultrafiltrasi:
pindahnya zat dan air karena perbedaan tekanan hidrostatis di dalam darah dan
dialisat.
3. Proses osmosis
: berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolitas darah dan
dialisat, luasnya membrane yang memisahkan ruangan/ kompartemen darah dari
kompartemen dialisat akan mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah,
demikian pula daya saring membran.
Cara pelaksanaan Hemodialisa
Pada
proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke
dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan
selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh.
Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari
tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh.
Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. ?Sebelum melakukan
proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital
pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis.
Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan
didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang
darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah
ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua
terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.?Pada proses
hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya
melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari
komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan
memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan
yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan
dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan
racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin Hd berfungsi
untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke
dalam tubuh.
C. PERALATAN
1.
Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini
terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.
Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan
potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2.
Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath”
adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum
normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan
kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu
besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal.
Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik,
khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman
secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat
variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3.
Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian
tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat
memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat
pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan
tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4.
Asesori Peralatan
Piranti keras yang
digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus
untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran
darah.
5.
Komponen manusia
6.
Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian
pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat
sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai
melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa
(AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter
15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua
lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau
femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.
Jika akses
vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai
darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:
jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula
atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang
di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan
normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus
untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes,
dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau
sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah
komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen
darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti
ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda
pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah
melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah
dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut,
meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan
dan menggunakan ulang dialiser. Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan
teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker
pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang
melakukan hemodialisis.
E. Pedoman
Pelaksanaan Hemodialisa
1.
Perawatan sebelum hemodialisa
Ø Sambungkan
selang air dengan mesin hemodialisa
Ø Kran air
dibuka
Ø Pastikan
selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
Ø Sambungkan
kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
Ø Hidupkan
mesin
Ø Pastikan
mesin pada posisi rinse selama 20 menit
Ø Matikan
mesin hemodialisis
Ø Masukkan
selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
Ø Sambungkan
slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
Ø Hidupkan
mesin dengan posisi normal (siap)
2.
Menyiapkan sirkulasi darah
Ø Bukalah
alat-alat dialysis dari set nya
Ø Tempatkan
dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi
“outset” (tanda biru) di bawah.
Ø Hubungkan
ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
Ø Hubungkan
ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble
tap di holder dengan posisi tengah..
Ø Set infus
ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
Ø Hubungkan
set infus ke slang arteri
Ø Bukalah
klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
Ø Memutarkan
letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas,
tujuannya agar dializer bebas dari udara.
Ø Tutup klem
dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
Ø Buka klem
dari infus set ABL, VBL
Ø Jalankan
pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
Ø Isi
bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
Ø Berikan
tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer,
dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
Ø Lakukan
pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada
botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
Ø Ganti kalf
NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
Ø Sambungkan
ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
Ø Hidupkan
pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer
reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
Ø Kembalikan
posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
Ø Hubungkan
sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk
dihubungkan dengan pasien )soaking.
3.
Persiapan pasien
Ø Menimbang
berat badan
Ø Mengatur
posisi pasien
Ø Observasi
keadaan umum
Ø Observasi
tanda-tanda vital
Ø Melakukan
kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah
satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
-
Dengan interval A-V shunt / fistula simino
-
Dengan external A-V shunt / schungula
-
Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi
Hasil
Hasil dari
tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang
dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil
segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan
kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah
dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1.
Ketidakseimbangan cairan
a.
Hipervolemia
b.
Ultrafiltrasi
c.
Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d.
Hipovolemia
e.
Hipotensi
f.
Hipertensi
g.
Sindrom disequilibrium dialysis
2.
Ketidakseimbangan Elektrolit
a.
Natrium serum
b.
Kalium
c.
Bikarbonat
d.
Kalsium
e.
Fosfor
f.
Magnesium
3.
Infeksi
4.
Perdarahan dan Heparinisasi
5.
Troubleshooting
a.
Masalah-masalah peralatan
b.
Aliran dialisat
c.
Konsentrat Dialisat
d.
Suhu
e.
Aliran Darah
f.
Kebocoran Darah
g.
Emboli Udara
6.
Akses ke sirkulasi
a.
Fistula Arteriovenosa
b.
Ototandur
c.
Tandur Sintetik
d.
Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
H. Proses
Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian Pre HD
- Riwayat penyakit, tahap penyakit
- Usia
- Keseimbangan cairan, elektrolit
- Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
- Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
- Respon terhadap dialysis sebelumnya.
- Status emosional
- Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
- Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
- Tekanan darah: hipotensi
- Keluhan: pusing, palpitasi
- Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
I. Diagnosa
Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa
Pre HD
1.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi.
2. Cemas
b.d krisis situasional
Intra HD
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
2.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan
pada dialysis, sifat kronis penyakit
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Post HD
1.
Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan
2.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemodialisa adalah pembuangan elemen
tertentu dari darah dengan memanfaatkan perbedaan kecepatan difusi melalui
membran semipermeabel. Hemodialisa dapat disebut pula dengan dialisis (
Harjono, 2002).
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi atau perimeabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini
disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran
semipermeabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semipermeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi ( smeltzer, 20010).
Sedangkan menurut price dan wilson (2006) hemodialisa didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer)
ke dalam dialisat
3.2 Saran
1.Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat memberikan
informasi,pendidikan tentang terapi hemodialisa khususnya penderita gagal
ginjal.Selain itu diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan,perawatan,dan
pengobatan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan serta perlunya memantau
urine pasien selama 24 jam pada pasien gagal ginjal
2.Bagi penderita Gagal Ginjal
Pada penderita gagal ginjal diharapkan
dapat mematuhi prosedur pengobatan dan terapi hemodialisa dari para tim medis
agar tidak mengalami kemunduran kerja ginjal yang lebih parah,dan mempercepat
penyembuhan
DAFTAR
PUSTAKA
Efendi.(2003).Nefrologi Klinik,Tata Laksana Gagal Ginjal
Kronik.FK Unsri.Palembang
Mansjoer,Arif,dkk.(2000).Kapita Selekta Kedokteran.FKUI Jakarta :
Media Aesculapius
Setyawan.(2009).http//:www.blogspot.Hemodialisa.com.Terapi
dialisis.diakses tanggal 28 November 2011
Smeltzer
C.Suzanne.(2002).Buku Ajar Medikal Bedah
Brunner & Sudarth Vol II Jakarta:EGC
No comments:
Post a Comment