A. Latar Belakang Masalah
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan
ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal. Bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus
seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. Meskipun
penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu
dengan yang lain (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan data US Renal Data System tahun 2000, diabetes
dan hipertensi bertanggung jawab terhadap proporsi ESRD yang paling besar,
terhitung secara berturut-turut sebesar 34% dan 21% dari total kasus. Sedangkan
pada tahun 1967, glomerulunefritis kronik dan pielonefritis kronik merupakan
penyebab dari dua pertiga kasus ESRD (Price dan Wilson, 2006). Melihat hal
tersebut,
penting untuk mengetahui hubungan antara diabetes dan hipertensi
terhadap gagal ginjal,sehingga kejadian gagal ginjal dapat dikurangi.
B. Definisi Masalah
Seorang laki-laki berusia 60 tahun memiliki keluhan utama
badan lemas, kadang berkunang-kunang, dan sering mual sejak 1 bulan.
Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita diabetes melitus
sejak 4 tahun lalu, berobat tidak teratur; pasien sering mengeluh nyeri
pinggang kiri sejak 2 tahun lalu; sejak 1 tahun lalu BAK sering mengejan, rasa
tidak puas setelah BAK, BAK 4-5 gelas perhari.
Pemeriksaan fisik : tensi 170/100 mmHg, nadi 110 /menit,
napas 24 /menit, suhu 36,7 C
Pemeriksaan laboratorium : Hb 8,2 g/dl, lekosit 5400 /ul,
trombosit 150.000 /ul, ureum 150 mg/dl, kreatinin 8,4 g/dl, kalium 6,5 mmol/L,
asidosis metabolik.
C. Tujuan Penulisan
Dengan tulisan ini diharapkan mahasiswa mampu mengenali
penyakit gagal ginjal kronik dan beberapa penyebabnya.
D. Hipotesis
Pasien di atas kemungkinan menderita gagal ginjal kronik
dengan faktor penyebab diabetes melitus dan hipertensi.
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ren (ginjal) berjumlah sepasang terletak di bagian dorsal
abdomen, di kanan dan kiri columna vertebralis, ditutupi peritoneum dan
dikelilingi oleh jaringan pengikat dan lemak. Bentuk ren menyerupai kacang
dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus renalis
tempat masuk atau keluarnya pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan
ureter. Besar dan berat ren sangat bervariasi, tergantung jenis kelamin, umur
serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain (Budianto, 2005).
Ren dibagi menjadi 2 bagian, yaitu cortex renalis dan
medulla renalis. Di dalam cortex terdapat pars convulata dan pars radiata
sedangkan di dalam medula terdapat piramys dan collumna renalis bertini. Pars
convulata berisi korp. Maslphigi Renalis, tub. Kontortus proksimal, tub.
Kontrotus distal, Arkus Tubulus Kolektivus. Pars radiata terdiri dari dari Tub.
Rektus Proksimal, Segmen tebal lengkung Henle, Tub. Kolektivus.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ren yang terdiri
dari kapsula bowman yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus contortus
proximal, lengkung henle, dan tubulus contortus distal yang mengosongkan diri
ke ductus collectivus. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh
difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli renalis zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh
mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Kemudian urin ditampung di ductus
collectivus yang selanjutnya akan disalurkan ke pappila bellini, lalu masuk
calyx minor, calyx mayor, pelvis renalis dan akhirnya masuk ureter untuk
disalurkan ke vesika urinaria (Budianto, 2005; Purnomo, 2008).
Selain berfungsi sebagai filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi
sisa metabolisme, ginjal juga memiliki peran mensintesis dan mengaktifkan
hormon. Renin dihasilkan sel JG berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah. Eritropoietin berfungsi merangsang produksi eritrosit oleh sumsum
tulang. 1,25-dihidroksivitamin D3 merupakan hidroksilasi akhir vitamin D.
Prostaglandin sebagai vasodilator untuk melindungi iskemik ginjal (Guyton,1997;
Ganong, 1998).
Diabetes Melitus
Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme berupa
hilangnya toleransi glukosa.
Klasifikasi
Diabetes melitus disebabkan oleh defisiensi insulin relatif
atau absolut. Pada diabetes tipe I atau Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM) terdapat defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh
autoimun atau idiopatik. Sedangkan diabetes tipe II atau Non Insulin
Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin bersifat relatif dengan
kadar insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat, yang
disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin pada reseptor. Kelainan ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsik. Selain tipe I dan tipe II, masih ada lagi
jenis lain dari diabetes seperti MODY, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, antibodi insulin,
gestasional Dm (Mansyoer, 2007; Tjokronegoro, 2002).
Gambaran klinis
Manifestasi klinis dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Diagnosis awal dengan gejala khas berupa polifagia,
poliuria, polidipsia, lemas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas.
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, pruritas vulva pada wanita (Mansyoer, 2007).
Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi
glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat
badan yang menurun cepat, dll. ((Mansyoer, 2007; Hadley, 2000).
Hipertensi
Definisi
Sampai saat ini tidak ada kesatuan pendapat mengenai
definisi hipertensi. Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih
dari 140/90 mmHg (Tagor, 2003).
Etiologi
Selama ini dikenal 2 jenis hipertensi, yaitu hipertensi
primer yang penyebabnya tidak diketahui mencakup 90% dari kasus hipertensi, dan
hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui. Penyakit yang dapat menyebabkan
hipertensi antara lain penyakit ginjal, penyakit endokrin, sters akut,
obat-obatan, kelainan neurologi, dan lain-lain (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Gambaran klinis
Hipertensi baru menimbulkan gejala apabila sudah menimbulkan
kelainan pada organ tertentu dalam tubuh. Hipertensi didiagnosis dengan
pengukuran tekanan darah.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi anatara lain :
1. retinopati hipertensif
2. penyakit kardiovaskular
3. penyakit serebrovaskular
4. penyakit ginjal seperti
nefrosklerosis (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Gagal Ginjal Kronik
Definisi
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal
mempertahankan fungsi normalnya untuk mempertahankan volum dan komposisi cairan
tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah
berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron (Chandrasoma, 2006; Price dan
Wilson, 2006).
Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik tersering dibagi menjadi 8
kelas :
1. infeksi tubulointerstisial
: pielonefritis kronik
2. peradangan :
glomerulunefritis
3. hipertensi :
nefrosklerosis, stenosis arteri renalis
4. gangguan jaringan ikat :
LSE, sklerosis sistemik
5. kongenital : penyakit
ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. metobloki : diabetes
melitus, gout, dll
7. nefropati toksik :
nefropati timah
8. nefropati obstruktif : batu
ginjal, hiperplasi prostat, tumor (Reilly, 2005)
Patofisiologi dan Gambaran Klinis
Berdasar hipotesis Bricker, bila nefron terserang penyakit,
maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Dari hipotesis ini fatofisiologi gagal ginjal kronis dapat
diuraikan.
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi
menjadi 3 stadium. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN masih normal, dan pasien asimtomatik.
Penurunan jumlah nefron yang normal masih dapat dikompensasi oleh nefron yang
lain yang masih utuh. Sisa nefron tersebut mengalami hipertrofi dalam usahanya
untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan
filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun GFR untuk seluruh massa nefron turun di bawah normal.
Stadium kedua disebut stadium insufisiensi ginjal. Pada
stadium ini sudah terjadi kerusakan nefron lebih dari 75%. Pada tahap ini kadar
BUN baru mulai meningkat, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat, azotemia
biasanya ringan. Fleksibilitas baik ekskresi maupunnkonservasi zat terlarut dan
air menjadi berkurang. Hilangnya kemampuan mengencerkan dan memekatkan urin
menyebabkan berat jenis urin tetap 1,010 dan merupakan penyebab gejala poliuria
dan nokturia.
Stadium ketiga disebut stadium akhir atau uremia. ESRD
terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10%
dari normal. Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok. Pasien mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien
menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus.
Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala
yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis
dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan
ekskresi, kelainan volum cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa,
retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan
oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang merupakan gabungan
kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna, dan kelainan lainnya
(Price dan Wilson, 2006).
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ,
kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
1.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
1.
Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostate
1.
Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1.
Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2.
Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti
epoetin alfa bila terjadi anemia.
3.
Dialisis
4.
Transplantasi ginjal (Ners, 2007)
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas didapatkan seorang laki-laki berumur 60
tahun memiliki keluhan utama badan terasa lemas, kadang berkunang-kunang, dan
sering mual. Keluhan pasien tersebut masih sangat umum dan belum bisa
ditentukan penyebabnya. Berdasar anamnesis, paisen kesulitan buang air kecil
(BAK) dan menderita DM sejak 4 tahun lalu dan tidak berobat dengan teratur.
Dari keterangan ini, maka alur berpikir menjadi terfokus pada fungsi ginjal.
Berikut ini tabel yang menyajikan tentang pemeriksaan fisik
dan laboratorium pasien :
Variabel
|
Nilai Normal
|
Hasil Pemeriksaan
|
Interpretasi
|
Tekanan
darah
|
Normal
< 120/80 mmHg, prehipertensi 120-139/80-89 mmHg, hipertensi >139/89
mmHg
|
170/100
mmHg
|
Hipertensi
|
Frekuensi
nadi
|
60-100
/menit
|
110
/menit
|
Takikardi
|
Frekuensi
napas
|
16-20
/menit
|
24
/menit
|
Takipneu
|
Suhu
|
36,5-37,5
C
|
36,7
C
|
Normal
|
Hemoglobin
|
Laki-laki
13-18 g/dl
|
8,2
g/dl
|
Anemia
|
Lekosit
|
4500-11000
/cc
|
5400
/cc
|
Normal
|
Trombosit
|
150.000-350.000
|
150.000
|
Normal
|
Ureum
|
Laki-laki
10-38 mg/dl
|
150
mg/dl
|
Uremia
|
Kreatinin
|
Laki-laki
0,6-1,3 mg/dl
|
8,4
mg/dl
|
Meningkat
|
Kalium
|
3,5-5,2
meq/l
|
6,5
meq/l
|
Hiperkalemia
|
Keasaman
darah
|
pH
7,35-7,45
|
<
7,35
|
Asidosis
metabolik
|
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
uremia, peningkatan kreatinin plasma, hiperkalemia, takikardi, takipneu,
hipertensi, anemia, dan asidosis metabolik. Hasil ini menunjukan telah terjadi
kelainan fungsi ginjal atau gagal ginjal stadium uremia (akhir).
Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi
ion H dan mereabsorbsi bikarbonat, mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam
tubuh dan penurunan bikarbonat. Keadaan ini menyebabkan asidosis metabolik.
Agaknya gejala anoreksia, mual, dan lemas yang ditemukan pada pasien uremia,
sebagian disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala yang sudah jelas akibat
asidosis adalah takipneu atau pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah
pernapasan yang dalam dan berat dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis
dengan membuang CO2.
Lemas dapat pula disebabkan oleh anemia yang diderita
pasien, begitu pula dengan mata berkunang-kunang. Anemia normositik dan
normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik. Hal ini diakibatkan
defisiensi produksi eritropoietin pada nefron yang mengalami kerusakan.
Sedangkan anoreksia dan mual bisa pula disebabkan oleh keracunan ureum yang
tingi dalam tubuh. Hipokalemia akan muncul pada gagal ginjal kronik dini yang
menyertai poliuria, sedangkan pada gagal ginjal kronik tahap akhir, oligouria
menyebabkan hiperkalemia.
Dikatakan bahwa pasien menderita DM sejak 4 tahun yang lalu
dan riwayat hipertensi tidak diketahui. Kemungkinan gagal ginjal kronik yang
dialami pasien disebabkan komplikasi DM dan atau hipertensi. Apalagi pasien
berobat tidak teratur.
DM yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor
terjadinya nefropati diabetikum. Telah diperkirakan bahwa 35-40% pasien DM tipe
1 akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15-25 tahun setelah
awitan diabetes. Sedang DM tipe 2 lebih sedikit. DM menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam berbagai bentuk dan dapat dibagi menjadi 5 stadium.
Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa
akan dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal
hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini
diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan
difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan membran
basalin kapiler. Bila penebalan semaklin meningkat dan GFR juga semakin
meningkat, maka masuk ke stadium 2.
Pada stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami
beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang
menetap, dan terjadi hipertensi. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan
penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui. Stadium 5,
adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma
disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Penyebab lain gagal ginjal pada pasien adalah hipertensi.
Namun, penyebab ini tidak bisa ditetapkan pada pasien karena riwayat hipertensi
tidak diketahui. Dan telah diketahui bahwa hipertensi dan gagal ginjal
membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal,
sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi. Karena alasan
inilah, terkadang seorang ahli nefrologi kadang mengalami kesulitan dalam
menentukan mana yang primer.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak,
ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia
karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi.
Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air
dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin.
Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung
dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat
sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi
tahanan perifer sehingga semakin meningkat.
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ren yang terdiri
dari kapsula bowman yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus contortus
proximal, lengkung henle, dan tubulus contortus distal yang mengosongkan diri
ke ductus collectivus. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh
difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli renalis zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh
mengalami sekresi bersama air membentuk urin.
2.
Pasien di atas mengalami uremia, peningkatan kreatinin
plasma, hiperkalemia, takikardi, takipneu, hipertensi, anemia, dan asidosis
metabolik. Hasil ini menunjukan telah terjadi kelainan fungsi ginjal atau gagal
ginjal stadium uremia (akhir).
3.
Pasien menderita DM sejak 4 tahun yang lalu dan riwayat
hipertensi tidak diketahui. Kemungkinan gagal ginjal kronik yang dialami pasien
disebabkan komplikasi DM dan atau hipertensi. Apalagi pasien berobat tidak
teratur. DM yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor terjadinya
nefropati diabetikum.
4.
Dan telah diketahui bahwa hipertensi dan gagal ginjal
membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal,
sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi. Karena alasan
inilah, terkadang seorang ahli nefrologi kadang mengalami kesulitan dalam
menentukan mana yang primer.
SARAN
Setiap orang yang dinyatakan menderita DM sebaiknya berobat
secara teratur dan senantiasa menjaga kadar glukosa pada ambang normal. Bila
hal tersebut tidak dapat dilakukan, dapat menimbulkan berbagai komplikasi,
seperti gagal ginjal. Begitu pula orang yang memiliki tekanan darah tinggi,
sebaiknya merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II.
Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
2.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi.
Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
3.
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
17th . Jakarta: EGC
4.
Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.
5.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th .
New Jersey: Prentice Hall, inc
6.
Joesoef dan Setianto. 2003. Hipertensi Sekunder.
Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
7. Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
1.
Ners. 2007. Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal Kronis. http://arsip.info/kesehatan/pencegahan/penyakit/gagal/ginjal/08_06_03_170045.html
2.
Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed :
3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
3.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
4.
Purnomo, Basuki. 2008. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta :
CV Sagung Seto.
5.
Reilly dan Paerazella. 2005. Nephrology in 30 Days.
Singapore : Mc Graw Hill Education Asia
13. Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 2002. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
1.
Tagor. 2003. Hipertensi Esensial. Dalam : Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
http://ackogtg.wordpress.com/2009/05/27/hubungan-hipertensi-dan-diabetes-melitus-terhadap-gagal-ginjal-kronik/
No comments:
Post a Comment