DASAR-DASAR
KEPERAWATAN 1
“EUTANASIA”
DISUSUN
OLEH : Ahmad
khoiron
DOSEN PEMBIMBING:
Ns.Dian Dwiana, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita ucapkan kepada allah swt
karena atas limpahan rahmat, berkat dan karunianyalah, kami dapat menyusun
makalah Dasar-Dasar Keperawatan yang berjudul Eutanasia. Makalah ini disusun
dengan menggunakan metode pustaka atau metode literature yaitu mendapatkan
bahan-bahan atau sumber-sumber dari buku-buku dan internet.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa lain yang inggin melaksanakan penelitian atau melakukan pengkajian
untuk makalah dengan jenis yang sama dan menjadi sumber ataupun bahan yang
akurat dan berimbang untuk di jadikan sebagai literature atau dokumen.
Ucapan
terimah kasih penulis ucapkan kepada Ns. Dian dwiana S.kep, yang telah
membimbing kami di dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini dan ucapan
terimah kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah bekerja
sama dengan baik di dalam penyusunan makalah ini.
Akhir
kata,tak ada gading yang tak retak,begitu juga dengan makalah ini ,kami sangat sadar masih ada hal-hal yang mesti di
perbaiki,oleh sebab itu kritik dan saran diperlukanuntuk perbaikan makalah ini
ke depannya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
1.3
Tujuan………………………………………………………….
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eutanasia…………………………………………
2.2 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pelaksanaannya……………..
2.3 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pemberian Izin………………
2.4 Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia…………………….
2.5 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pandang Tujuan……………..
2.6 Sejarah Eutanasia…………………………………………….
2.7 Hukum Eutanasia Pada Beberapa Negara di Dunia…………
2.8 Aspek Eutanasia……………………………………………..
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................
3.2 Saran........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di suatu negara
di Barat pernah ada lembaga yang melakukan kampanye mati sukarela
"kematian sukarela" (euthanasia) terhadap kaum manula. Siapa saja
yang mau meninggal, bisa segera mendaftar, kemudian tinggal menunggu waktu
eksekusinya.
Menurut mereka,
para aktivis kedokteran harus berhenti memainkan peranan tradisionalnya sebagai
penyelamat kehidupan, kalau memang si pasien ternyata berusia lanjut serta
hanya akan membebani masyarakat saja.
Membunuh bisa
dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai kini
masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum,
kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian
tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan
modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba.
Banyak argumen
anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau sekuler,
bahwa setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil hidup
seseorang dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang
cacad menekankan bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa
beberapa orang cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial,
kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi. Orang cacad sering lebih mudah
dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed consent akan menjadi
formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan merasa bahwa mereka
adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara umum, argumen
anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk hidup, bukan
menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.
Asal
Usul Kata Eutanasia
Kata
euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu “eu’ (baik) dan ‘thanatos”(maut,
kematian) yang apabila digabungkan berarti ‘kematian yang baik”.Hippokrates
pertama kali menggunakan istilah” euthanasia” ini pada “sumpah Hippokrates”
yang ditulis pada masa 300-400 SM.
Sumpah
tersebut berbunyi : ”saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang
mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu.”
Dalam
sejarah hukum inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat “bunuh
diri” ataupun “membantu pelaksanaan bunuh diri” tidak diperbolehkan.
Eutanasia
dalam dunia modern
Sejak
abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di
wilayah Amerika Utara dan Eropa, pada tahun 1828 undang-undang anti euthanasia
mulai diberlakuka di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian
diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian, Setelah masa perang saudara,
beberapa advokat dan doktermendukung dilakukannya euthanasia secara sukarela
di
Amerika
Eutanasia
agresif dinyatakan illegal di banyak Negara bagian di amerika. Saat ini
satu-satunya Negara bagian di amerika yang hukumnya secara eksplisit
mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)
mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997
melegalisasikan kemungkinan dilakukannya euthanasia dengan memberlakukan UU
ttentang kematian yang pantas ( Oregon Death with Dignity Act). Tetapi
undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.
Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18
tahun ke atas boleh minta bantuan untuk
bunuh diri, jika mereka diperkirakan meninggal dalam enam bulan dan keinginan
ini harus diajukan sampai tiga kali, dimana dua kali secara lisan (dengan
tenggang waktu 15 hari diantaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua
saksi dimana salah-satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan
pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis
serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam
keadaan gangguan mental. Hokum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan
pasien untuk mengakhiri kehidupannya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap
asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan
ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum
jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab
dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negara bagian ini. Mungkin
saja nanti hasilnya sama dengan UU Northern Terriotory di Australia. Bulan
Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun
1999.
Sebuah
lembaga jajak pendapat terkenal yaitu polling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
Di
Indonesia
Berdasarkan
hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa
yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun”.Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan
359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita memang
tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.
Ketua
umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam
suatu pernyataaannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia
atau ‘pembunuhan tanpa penderitaan’ hingga saat ini belum dapat diterimah dalam
nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga
saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hokum
positif yang masih berlaku yakni KUHP.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Permasalahan
yang dikaji penulis yaitu dengan membandingkan kasus euthanasia yang terjadi
ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya, pemberian izin dan tujuan. Selain itu
akan dibahas euthanasia ditinjau dari
sudut hokum pidana di Indonesia, kesehatan dan agama.
1.3
TUJUAN
1.
Memahami tentang pengertian euthanasia
2.
Memahami euthanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
3.
Memahami euthanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
4.
Memahami euthanasia ditinjau dari sudut tujuan
5.
Memahami euthanasia ditinjau dari sudut pandang kesehatan, hukum pidana
Indonesia dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Eutanasia
Eutanasia
berasal dari bahasa yunani, eu yang artinya “baik”, dan “:thanatos” yang
berarti kematian),jadi euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia
atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan
suntikan yang mematikan.
Euthanasia
sering disebut juga kematian yang baik atau kematian yang bahagia.ini ditujukan
untuk mengakhiri kehidupan seseorang (manusia) yang dilakukan orang lain untuk
mencegah rasa sakitdalam penderitaan yang berkepanjangan. Ada dua bentuk dasar
euthanasia,(1) Sukarela. Seorang pasien yang mati secara perlahan-lahan adalah
menyakitkan. Oleh sebab itu, seorang pasien meminta bantuan untuk mempercepat
proses kematiannya.ini berarti dibantu bunuh diri.(2) bukan sukarela,ini
berarti menyebabkan kematian seseorang yang tidak mampu lagi meminta tolong
untuk mengalami kematian. Hal ini termasuk bayi dan orang yang dalam keadaan
koma (sekarat). Orang-orang yang mendukung euthanasia mengatakan bahwa jika
seseorang tidak normal atau tidak memiliki kehidupan yang produktif, dia
seharusnya dibunuh saja.Tetapi apakah itu normal? Siapakah yang berhak berkata
apakah kehidupan yang produktif itu? Ada banyak contoh orang yang tidak normal,
tetapi hidup bahagia berguna. Bayi-bayi yang lahir cacat, orang yang lanjut usia, orang sakit, orang
yang terganggu mentalnya adalah target euthanasia. Ketika kita mengambil
keputusan untuk hidup atau mati diluar khendak Allah atau menyerahkan ke tangan
manusia yang tidak sempurna, maka banyak masalah yang akan terjadi.
2.2
Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pelaksanaannya
Ditinjau
dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
euthanasia agresif, euthanasia non agresif, dan euthanasia pasif.
Ø Euthanasia
agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja
yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat
atau mengaakhiri hidup seorang pasien.eutanasia agresif dapat dilakukan dengan
pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui
suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
Ø Eutanasia
non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai euthanasia negative,yaitu kondisi dimana seorang pasien
menolak secara tegas dan dengan sadar
untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara
resmi dengan membuat sebuah “codicil”( pernyataan tertulis tangan). Eutanasia
non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik euthanasia pasif atas permintaan
pasien yang bersangkutan.
Ø Eutanasia
pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negative yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian
bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa
contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernafasan,tidak memberikan antibiotika kepada
penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya
dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang
rasa sakit seperti morfin yang disadari
justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan euthanasia pasif seringkali
dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan
euthanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang
mengkhendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga
pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari
pihak rumah sakit untuk membuat “ pernyataan pulang paksa”.Meskipun akhirnya
meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensife
medis.
2.3.Eutanasia
Ditinjau dari Sudut Pemberian Izin
Ditinjau
dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan menjaddi tiga yaitu
Ø Eutanasia
diluar kemauan pasien : yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan
dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan euthanasia semacam ini
dapat disamakan dengan pembunuhan.
Ø Eutanasia
secara tidak sukarela : Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun
juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali
dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat
controversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil
keputusan bagi si pasien.
Ø Eutanasia
secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini
juga masih merupakan hal controversial.(Wikipedia,2011).
2.4
Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia
Sebagai
salah satu metode medis, maka eutanasiapun juga memiliki standar prosedur
tertentu. Berdasarkan Franson, metode dasar
eutanasia terbagi menjadi fisik dan kimia.
a.
Prosedur Standar Eutanasia Fisik
Eutanasia
secara fisik, dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan fisik secara
langsung kepada objek yang akan di-eutanasia. Eutanasia secara fisik ini lazim
diterapkan kepada hewan, untuk penerapannya terhadap manusia masih belum pernah
dilaporkan. Terdapat beberapa jenis teknik eutanasia secara fisik,
yaitu:
Ø Cervical
dislocation (pemutaran leher) merupakan metode eutanasia untuk burung atau
hewan dengan bobot <125 gr, kelinci dan rodensia dengan BB 125 gr – 1 kg. Hewan yang akan dimatikan harus dalam
keadaan telah dianaestesi dan tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan
sadar. Metode ini tidak diperbolehkan untuk meng-eutanasia kelinci atau
rodensia dengan BB > 1 kg, anjing, kucing, ternak potong (Gambar 1).Gambar
1. Cervical Dislocation (Franson, www.nwhc.usgs.gov).Teknik ini sangat efektif,
cepat, murah dan efek terhadap tes diagnostic sangat rendah.
Ø Decapitation
(perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan memotong
kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan tujuan untuk memutus
kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang diperbolehkan untuk di-decapitation
sama dengan pada cervical dislocation.
Ø Stunning
& exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak bagian
tengah tengkorak agar hewan menjadi
tidak sadar diikuti penyembelihan untuk mengeluarkan darah dengan memotong
pembuluh darah utama di bagian leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan
pada hewan potong (www.las.rutgers.edu) serta hanya bias dioperasikan apabila
tes diagnostik pada otak tidak diperlukan.
Ø Captive
bolt atau gunshot (www.las.rutgers.edu dan Rietveld, www.gov.on.ca), merupakan
metode yang umum dipergunakan di rumah potong hewan utamanya kuda, ruminansia
dan babi Hewan dimatikan dengan jalan
menembak langsung kepalanya apabila otaknya diperlukan untuk tes
diagnostik maka penembakan dilakukan di leher. Pelaksanaannya memerlukan
seorang ahli agar tercapai kematian yang ,manusiawi selain untuk keamanan.
b.
Prosedur Standar Eutanasia Kimia
Eutanasia
Kimia yaitu memasukkan agen toksin ke dalam tubuh dengan suntikan atau inhalasi.
Ø Prosedur
Anaesthesi Inhalasi
Prosedur
inhalasi hanya boleh dilakukan oleh operator yang telah mendapat ijin untuk
menggunakan bahan kimia karena material yang akan digunakan sangat berbahaya
bagi manusia.
Ø Inhalasi
ditujukan untuk mematikan hewan dengan bobot < 7kg. Agen inhalasi yang dipilih
harus menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun agen yang diperbolehkan
adalah halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous oxide karena nonflammable
dan nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat, magnesium sulfat, KCl
(www.ahn.umn.edu). Sedangkan agen inhalassi yang tidak boleh dipergunakan
adalah Chloroform, gas hydrogen sianida, CO, Chloral hidrat, striknin.
(www.las.rutgers.edu dan Franson, www.nwhc.usgs.gov). Meskipun demikian pada
kenyataannya CO, chloroform maupun ether masih tetap dipergunakan terutama
apabila jumlah hewan yang akan
dieuthasia banyak. , umum dilakukan untuk eutanasia burung mencit atau
tikus dalam jumlah banyak dengan jalan meletakkan hewan pada kotak yang
tertutup plastic yang dialiri gas CO2 secara bertahap. Agen inhalasi juga bisa dicelupkan
dan diletakkan di dalam kotak sampai hewan tidak sadar dan mati.Eutanasia pada
Tikus atau Mencit pada Tabung yang Dialiri Gas CO2 (www.ahn.umn.edu).
Ø Inhalasi
dosis lethal umum diberikan pada hewan peliharaan yang sudah tua yang menderita
sakit. Prosedur ini apabila titerapkan pada hewan percobaan kemungkinan besar
akanmempengaruhi hasil akhir penelitian serta karkasnya tidak bias dikonsumsi.
Ø Sedangkan eutanasia kimia dengan teknik suntik, lebih
banyak diterapkan kepada manusia, karena dianggap lebih aman dan lebih
manusiawi. Teknik ini dilakukan dengan cara menyuntikkan zat kimia tertentu ke
dalam tubuh pasien, sehingga pasien tersebut meninggal. Pada beberapa kasus,
eutanasia tidak dilakukan secara langsung, untuk mengurangi efek psikologis
bagi sang eksekutor. Sebagai gantinya,
eutanasia dilakukan dengan mesin eutanasia. Mesin eutanasia ini
digunakan untuk menyuntikkan obat-obatan mematikan dalam dosis tinggi, mesin
ini dilengkapi layar komputer jinjing
untuk memandu pengguna melalui
beberapa tahapan dan pertanyaan guna memastikan bahwa si pengguna telah
benar-benar siap ataskeputusannya
tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan bantuan mesin yang diatur
dari computer. Mesin eutanasia yang digunakan di Australia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Eutanasia_machine_(Australia).)
2.5
Eutanasia Ditinjau dari Sudut Pandang Tujuan
Ditinjau
dari segi tujuannya,eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010),
yaitu:
Ø Eutanasia
berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
Eutanasia
jenis ini, dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya eutanasia jenis ini dilakukan kepada pasien
yang menderita rasa sakit yang amat sangat dalam penyakitnya, sehingga membuat
orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk melakukan
eutanasia.
Ø Eutanasia
hewan
Sesuai
dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusu dilakukan kepada hewan, biasanya
beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit berkepanjangan,
membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk melakukan eutanasia. Pada kasusyang lain, beberapa
kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang meninggal, maka barang-barang
kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk hewan-hewan kesayangannya,
sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan umumya mereka di suntik mati
terlebih dahulu.
Ø Eutanasia
berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
Ø eutanasia
agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien
Ø sendiri.
2.6
Sejarah Eutanasia
Istilah eutanasia pertamakali dipopulerkan oleh Hippokrates
dalam manuskripnya yang berjudul sumpah
Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam supahnya
tersebut Hippokrates menyatakan; "Saya tidak akan menyarankan dan atau
memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk
itu". Dari dokumen tertua tentang
eutanasia di atasa, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang
dimunculkan oleh Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia.
Sejak
abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di
wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undangundang anti
eutanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa
tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia
secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk
di Inggris pada tahun 1935 dan di
Amerika pada tahun 1938 yang
memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian
perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun
Inggris.
Pada
tahun 1937, eutanasia atas anjuran
dokter dilegalkan di Swiss sepanjang
pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.Pada era yang
sama, pengadilan Amerika menolak
beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang
memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai
bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada
tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan
kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di
bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun
gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal
dengan nama Aksi T4 ("Action
T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun
dan para jompo / lansia.
Setelah
dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era
tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap
eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan
secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika. (Wikipedia).
Sebagaimana
kita ketahui, nazi yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler, menganggap bahwa
orang cacat merupakan hambatan terhadap kemajuan suatu bangsa, sehingga secara
besar-besaran nazi melakukan eutanasia secara
paksa kepada semua orang cacat di Berlin, Jerman.
Terdapat
beberapa catatan yang cukup menarik terkait dengan praktek eutanasia di
beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut sedikit uraiannya:
a.
Di India pernah dipraktekkan suatu
kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
b.
Di Sardinia orang tua dipukul hingga
mati oleh anak laki-laki tertuanya di
zaman
purba.
c.
Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang
yang
telah berlaku sejak tahun 1933. Di beberapa Negara Eropa, praktek eutanasia
bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya
sebagai kejahatan khusus.
e.
Di Amerika Serikat, khususnya di
semua Negara bagian mencantumkan
eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah
melanggar hukum di Amerika Serikat.
f.
Satu-satunya Negara yang dapat melakukan
tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah
diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas
dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam
praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi
mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.
2.7
Hukum Eutanasia pada Beberapa Negara di Dunia
Sejauh
ini, eutanasia telah menjadi perdebatan
hangat dan banyak bermunculan kelompok-kelompok yang pro maupun yang kontra
terhadap praktek pencabutan nyawa ini. Di beberapa Negara di dunia, eutanasia telah dilegalkan dan diatur dengan
prosedur-prosedur khusus misalnya diNegara Belanda dan Belgia serta ditoleransi
di Negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss, namun di beberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti
di Spanyol, Jerman dan Denmark termasuk di Indonesia.
a.
Indonesia
Berdasarkan
hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundangundangan yang ada yaitu pada
Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain
atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan
sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian
halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga
dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di Negara
kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.Ketua umum
pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu
pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
"Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang masih
berlaku
yakni KUHP.
b.
Belanda
Pada
tanggal 10 April 2001 Belanda
menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini
dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 [6], yang menjadikan Belanda
menjadi Negara pertama di dunia yang
melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan
tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi
perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal
eutanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan
kriminal.
Sebuah
karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Eutanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor
67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan
eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur
yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan
rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan
menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak
akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk
melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman
selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun
telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda,
dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu
tidak akan dihukum.
c.
Belgia Parlemen.
Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia
pada akhir September 2002. Para
pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan
tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak
dilegalisasikannya tindakan eutanasia diNegara ini, namun mereka juga
mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu
kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia
kini menjadi Negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan
Negara bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai
sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut
menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis
adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan
hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya
d.
Australia
Negara
bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU
yang mengizinkan eutanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak
bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern
Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill"
(UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali
dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat
Australia, sehingga harus ditarik kembali.
e.
Amerika
Eutanasia
agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini
satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit
mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)
mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian
Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan
kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian
yang pantas (Oregon Death with Dignity Act).
Tetapi
undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan eutanasia.
Syarat-syarat
yang diwajibkan cukup ketat, dimana
pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri,
jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini
harus diajukan sampai tiga kali pasien,
dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di
antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki
hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga
mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut
tidak boleh berpengaruh terhadap
asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan
ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum
jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab
dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negarabagian ini. Mungkin saja
nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory diAustralia. Bulan Februari
lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll)
menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
f.
Republik Ceko
Di Republik Ceko eutanasia dinyatakan sebagai
suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai
eutanasia dikeluarkan dari rancangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut,
Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam
rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6
tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum Negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial
tersebut
dihapus dari rancangan tersebut.
g.
Cina
Di
China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi
pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang
Mingcheng" meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap
ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang
melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat
(Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003,
Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada
kemungkinan
untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya
namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia
dalam kesakitan.
2.8
Aspek Eutanasia
Ø ASPEK
HUKUM
Undang-undang yang
tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama
euthanasia, khusunya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan
berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam
aspek hukum , dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan
euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut,
tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau
keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau
rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
Di
Indonesia
Berdasarkan
hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa
yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun”.Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan
359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.
Ketua
umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam
suatu pernyataaannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia
atau ‘pembunuhan tanpa penderitaan’ hingga saat ini belum dapat diterimah dalam
nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga
saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hokum
positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Ø ASPEK
HAK ASASI
Hak asasi manusia
selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum
dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru
dihubungkan dengan adanya pelaanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari
aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam
euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya,
secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila
dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas
dari segala penderitaan yang hebat.
Ø ASPEK ETIKA
Etik berasal
dari kata Yunani ethos, yang berarti ”yang baik, yang layak”. Etik merupakan
morma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi terentu dalam
memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Etik merupakan prinsip yang
menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain.
Etik merupakan studi tentang
perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang
baik dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral
adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah
etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian
tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual,
kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.
Etik juga dapat digunakan untuk
mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat,
prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara
hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana
seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang
terhadap orang lain.
Dari sudut pandang etika, euthanasia
dan aborsi menghadapi kesulitan yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat
mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus
menghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia
kepada suatu tujuan lain.
Dalam etika, prinsip ini sudah lama
dirumuskan sebagai "kesucian kehidupan" (The Sanctity Of Life). Kehidupan
manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana
harus selalu dihormati. Jika kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia
sebagai suci, menjadi sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium
dengan embrio muda, meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula
untuk menerima praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri
kehidupan manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai suatu
tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk dicantumkan juga
dalam sistem hukum beberapa Negara.
Ø ASPEK MORAL
Dalam menilai
masalah euthanasia, perlu disadari bahwa masalah euthanasia amat kompleks.
Masalah euthanasia tidak pernah berdiri sendiri tetapi selalu berkait dengan
soal lain, misalnya sosial, politik dan ekonomi. Di sini, hanya disajikan premis
untuk penilaian euthanasia dari segi moral kehidupan.
a. Pandangan mengenai hidup
Euthanasia pada
dasarnya berkaitan dengan hidup itu sendiri. Pandangan tentang hidup itu sendiri
amat menentukan sikap dan pilihan atas euthanasia. Yang dibahas di sini adalah
pandangan hidup secara etis dan teologis
b. Hidup sebagai anugerah
Banyak peristiwa dalam hidup kita
mengatasi perhitungan dan perencanaan manusia (kemandulan, kesembuhan atau
kematian di luar dugaan) dan menimbulkan keyakinan bahwa hidup itu pada
akhirnya adalah anugerah. Memang manusia meneruskan atau mewariskan kehidupan,
tetapi kehidupan itu sendiri tidak berasal dari padanya, melainkan dalam bahasa
religius dari Tuhan sebagai pencipta dan sumber kehidupan. Dibandingkan dengan
Tuhan, hidup manusia itu kontingen, dapat ada, dapat tidak ada, tetapi memang
de facto ada karena diciptakan Tuhan.
Manusia bukanlah pemilik mutlak dari
hidupnya sendiri. manusia administrator hidup manusia yang harus mempertahankan
hidup itu. Dengan demikian, manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil
atau memutuskan hidup baik hidupnya sendiri maupun hidup orang lain. Euthanasia
adalah bentuk dari pembunuhan tu karena euthanasia mengambil hidup orang lain
atau hidupnya sendiri (Assisted Suicide). Euthanasia menjadi salah satu cermin
di mana manusia ingin merebut hak prerogatif dari Allah sendiri adalah Tuhan
atas kehidupan.
c. Hidup sebagai nilai asasi yang
sangat tinggi.
Dari sekian banyak nilai, kiranya
jelas bahwa hidup merupakan nilai dasar. Tanpa hidup banyak nilai lainnya
menjadi tidak atau kurang berarti. Karena itu, hidup juga merupakan nilai yang
sangat tinggi, bahkan dalam arti tertentu juga nilai tertinggi di antara
nilai-nilai dunia fana. Martabat hidup manusia tidak berubah
meskipun ia berada dalam status “vegetatif” (PVS=Persistent Vegetative Status).
Hidup manusia adalah dasar dari segala sesuatu. Tanpa hidup, manusia tidak
punya apapun, termasuk hak-haknya. Karena itu, hidup manusia adalah hak dasar
dan sumber segala kebaikan. Martabat manusia tidak berubah meskipun dia dalam
keadaan koma. Ia tetap manusia yang bermartabat. Dia bukan
“vegetatif”=tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, ia tetap harus dihormati.
d. Hidup sebagai hak asasi dan nilai
yang harus dilindungi.
Karena hidup merupakan anugerah
dengan nilai asasi dan sangat tinggi, maka hidup merupakan hak asasi manusia
dan karenanya juga harus dilindungi terhadap segala hal yang mengancamnya.
e. Hidup sebagai tugas
Anugerah dan tugas bersifat
korelatif, artinya hidup sebagai anugerah sekaligus berarti hidup
mengembangkannya seutuhnya (menurut segala seginya, seperti biologis, fisik,
psikis, kultural, sosial, religius, moral dan seterusnya). Dalam tugas
mengembangkan kehidupan tersirat tanggung jawab dan hak untuk mempergunakan
sarana-sarana yang perlu atau bermanfaat untuk memenuhi tugas itu
sebaik-baiknya.
f. Pandangan mengenai Penderitaan dan
Kematian
Selain berkaitan dengan kehidupan,
euthanasia juga berurusan dengan kematian. Maka perlu diperhatikan pula
pandangan tentang kematian.
g. Penderitaan sebagai beban atas
anugerah hidup
Hidup memang anugerah, tetapi tak
jarang anugerah ini dibebani kekurangan kualitas kehidupan berupa penderitaan. Memang
penderitaan juga dapat mempunyai segi positif dan nilainya, tetapi secara
manusiawi penderitaan pertama-tama dirasakan sebagai beban. Menurut ajaran
kristiani, rasa sakit, terutama pada waktu meninggal, dalam rencana
penyelamatan Allah mendapat makna khusus. Penderitaan merupakan partisipasi
dalam penderitaan Kristus dan menghubungkan dengan kurban penebusan.
Mati
dan kematian sebagai keterbatasan anugerah.
Hidup memang anugerah, namun
anugerah yang terbatas. Oleh karena itu hidup harus juga diterima
dalam keterbatasannya yaitu kematian. Keterbatasan sebenarnya bukanlah
keburukan, tetapi seringkali dirasakan sebagai keburukan, meskipun di lain
pihak juga dapat diinginkan sebagai pembebasan. Soalnya sekarang ialah di mana
batas itu, kapan saatnya tiba, sebab manusia dewasa ini makin mampu “menunda”
saat kematian atau “memperpanjang hidup”.
Ø ASPEK
ILMU PENGETAHUAN
Pengetahuan kedokteran
dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk
mencapai kesembuhaan tau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara
ilmu kedokteran hamper tidak ada
kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan,
apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi
hidupnya? Segala upaya yang dilakukan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat
dituduhkkan suatu kebohongan, karena dismapig tidak meembawa pada kesembuhan,
keluarga yang lain akan terseret dalam penguranagan dana.
Ø
ASPEK AGAMA
Kelahiran dan kematian
merupakan hak dari tuhan sehingga tidak ada seorangpun didunia ini yang
mempunyai hak intuk memperpaanjang atau memperpendek umurnya sendiri.
Pernyataan ini menurut ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan
euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar
dan melawan khendak tuhan yaitu
memperpendek umur. Orang yang mengkhendaki euthanasia, walaupun dengan penuh
pendeitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus
asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan tuhan.
Contoh kasus Eutanasia
Kasus Hasan Kusuma-Indonesia
Sebuah
permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 oktober 2004 telah
diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan
istrinya yang bernama Agian Isna naulli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan
disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan
suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan euthanasia
ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus ini merupakan
salah satu contoh bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan
ini akhirnya ditolak Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.Kasus ini merupakan salah-satu contoh bentuk euthanasia yang
diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan negeri
Jakarta pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir
pasien (7 januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
Pembahasan
Ketua Komisi Fatwa MUI
mengeeluarkan fatwa yang haram tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang
untuk meringankan penderitaan sekarat). Eutanasia itu kan pembunuhan,” kata KH
Ma’ruf Amin.
Ketua Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf
Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan
dilakukannya tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan
penderitaan sekarat). “Euthanasia, menurut fatwa kita tidak diperkenankan,
karena itu kan melakukan pembunuhan,”kata KH Ma’ruf
Amin mengatakan MUI
telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan euthanasia
(tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarang).”Euthanasia,
menurut fatwa kita tidak diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan,
“kata KH Ma’ruf Amin. Eutanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif,
menurut fatwa MUI,tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau
menghilangkan nyawa orang lan.Lebih lanjut,KH Ma’aruf Amin mengatakan,
euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Syariah islam
mengharamkan Euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan
sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan
penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien
sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam
masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan.
Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman
Allah SWT:
Ø “dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”(QS Al-An’am :151)
Ø “dan
tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja)..”( QS An-nisaa’ : 92)
Ø “dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa’ : 29)
Dari
dalil-dali diatas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan
Euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk kedalam kategori pembunuhan
sengaja (al qatlu al-‘amad) yang merupakan tindakan pidana (jarimah) dan dosa
besar.
Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif. Pasalnya hal itu tidak sesuai dengan
etika, moral, agama, budaya, serta perundangan-undangan yang ada. Secara etika,
tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki kehidupan seseorang, bukan mencabut
nyawa atau menghentikan hidup seseorang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Euthanasia
adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal,
biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Ditinjau dari cara
pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
Ø Euthanasia
agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja
yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat
atau mengaakhiri hidup seorang pasien.
Ø Eutanasia
non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai euthanasia negative,yaitu kondisi dimana seorang pasien
menolak secara tegas dan dengan sadar
untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Ø Eutanasia
pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negative yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien.
Ditinjau
dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
Ø Eutanasia
diluar kemauan pasien : yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan
dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup.
Ø Eutanasia
secara tidak sukarela : Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun
juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan.
Ø Eutanasia
secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini
juga masih merupakan hal controversial.
C.
Eutanasia Ditinjau dari Sudut Pandang Tujuan
Beberapa
tujuan pokok atau alasan utama
dilakukannya euthanasia antara lain yaitu ;
Ø Hak
moral bagi setiap orang untuk mati terhormat,maka seseorang mempunyai hak
memilih cara kematiannya.
Ø Tindakan
belas kasihan pada seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama adalah
tindakan kebajikan.
Ø Tindakan
belas kasihan kepada keluarga pasien.
Ø Mengurangi
beban ekonomi
Berdasarkan
hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa
yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.Juga
demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan 359 KUHP
yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.
B. SARAN
Agar pembaca lebih meningkatkan ulasan dan kritikan
yang membangun untuk perbaikan ke depannya, makalah Eutanasia ini disusun
berdasarkan informasi-informasi yang ada di internet dan buku,jadi jika
terdapat kekurangan dan kerancuhan dalam penyusunan makalah ini,pembaca
diharapkan dapat mampu memberikan saran dan kritikan yang membangun buat
perbaikan dan kesempurnaan untuk makalah yang sejenis kedepannya.
Selain itu, perpustakaan STIKES TMS diharapkan dapat
menambah koleksi-koleksi bukunya karena penulis kesulitan mendapatkan sumber
atau bahan pembelajaran untuk pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Jawi, M.S. Euthanasia Menurut Hukum Islam.
(Online), ( http://www.khilafah1924.org, diakses 5 November 2011).
Euthanasia.
(Online). (http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses 5 November 2011)
Euthanasia.
(Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia diakses 5 November 2011)
Franson, J.C. 2004. Chapter 5 Euthanasia.(Online),
(http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 5 November 2011).
Nugroho,F. 2008.
Euthanasia Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Solo: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rietveld, R. 2003.
Methods of Euthanasia: On Farm Euthanasia of Cattle and Calves. Animal Care Specialist/OMAF.
(Online), (http://www.gov.on.ca, diakses 5 November 2011 )
Setiatin, E.T. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada
Hewan. Makalah tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.
No comments:
Post a Comment