Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

dasar-dasar keperawatan eutenansia

DASAR-DASAR KEPERAWATAN 1
“EUTANASIA”





DISUSUN OLEH : Ahmad khoiron






DOSEN PEMBIMBING:
Ns.Dian Dwiana, S.Kep









SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012



KATA PENGANTAR

Puji dan  syukur kita ucapkan kepada allah swt karena atas limpahan rahmat, berkat dan karunianyalah, kami dapat menyusun makalah Dasar-Dasar Keperawatan yang berjudul Eutanasia. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka atau metode literature yaitu mendapatkan bahan-bahan atau sumber-sumber dari buku-buku dan internet.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat  bagi mahasiswa lain yang inggin melaksanakan penelitian atau melakukan pengkajian untuk makalah dengan jenis yang sama dan menjadi sumber ataupun bahan yang akurat dan berimbang untuk di jadikan sebagai literature atau dokumen.
Ucapan terimah kasih penulis ucapkan kepada Ns. Dian dwiana S.kep, yang telah membimbing kami di dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini dan ucapan terimah kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah bekerja sama dengan baik di dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata,tak ada gading yang tak retak,begitu juga dengan makalah ini ,kami  sangat sadar masih ada hal-hal yang mesti di perbaiki,oleh sebab itu kritik dan saran diperlukanuntuk perbaikan makalah ini ke depannya.

                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
1.3 Tujuan………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eutanasia…………………………………………
2.2 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pelaksanaannya……………..
2.3 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pemberian Izin………………
2.4 Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia…………………….
2.5 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pandang Tujuan……………..
2.6 Sejarah Eutanasia…………………………………………….
2.7 Hukum Eutanasia Pada Beberapa Negara di Dunia…………
2.8 Aspek Eutanasia……………………………………………..
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................
3.2 Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Di suatu negara di Barat pernah ada lembaga yang melakukan kampanye mati sukarela "kematian sukarela" (euthanasia) terhadap kaum manula. Siapa saja yang mau meninggal, bisa segera mendaftar, kemudian tinggal menunggu waktu eksekusinya.
Menurut mereka, para aktivis kedokteran harus berhenti memainkan peranan tradisionalnya sebagai penyelamat kehidupan, kalau memang si pasien ternyata berusia lanjut serta hanya akan membebani masyarakat saja.
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba.
Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau sekuler, bahwa setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil hidup seseorang dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang cacad menekankan bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa orang cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial, kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi. Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed consent akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan merasa bahwa mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara umum, argumen anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.
Asal Usul Kata Eutanasia
Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu “eu’ (baik) dan ‘thanatos”(maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti ‘kematian yang baik”.Hippokrates pertama kali menggunakan istilah” euthanasia” ini pada “sumpah Hippokrates” yang ditulis pada masa 300-400 SM.
Sumpah tersebut berbunyi : ”saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu.”
Dalam sejarah hukum inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat “bunuh diri” ataupun “membantu pelaksanaan bunuh diri” tidak diperbolehkan.
Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan Eropa, pada tahun 1828 undang-undang anti euthanasia mulai diberlakuka di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian, Setelah masa perang saudara, beberapa advokat dan doktermendukung dilakukannya euthanasia secara sukarela
di Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan illegal di banyak Negara bagian di amerika. Saat ini satu-satunya Negara bagian di amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya euthanasia dengan memberlakukan UU ttentang kematian yang pantas ( Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas  boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari diantaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah-satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental. Hokum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri kehidupannya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negara bagian ini. Mungkin saja nanti hasilnya sama dengan UU Northern Terriotory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu polling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
Di Indonesia                                                                                                                        
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataaannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa  5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau ‘pembunuhan tanpa penderitaan’ hingga saat ini belum dapat diterimah dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hokum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dikaji penulis yaitu dengan membandingkan kasus euthanasia yang terjadi ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya, pemberian izin dan tujuan. Selain itu akan dibahas  euthanasia ditinjau dari sudut hokum pidana di Indonesia, kesehatan dan agama.
1.3 TUJUAN
1. Memahami tentang pengertian euthanasia
2. Memahami euthanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
3. Memahami euthanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
4. Memahami euthanasia ditinjau dari sudut tujuan
5. Memahami euthanasia ditinjau dari sudut pandang kesehatan, hukum pidana Indonesia dan agama.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Eutanasia
Eutanasia berasal dari bahasa yunani, eu yang artinya “baik”, dan “:thanatos” yang berarti kematian),jadi euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Euthanasia sering disebut juga kematian yang baik atau kematian yang bahagia.ini ditujukan untuk mengakhiri kehidupan seseorang (manusia) yang dilakukan orang lain untuk mencegah rasa sakitdalam penderitaan yang berkepanjangan. Ada dua bentuk dasar euthanasia,(1) Sukarela. Seorang pasien yang mati secara perlahan-lahan adalah menyakitkan. Oleh sebab itu, seorang pasien meminta bantuan untuk mempercepat proses kematiannya.ini berarti dibantu bunuh diri.(2) bukan sukarela,ini berarti menyebabkan kematian seseorang yang tidak mampu lagi meminta tolong untuk mengalami kematian. Hal ini termasuk bayi dan orang yang dalam keadaan koma (sekarat). Orang-orang yang mendukung euthanasia mengatakan bahwa jika seseorang tidak normal atau tidak memiliki kehidupan yang produktif, dia seharusnya dibunuh saja.Tetapi apakah itu normal? Siapakah yang berhak berkata apakah kehidupan yang produktif itu? Ada banyak contoh orang yang tidak normal, tetapi hidup bahagia berguna. Bayi-bayi yang lahir cacat,  orang yang lanjut usia, orang sakit, orang yang terganggu mentalnya adalah target euthanasia. Ketika kita mengambil keputusan untuk hidup atau mati diluar khendak Allah atau menyerahkan ke tangan manusia yang tidak sempurna, maka banyak masalah yang akan terjadi.
2.2 Eutanasia Ditinjau Dari Sudut Pelaksanaannya
Ditinjau dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu euthanasia agresif, euthanasia non agresif, dan euthanasia pasif.
Ø  Euthanasia agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengaakhiri hidup seorang pasien.eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
Ø  Eutanasia non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai euthanasia negative,yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar  untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil”( pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik euthanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
Ø  Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negative yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernafasan,tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti  morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan euthanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan euthanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang mengkhendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat “ pernyataan pulang paksa”.Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensife medis.
2.3.Eutanasia Ditinjau dari Sudut Pemberian Izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan menjaddi tiga yaitu
Ø  Eutanasia diluar kemauan pasien : yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan euthanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
Ø  Eutanasia secara tidak sukarela : Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat controversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
Ø  Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal controversial.(Wikipedia,2011).
2.4 Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia
Sebagai salah satu metode medis, maka eutanasiapun juga memiliki standar prosedur tertentu. Berdasarkan  Franson,  metode dasar  eutanasia terbagi menjadi fisik dan kimia.
a. Prosedur Standar Eutanasia Fisik
Eutanasia secara fisik, dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan fisik secara langsung kepada objek yang akan di-eutanasia. Eutanasia secara fisik ini lazim diterapkan kepada hewan, untuk penerapannya terhadap manusia masih belum pernah dilaporkan.  Terdapat  beberapa jenis teknik eutanasia secara fisik, yaitu:
Ø  Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode eutanasia untuk burung atau hewan dengan bobot <125 gr, kelinci dan rodensia dengan BB 125 gr  – 1 kg. Hewan yang akan dimatikan harus dalam keadaan telah dianaestesi dan tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar. Metode ini tidak diperbolehkan untuk meng-eutanasia kelinci atau rodensia dengan BB > 1 kg, anjing, kucing, ternak potong (Gambar 1).Gambar 1. Cervical Dislocation (Franson, www.nwhc.usgs.gov).Teknik ini sangat efektif, cepat, murah dan efek terhadap tes diagnostic sangat rendah.
Ø  Decapitation (perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan memotong kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan tujuan untuk memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang diperbolehkan untuk di-decapitation sama dengan pada cervical dislocation.
Ø  Stunning & exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak bagian tengah tengkorak  agar hewan menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan untuk mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah utama di bagian leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan potong (www.las.rutgers.edu) serta hanya bias dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak tidak diperlukan.
Ø  Captive bolt atau gunshot (www.las.rutgers.edu dan Rietveld, www.gov.on.ca), merupakan metode yang umum dipergunakan di rumah potong hewan utamanya kuda, ruminansia dan babi Hewan dimatikan dengan jalan  menembak langsung kepalanya apabila otaknya diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher. Pelaksanaannya memerlukan seorang ahli agar tercapai kematian yang ,manusiawi selain untuk keamanan.
b. Prosedur Standar Eutanasia Kimia
Eutanasia Kimia yaitu memasukkan agen toksin ke dalam tubuh dengan suntikan atau inhalasi.
Ø  Prosedur Anaesthesi Inhalasi
Prosedur inhalasi hanya boleh dilakukan oleh operator yang telah mendapat ijin untuk menggunakan bahan kimia karena material yang akan digunakan sangat berbahaya bagi manusia.
Ø  Inhalasi ditujukan untuk mematikan hewan dengan bobot < 7kg. Agen inhalasi yang dipilih harus menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun agen yang diperbolehkan adalah halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous oxide karena nonflammable dan nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat, magnesium sulfat, KCl (www.ahn.umn.edu). Sedangkan agen inhalassi yang tidak boleh dipergunakan adalah Chloroform, gas hydrogen sianida, CO, Chloral hidrat, striknin. (www.las.rutgers.edu dan Franson, www.nwhc.usgs.gov). Meskipun demikian pada kenyataannya CO, chloroform maupun ether masih tetap dipergunakan terutama apabila jumlah hewan yang akan  dieuthasia banyak. , umum dilakukan untuk eutanasia burung mencit atau tikus dalam jumlah banyak dengan jalan meletakkan hewan pada kotak yang tertutup plastic yang dialiri gas CO2 secara bertahap. Agen inhalasi juga bisa dicelupkan dan diletakkan di dalam kotak sampai hewan tidak sadar dan mati.Eutanasia pada Tikus atau Mencit pada Tabung yang Dialiri Gas CO2 (www.ahn.umn.edu).
Ø  Inhalasi dosis lethal umum diberikan pada hewan peliharaan yang sudah tua yang menderita sakit. Prosedur ini apabila titerapkan pada hewan percobaan kemungkinan besar akanmempengaruhi hasil akhir penelitian serta karkasnya tidak bias dikonsumsi.
Ø  Sedangkan  eutanasia kimia dengan teknik suntik, lebih banyak diterapkan kepada manusia, karena dianggap lebih aman dan lebih manusiawi. Teknik ini dilakukan dengan cara menyuntikkan zat kimia tertentu ke dalam tubuh pasien, sehingga pasien tersebut meninggal. Pada beberapa kasus, eutanasia tidak dilakukan secara langsung, untuk mengurangi efek psikologis bagi sang eksekutor. Sebagai gantinya,  eutanasia dilakukan dengan mesin eutanasia. Mesin eutanasia ini digunakan untuk menyuntikkan obat-obatan mematikan dalam dosis tinggi, mesin ini dilengkapi layar komputer jinjing  untuk  memandu pengguna melalui beberapa tahapan dan pertanyaan guna memastikan bahwa si pengguna telah benar-benar  siap ataskeputusannya tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan bantuan mesin yang diatur dari computer. Mesin eutanasia yang digunakan di    Australia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Eutanasia_machine_(Australia).)

2.5 Eutanasia Ditinjau dari Sudut Pandang Tujuan
Ditinjau dari segi tujuannya,eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010), yaitu:
Ø  Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
Eutanasia jenis ini, dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya  eutanasia jenis ini dilakukan kepada pasien yang menderita rasa sakit yang amat sangat dalam penyakitnya, sehingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk melakukan eutanasia.
Ø  Eutanasia hewan
Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusu dilakukan kepada hewan, biasanya beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk melakukan  eutanasia. Pada kasusyang lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang meninggal, maka barang-barang kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk hewan-hewan kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan umumya mereka di suntik mati terlebih dahulu.
Ø  Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
Ø  eutanasia agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien
Ø  sendiri.
2.6 Sejarah Eutanasia
Istilah  eutanasia pertamakali dipopulerkan oleh  Hippokrates    dalam manuskripnya yang berjudul sumpah  Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam supahnya tersebut Hippokrates menyatakan; "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dari dokumen tertua tentang  eutanasia di atasa, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia.
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah  Amerika Utara dan di  Eropa Pada tahun 1828 undangundang anti eutanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa  Perang Saudara, beberapa  advokat dan beberapa  dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di  Inggris pada tahun  1935 dan di  Amerika pada tahun  1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun  1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di  Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.Pada era yang sama,  pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun  1939, pasukan  Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama  Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun  1940 dan  1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat  genetika. (Wikipedia).
Sebagaimana kita ketahui, nazi yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler, menganggap bahwa orang cacat merupakan hambatan terhadap kemajuan suatu bangsa, sehingga secara besar-besaran nazi melakukan  eutanasia secara paksa kepada semua orang cacat di Berlin, Jerman.
Terdapat beberapa catatan yang cukup menarik terkait dengan praktek eutanasia di beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut sedikit uraiannya:
a. Di  India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
b. Di  Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di
zaman purba.
c. Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang
yang telah berlaku sejak tahun 1933. Di beberapa Negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
e. Di  Amerika Serikat, khususnya di semua  Negara bagian mencantumkan eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
f. Satu-satunya  Negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.
2.7 Hukum Eutanasia pada Beberapa Negara di Dunia
Sejauh ini,  eutanasia telah menjadi perdebatan hangat dan banyak bermunculan kelompok-kelompok yang pro maupun yang kontra terhadap praktek pencabutan nyawa ini. Di beberapa  Negara di dunia,  eutanasia telah dilegalkan dan diatur dengan prosedur-prosedur khusus misalnya diNegara Belanda dan Belgia serta ditoleransi di  Negara bagian  Oregon di Amerika,  Kolombia dan Swiss, namun di beberapa  Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark termasuk di Indonesia.
a. Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundangundangan yang ada yaitu pada Pasal 344  Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
 Dengan demikian,  secara formal hukum yang berlaku di Negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004  menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih
berlaku yakni KUHP.
b. Belanda
Pada tanggal 10 April  2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April  2002 [6], yang menjadikan Belanda menjadi  Negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal eutanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch  Eutanasia" dalam majalah  Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun  1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun  2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda,  dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

c. Belgia Parlemen.
 Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September  2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan  tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia diNegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia kini menjadi Negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan Negara bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya
d. Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan eutanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995  Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
e. Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah  Negara bagian Oregon, yang pada tahun  1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act).
Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan  eutanasia.
Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat,  dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien,  dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi  dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan  diagnosis penyakit dan  prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap  asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negarabagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory diAustralia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
f. Republik Ceko
Di  Republik Ceko eutanasia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan  Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum  Negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial
tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
g. Cina
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng" meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada
kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.

2.8 Aspek Eutanasia
Ø ASPEK HUKUM
Undang-undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khusunya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum , dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
Di Indonesia                                                                                                                        
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataaannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa  5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau ‘pembunuhan tanpa penderitaan’ hingga saat ini belum dapat diterimah dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hokum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Ø ASPEK HAK ASASI
Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan adanya pelaanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas dari segala penderitaan yang hebat.
Ø ASPEK ETIKA
Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti ”yang baik, yang layak”. Etik merupakan morma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi terentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain.
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan lain.
Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai "kesucian kehidupan" (The Sanctity Of Life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana harus selalu dihormati. Jika kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium dengan embrio muda, meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri kehidupan manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai suatu tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk dicantumkan juga dalam sistem hukum beberapa Negara.
Ø  ASPEK MORAL
Dalam menilai masalah euthanasia, perlu disadari bahwa masalah euthanasia amat kompleks. Masalah euthanasia tidak pernah berdiri sendiri tetapi selalu berkait dengan soal lain, misalnya sosial, politik dan ekonomi. Di sini, hanya disajikan premis untuk penilaian euthanasia dari segi moral kehidupan.
a.    Pandangan mengenai hidup
Euthanasia pada dasarnya berkaitan dengan hidup itu sendiri. Pandangan tentang hidup itu sendiri amat menentukan sikap dan pilihan atas euthanasia. Yang dibahas di sini adalah pandangan hidup secara etis dan teologis
b.    Hidup sebagai anugerah
Banyak peristiwa dalam hidup kita mengatasi perhitungan dan perencanaan manusia (kemandulan, kesembuhan atau kematian di luar dugaan) dan menimbulkan keyakinan bahwa hidup itu pada akhirnya adalah anugerah. Memang manusia meneruskan atau mewariskan kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri tidak berasal dari padanya, melainkan dalam bahasa religius dari Tuhan sebagai pencipta dan sumber kehidupan. Dibandingkan dengan Tuhan, hidup manusia itu kontingen, dapat ada, dapat tidak ada, tetapi memang de facto ada karena diciptakan Tuhan.
Manusia bukanlah pemilik mutlak dari hidupnya sendiri. manusia administrator hidup manusia yang harus mempertahankan hidup itu. Dengan demikian, manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil atau memutuskan hidup baik hidupnya sendiri maupun hidup orang lain. Euthanasia adalah bentuk dari pembunuhan tu karena euthanasia mengambil hidup orang lain atau hidupnya sendiri (Assisted Suicide). Euthanasia menjadi salah satu cermin di mana manusia ingin merebut hak prerogatif dari Allah sendiri adalah Tuhan atas kehidupan.
c.    Hidup sebagai nilai asasi yang sangat tinggi.
Dari sekian banyak nilai, kiranya jelas bahwa hidup merupakan nilai dasar. Tanpa hidup banyak nilai lainnya menjadi tidak atau kurang berarti. Karena itu, hidup juga merupakan nilai yang sangat tinggi, bahkan dalam arti tertentu juga nilai tertinggi di antara nilai-nilai dunia fana. Martabat hidup manusia tidak berubah meskipun ia berada dalam status “vegetatif” (PVS=Persistent Vegetative Status). Hidup manusia adalah dasar dari segala sesuatu. Tanpa hidup, manusia tidak punya apapun, termasuk hak-haknya. Karena itu, hidup manusia adalah hak dasar dan sumber segala kebaikan. Martabat manusia tidak berubah meskipun dia dalam keadaan koma. Ia tetap manusia yang bermartabat. Dia bukan “vegetatif”=tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, ia tetap harus dihormati.
d.    Hidup sebagai hak asasi dan nilai yang harus dilindungi.
Karena hidup merupakan anugerah dengan nilai asasi dan sangat tinggi, maka hidup merupakan hak asasi manusia dan karenanya juga harus dilindungi terhadap segala hal yang mengancamnya.
e.    Hidup sebagai tugas
Anugerah dan tugas bersifat korelatif, artinya hidup sebagai anugerah sekaligus berarti hidup mengembangkannya seutuhnya (menurut segala seginya, seperti biologis, fisik, psikis, kultural, sosial, religius, moral dan seterusnya). Dalam tugas mengembangkan kehidupan tersirat tanggung jawab dan hak untuk mempergunakan sarana-sarana yang perlu atau bermanfaat untuk memenuhi tugas itu sebaik-baiknya.
f.     Pandangan mengenai Penderitaan dan Kematian
Selain berkaitan dengan kehidupan, euthanasia juga berurusan dengan kematian. Maka perlu diperhatikan pula pandangan tentang kematian.

g.    Penderitaan sebagai beban atas anugerah hidup
Hidup memang anugerah, tetapi tak jarang anugerah ini dibebani kekurangan kualitas kehidupan berupa penderitaan. Memang penderitaan juga dapat mempunyai segi positif dan nilainya, tetapi secara manusiawi penderitaan pertama-tama dirasakan sebagai beban. Menurut ajaran kristiani, rasa sakit, terutama pada waktu meninggal, dalam rencana penyelamatan Allah mendapat makna khusus. Penderitaan merupakan partisipasi dalam penderitaan Kristus dan menghubungkan dengan kurban penebusan.
          Mati dan kematian sebagai keterbatasan anugerah.
Hidup memang anugerah, namun anugerah yang terbatas. Oleh karena itu hidup harus juga diterima dalam keterbatasannya yaitu kematian. Keterbatasan sebenarnya bukanlah keburukan, tetapi seringkali dirasakan sebagai keburukan, meskipun di lain pihak juga dapat diinginkan sebagai pembebasan. Soalnya sekarang ialah di mana batas itu, kapan saatnya tiba, sebab manusia dewasa ini makin mampu “menunda” saat kematian atau “memperpanjang hidup”.

Ø ASPEK ILMU PENGETAHUAN
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhaan tau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu  kedokteran hamper tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkkan suatu kebohongan, karena dismapig tidak meembawa pada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam penguranagan dana.
Ø    ASPEK AGAMA
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari tuhan sehingga tidak ada seorangpun didunia ini yang mempunyai hak intuk memperpaanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan khendak tuhan  yaitu memperpendek umur. Orang yang mengkhendaki euthanasia, walaupun dengan penuh pendeitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan tuhan.
Contoh kasus Eutanasia
Kasus Hasan Kusuma-Indonesia
            Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna naulli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan euthanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Kasus ini merupakan salah-satu contoh bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan negeri Jakarta pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
Pembahasan
Ketua Komisi Fatwa MUI mengeeluarkan fatwa yang haram tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). Eutanasia itu kan pembunuhan,” kata KH Ma’ruf Amin.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia  (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). “Euthanasia, menurut fatwa kita tidak diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan,”kata KH Ma’ruf
Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarang).”Euthanasia, menurut fatwa kita tidak diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan, “kata KH Ma’ruf Amin. Eutanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI,tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lan.Lebih lanjut,KH Ma’aruf Amin mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Syariah islam mengharamkan Euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT:
Ø  “dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”(QS Al-An’am :151)
Ø  “dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)..”( QS An-nisaa’ : 92)
Ø  “dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha Penyayang  kepadamu.” (QS An-Nisaa’ : 29)
            Dari dalil-dali diatas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan Euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk kedalam kategori pembunuhan sengaja (al qatlu al-‘amad) yang merupakan tindakan pidana (jarimah) dan dosa besar.
           
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif. Pasalnya hal itu tidak sesuai dengan etika, moral, agama, budaya, serta perundangan-undangan yang ada. Secara etika, tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki kehidupan seseorang, bukan mencabut nyawa atau menghentikan hidup seseorang.






















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Ditinjau dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
Ø Euthanasia agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengaakhiri hidup seorang pasien.
Ø Eutanasia non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai euthanasia negative,yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar  untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Ø Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negative yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
Ø Eutanasia diluar kemauan pasien : yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup.
Ø Eutanasia secara tidak sukarela : Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan.
Ø Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal controversial.
C. Eutanasia Ditinjau dari Sudut Pandang Tujuan
Beberapa tujuan pokok  atau alasan utama dilakukannya euthanasia antara lain yaitu ;
Ø  Hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat,maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya.
Ø  Tindakan belas kasihan pada seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.
Ø  Tindakan belas kasihan kepada keluarga pasien.
Ø  Mengurangi beban ekonomi
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada pasal 344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan bahwa “ Barang siapa yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338,340,345 dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eeutanasia.dengan demikian secara formal hokum yang berlaku di Negara kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapapun.

B.     SARAN
Agar pembaca lebih meningkatkan ulasan dan kritikan yang membangun untuk perbaikan ke depannya, makalah Eutanasia ini disusun berdasarkan informasi-informasi yang ada di internet dan buku,jadi jika terdapat kekurangan dan kerancuhan dalam penyusunan makalah ini,pembaca diharapkan dapat mampu memberikan saran dan kritikan yang membangun buat perbaikan dan kesempurnaan untuk makalah yang sejenis kedepannya.
Selain itu, perpustakaan STIKES TMS diharapkan dapat menambah koleksi-koleksi bukunya karena penulis kesulitan mendapatkan sumber atau bahan pembelajaran untuk pembuatan makalah kedepannya.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Jawi, M.S. Euthanasia Menurut Hukum Islam. (Online), ( http://www.khilafah1924.org, diakses 5 November 2011).
Euthanasia. (Online). (http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses 5 November 2011)
Euthanasia. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia diakses  5 November 2011)
Franson, J.C. 2004. Chapter 5 Euthanasia.(Online), (http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 5 November 2011).
Nugroho,F. 2008.  Euthanasia Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan. Solo: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rietveld, R. 2003.  Methods of Euthanasia: On Farm Euthanasia of Cattle  and Calves. Animal Care Specialist/OMAF. (Online), (http://www.gov.on.ca, diakses 5 November 2011 )
Setiatin, E.T. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada Hewan. Makalah tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.


No comments:

Post a Comment