Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

KTI faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.


BAB I
     PENDAHULUAN 
     A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya diarahkan untuk meningkatkan kesehatan bagi setiap penduduknya yang dirumuskan dalam visi Indonesia Sehat 2010. Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan yang optimal dengan terciptanya masyarakat bangsa dan negara Indonesia yang hidup dalam lingkungan clan perilaku yang sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh lapisan masyarakat (DepKes RI, 1999).

Meskipun tujuan akhir dari upaya pembangunan kesehatan adalah kesehatan seluruh lapisan masyarakat, namun secara operasional prioritas utama yang dipilih adalah kesehatan anak, karena anak merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa dan negara yang sehat dan sentosa. Selain hal tersebut tinggi rendahnya angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator dari keberhasilan suatu negara dalam mencapai derajat kesehatan dan cerminan dari keberhasilan pembangunan kesehatan bagi suatu negara (Agustini,2001).
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakan program upaya kesehatan yang salah satunya adalah program imunisasi. Program imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat yang telah terbukti dan sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi. Program imunisasi ini telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dan merupakan usaha yang sangat menghemat biaya dalam mencegah penyakit menular dan juga telah berhasil menyelamatkan begitu banyak kehidupan dibandingkan dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya. Dimana tujuan dari program imunisasi itu sendiri adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan yang disebabkan oleh penyakit tertentu yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu dengan cara memberikan imunisasi lengkap pada bayi sebelum usia satu tahun (Ali, 2003).
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunization (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya (Djarmansyah, 2004).
Walaupun cakupan imunisasi dasar anak terlihat meningkat, Namun Program Pengembangan Imunisasi (PPI) di Indonesia tetap mengalami masalah yaitu rendahnya cakupan yang ingin dicapai dan tingginya angka drop out kunjungan ulangan, hal tersebut dapat disebabkan karena banyaknya anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam kalangan masyarakat khususnya adalah kalangan ibu sehingga menyebabkan rendahnya angka cakupan imunisasi yang ingin dicapai. Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya informasi dan pemahaman ibu tentang imunisasi termasuk salah satunya pemberian imunisasi DPT. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat khususnya ibu terhadap program imunisasi harus tetap terjaga, sebab bila tidak dapat mengakibatkan turunnya angka cakupan imunisasi (Agustini, 2001).
Beberapa penelitian menemukan bahwa kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu mempunyai peranan yang sangat besar dalam program imunisasi termasuk didalamnya adalah imunisasi DPT. Perilaku kesehatan tersebut merupakan suatu respon yang ditunjukkan ibu terhadap rangsangan yang berasal dari luar maupun dari dalam diri ibu itu sendiri dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Ali, 2003).
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku kesehatan seseorang dapat dipengaruhi tiga faktor yaitu faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan masyarakat, sosial budaya dan tingkat ekonomi. Selanjutnya yaitu faktor pendukung yang mencakup pada ketersediaan sarana dan prasarana dan yang terakhir faktor pendorong yang mencakup pada sikap dan prilaku petugas kesehatan. Oleh karena itu pemahaman dan keikutsertaan ibu dalam program imunisasi ini tidak akan menjadi halangan yang besar jika ibu mempunyai perilaku kesehatan yang baik.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Persentase cakupan Imunisasi bayi dapat dilihat secara lengkap pada tabel yang tertera dibawah ini :
Dari data diatas dapat terlihat bahwa persentase cakupan imunisasi bayi terendah yaitu pada imunisasi DPT dimana pada data tersebut tercatat bahwa dari 17 Puskesmas yang terdapat di kota Bengkulu ternyata cakupan imunisasi DPT terendah terjadi di wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, tercatat dari 744 jumlah bayi, yang mendapatkan imunisasi DPT hanya 220 (29, 57 %) bayi dan DPT 11 215 bayi (28,90 %).
Melalui wawancara awal yang peneliti lakukan pada 10 orang ibu yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Basuki Rahmad ternyata dari 10 orang ibu tersebut hanya 2 orang ibu yang mau membawa bayinya untuk mendapatkan imunisasi DPT dan 8 orang ibu lainnya tidak mau membawa bayinya untuk imunisasi dengan alasan 3 orang ibu mengatakan takut bayinya cacat setelah diimunisasi dan 5 orang lainnya tidak mengerti secara jelas apa manfaat imunisasi bagi anaknya.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa Puskesmas Basuki Rahmad Kecamatan Selebar mempunyai angka cakupan imunisasi DPT terendah dibandingkan dengan Puskesmas-Puskesmas lain yang ada di Kota Bengkulu. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada hayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2006.



B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka masalah penelitiannya adalah rendahnya cakupan imunisasi DPT pada bayi di Puskesmas Basuki Rahmad Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.

D.    Manfaat Penelitian
1.    Bagi Akademik
Merupakan salah satu bahan informasi bagi pendidikan khususnya bagi perpustakaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.
2.    Untuk Pelayanan Kesehatan
Sebagai masukan untuk perencanaan dan pelaksanaan program khususnya dalam mensosialisasikan pentingnya imunisasi bagi bayi dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
3.    Untuk Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

E.     Keaslian Penelitian
Berdasarkan sumber kepustakaan yang peneliti telusuri sudah ada yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi yaitu :
1.    Novita Herlina (2003) dengan judul faktor-faktor intrinsic yang mungkin turut memotivasi ibu untuk mengimunisasi bayinya dikelurahan kandang limun wilayah Puskesmas Ratu Agung Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah responden, variabel penelitian, tempat penelitian.
2.    Eni Jatmiko Wati (2005) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis-B dan pada bayi Di Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu Tahun 2005. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah responden, variabel penelitian, tempat penelitian dan jenis imunisasi yang diteliti.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Imunisasi
1.      Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan zat kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu (DepKes, 2000).
Kekebalan yang bekerja dalam tubuh anak ada dua jenis yaitu :
a.             Kekebalan Aktif  adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama (Markum, 1997).
Kekebalan aktif  terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1). Kekebalan Aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit, misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang lagi karena tubuh anak telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
2). Kekebalan Aktif Buatan, yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi).
b.           
7
 
Kekebalan Pasif adalah tubuh anak tidak dapat membentuk antibody sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar tubuh setelah mendapatkan zat penolak sehingga cepat tetapi tidak bertahan lama (Markum, 1997).
Kekebalan Pasif terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1). Kekebalan Pasif alamiah atau kekebalan pasif bawaan yaitu
     kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya.
2). Kekebalan pasif buatan dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak.
2.      Jenis Vaksin yang digunakan di Indonesia (Wahab,2002 )
a.             Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan seperti
1). Virus Campak dalam vaksin campak
2). Virus Polio dalam jenis solar pada vaksin polio
3). Kuman TBC dalam vaksin TBC
b.            Vaksin dari kuman yang dimatikan seperti
1). BAkteri pertusis dalam vaksin TBC
2). Virus Polio dalam jenis salk pada vaksin polio
3). Vaksin dari racun atau toxin kuman yang dilemahkan
4). Racun kuman seperti toxoid (TT), Diptheri Toxin dalam DPT
c.             Vaksin yang di buat dari proten khusus kuman seperti Hepatitis B.
3.      Imunisasi DPT
a .     Pengertian
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Tujuan Imunisasi DPT
1)      Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit diare pertusis (batuk rejan) tetanus
2)      Apabila terjadi penyakit tersebut akan jauh lebih ringan dibanding terkena penyakit secara alami
a).    Difetri
Penyakit difetri disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut corynebacterium diphteriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seseorang akan terjangkit difteria bila berhubungan langsung dengan  anak lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa kuman (karier), yaitu dengan  terhisapnya percikan udara yang mengandung kumn. Bila anak nyata menderita difteri dapat dengan  mudah dipisahkan. Tetapi seorang karier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan  temannya karena memang ia sendiri tidak sakit. Jadi, ditinjau dari segi penularannya, anak karier ini merupakan sumber penularan penyakit yang sulit diberantas. Dalam hal inilah perlunya dilakukan imunisasi. Dengan  imunisasi anak akan terhindar, sedangkan temannya yang belum pernah mendapat imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari temannya sendiri menjadi karier.
Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi, selain pada tonsil (amandel) atau tengkorak terlihat selaput putih kotor. Dengan  cepat selaput ini meluas ke bagian tenggkorak sebelum dan menutupi jalan nagas sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas. Kegawatan lain pada difteri adalah adanya racun jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi biasanya disebabkan anak tercekik oleh selaput putih pada tengjorak atau karena jantung akibat racun difreria yang merusak otot jantung.
b).    Pertusis
Pertusis atau batuk rejan, atau yang lebih dengan  batuk teratur hari, disebabkan oleh kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita anak balita, bahkan dapat berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1 tahun, gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus-menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruanm keluar air mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena batuk yang sangat keras, mungkin akan disertai dengan  keluarganya sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada suara melengkung pada waktu menarik nafas, kemudian akan tampak lebih dengan  wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari. Bila penyakit ini diderita oleh seorang bayi terutama yang baru berumur beberapa tahun, akan merupakan keadaan yang sangat berat dan dapat berakhir dengan  kematian akibat suatu komplikasi.
c).    Tetanus
Penyakit tetanus masih terdapat di seluruh dunia, karena kemungkinan anak untuk mendapat luka tetap ada. Misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng, gigitan bintang, gigi bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetapi, kuman ini akan berkembang biak dan membentuk racun yang berbahaya. Racun inilah yang menjadi dasar timbulnya gejala penyakit, gejala tetanus yang khas adalah kejang, dan kaku secara menyeluruh, otot dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti papan, mulut kaku dan sukar dibuka (Yasin Setiawan, htt://www.siakosft.net)
b .    Cara Pemberian
Vaksin DPT diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.  Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
c .     Reaksi Yang Akan Terjadi Setelah Pemberian imunisasi DPT
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
d .    Komplikasi
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut:
1).    Demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)
2).     Kejang
3).    Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya).
4).    Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
e .     Pelaksanaan
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
B.     Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Imunisasi DPT
1.      Pendidikan
a .     Pengertian
Pendidikan adalah dasar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi perannya  dimasa yang akan datang (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003).
Adapun yang dimaksud dengan jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003).
1).    Pendidikan  Dasar
Warga Negara yang berumur 6 sampai 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar dan SLTP atau pendidikan sederajat.
2).    Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau pendidikan yang sederajat.
3).    Pendidikan Tinggi
Suatu pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi sampai ke Universitas.

b .    Jenis Pendidikan
Menurut Kusuma A.D.I (1973) pendidikan dapat dibedakan dalam 3 jenis yaitu :
1).    Pendidikan Formal
Pendidikan yang berstruktur, mempunyai jenjang atau tingkatan dalam periode waktu berlangsung dari SD, SMP, SMA sampai ke Universitas dan tercakup disamping studi akademis umum, juga berbagai program khusus dan lembaga untuk latihan.
2).    Pendidikan Informal
Suatu proses yang sesungguhnya terjadi seumur hidup karena tiap-tiap individu merupakan sikap keterampilan  dan pengetahuan sehari-hari dan pengaruh lingkungan.
3).    Pendidikan Non Formal
Merupakan pendidikan pada umumnya diluar sekolah yang secara potensial dapat membantu dan menggantikan pendidikan formal dalam aspek tertentu.
Makin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap hidup sehat (Notoatmodjo, 1997).


2.      Pengetahuan
a .     Pengertian Pengetahuan
      Menurut Achmad, 1994 pengetahuan adalah hal yang diupayakan bukan muncul dengan sendirinya. Sedangkan menurut Notoadmodjo, 1997 pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang sebagian besar diperoleh melalui mendengar dan melihat.
b .    Batasan-batasan Pengetahuan
      Menurut Gazalba, 1992 (cit.Achmad, 1994) ada tiga batasan pengetahuan  yaitu :
1).    Pengetahuan ilmu, lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti
2).    Pengetahuan filsafat, lapangannya segala sesuatu yang dapat dipikirkan  (rasio), manusia yang alami (bersifat alami) dan nisti (relative).
3).    Pengetahuan indera, lapangannya segala sesuatu yang dapat di sentuh oleh panca indera secara langsung.
c .     Unsur-unsur Pengetahuan
      Menurut Achmad, 1994 ada tiga macam unsur pengetahuan yaitu :
1).    Sasaran (Objek) yaitu sesuatu yang menjadi bahan pengamatan.
2).    Pengamatan yaitu penggunaan indera secara lahir dan batin untuk menangkap objek.
3).    Kesadaran, yaitu salah satu dari alam yang ada pada diri manusia
d .    Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan
      Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :
1). Faktor intern (IQ, emosi, dan kemampuan daya panca indera)
2). Faktor pendidikan
      3). Faktor pengalaman
5). Faktor lingkungan
6). Faktor ekonomi
7). Faktor budaya
e.  Tingkat Pengetahuan
      Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan mempunyai beberapa  tingkatan yaitu :
1)      Tingkat Tahu (know)
Pengetahuan yang berhubungan dengan mengingat kepada bahan yang sudah diketahui sebelumnya.
2)      Tingkat Pemahaman (Comprehension)
Kemampuan menggunakan suatu ilmu yang sudah dipelajari kedalam situasi guru.
3)      Tingkat Penerapan (application)
Kemampuan untuk menguraikan suatu ilmu yang sudah dipelajari kedalam situasi guru.

4)      Tingkat Analisa (analysis)
Kemampuan untuk menguraikan atau menyebutkan sesuatu kedalam bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti.
5)      Tingkat Sintesis
Sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi baru dari formulasi yang ada.
6)      Tingkat Evaluasi (evaluation)
Suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi.
f.       Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005)
1).  Cara Tradisional
a).    Cara trial dan error
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil di coba kemungkinan lain.
b).    Cara Kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama dan pemegang pemerintahan.
c).    Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan   dengan   cara     menanggulangi    kembali pengalaman yang  diperoleh dalam memecahkan masalah yang lain.
d).   Melalui Jalan Pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia lebih menggunakan pikiran baik melalui induksi dan deduksi. Apabila proses pembuatan kesimpulan melalui pernyataan-pernyataan khusus keumum disebut induksi sedangkan deduksi pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus.
2).    Cara modern atau ilmiah
         Merupakan penghubungan antara proses berpikir dedukatif dan induktif yang dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis.
         Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh berupa tindakan terhadap  stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung diterimanya. Walaupun demikian tindakan seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan, bisa dari pengalaman, tapi dari penelitian perilaku ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan  (Notoadmodjo, 1990).
         Menurut Notoatmodjo (2005), kurangnya pengetahuan seseorang mengakibatkan seseorang menjadi acuh tak acuh terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak mengenali bahaya yang mungkin terjadi.
3.      Pendidikan
a.       Pengertian
Pendidikan adalah dasar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa yang akan datang (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan).
Adapun yang dimaksud dengan jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan).
1).    Pendidikan Dasar
Warga Negara yang berumur 6 sampai 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar dan SLTP atau pendidikan sederajat.

2).    Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau pendidikan yang sederajat.
3).    Pendidikan Tinggi
Suatu pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi sampai ke Universitas.
b.      Jenis Pendidikan
Menurut Kusuma A.D.I (1973) pendidikan dapat dibedakan dalam 3 jenis yaitu :
1).    Pendidikan Formal
Pendidikan yang berstruktur, mempunyai jenjang atau tingkatan dalam periode waktu berlangsung dari SD, SMP, SMA sampai ke Universitas dan tercakup disamping studi akademis umum, juga berbagai program khusus dan lembaga untuk latihan.
2).    Pendidikan Informal
Suatu proses yang sesungguhnya terjadi seumur hidup karena tiap-tiap individu merupakan sikap keterampilan dan pengetahuan sehari-hari dan pengaruh lingkungan.



3).    Pendidikan Non Formal
Merupakan pendidikan pada umumnya diluar sekolah yang secara potensial dapat membantu dan menggantikan pendidikan formal dalam aspek tertentu.
Makin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap hidup sehat (Notoatmodjo, 1997).
4.      Sikap
a.       Pengertian Sikap
Ada beberapa pengertian tentang "sikap" menurut beberapa ahli yaitu :
1)      Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 1997)
2)      Menurut Bimo Walgito, 2001 (cit.Drs. Sunaryo, 2004) Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek, yang disertai adanya perasaan untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.
3)      Menurut Rensist Likert, dkk, sikap dalam Azwar (2002) adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap objek untuk menerima atau memihak (favortable) maupun perasaan tidak menerima (Unfavaorable) pada objek tersebut.
4)      Sedangkan menurut Abu Ahmadi, 1999 (cit.Drs. Sunaryo, 2004). Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten.
5)      Menurut Cierungan, 1996 (cit.Notoatmodjo, 1997) attitude diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tadi.
Dari uraian diatas, penulis merumuskan bahwa yang dimaksud dengan sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respons tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.
b.      Struktur Sikap
Sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (coguilne), komponen emosional (affektive), komponen perilaku (conatioe). Rensist Likert dalam Azwar (2002) membuat interval untuk pertanyaan sikap dengan menggunakan skala :
1)      Favorable        STS =0, TS = 1, R=2, S = 3, SS = 4
2)      Unfavorable STS = 4, TS = 3, R = 2, S = 1, SS = 0
Hasil ukur dapat ditentukan dengan menggunakan rumus median yaitu:
Md = Nilai Minimal + Nilai Maksimal      (Arikunto, 1998)
2

Favorable              = Md ³ Skor total individu
Unfavorable          = Md < Skor total individu
Komponen kognitif merupakan referensi apa-apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Middle Brook dalam Azwar (2002) merumuskan ketiga komponen tersebut sebagai komponen kognitif (Kepercayaan), komponen emosional (perasaan) dan komponen perilaku (tindakan).
1).    Komponen Kognitif (cognilife)
Dapat juga disebut komponen Perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi.
2).    Komponen emosional (Komponen Affektif)
Komponen ini menunjukkan pada dimensi emosional subjektif individu. terhadap objek sikap, balk yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang).
3).    Komponen Perilaku (Korlatif)
Komponen sikap yang berkaitan dengan predosposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

c.       Fungsi Sikap
Menurut Attkinson, R.L, dkk, dalam bukunya Pengantar Psikologi Jilid 2, edisi 11, sikap memiliki 5 fungsi berikut :
1)      Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan dan keinginan, untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan sarana yang disebut sikap. Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau sebaliknya.
2)      Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3)      Fungsi Nilai Ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4)      Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari.


5)      Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
d.      Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (1997), sikap memiliki 4 tingkat, dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu :
1)      Menerima (receiving), individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimuius) yang diberikan.
2)      Merespons (responding), sikap individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3)      Menghargai (valuing); sikap individu -mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4)      Bertanggung Jawab (responsible), sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala risiko atas segala sesuatu yang dipilihnya.
e.       Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan  Sikap
Menurut Azwar, 1995 sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
1)      Faktor internal terdiri dari fisiologis, psikologis, motivasi
2)      Faktor eksternal terdiri dari pengalaman, situasi, norma, hambatan, pendorong dan status kepribadian.
f.       Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap sebagaimana dikemukakan oleh para ahli, seperti Gerungan (1996), Abu Ahmadi (1999), Sarlito W. S (2000), Bimo Walgito (2001), pada intinya sama yaitu :
1)      Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu, sehingga dapat dipelajari.
2)      Sikap tidak dapat berdiri sendiri
3)      Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun pada sekumpulan objek
4)      Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang didapat sepanjang perkembangan individu
5)      Sikap mengandung faktor perasaan sehingga membedakan dengan pengetahuan.

C.    Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian imunisasi DPT Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian imunisasi DPT





BAB III
METODOLOGI  PENELITIAN

A.    Kerangka Konsep
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.
Pada penelitian ini sebagai variabel independent  yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu. Sedangkan variabel dependen yaitu pemberian imunisasi DPT pada bayi di Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.
         Secara skematis, kedua variabel penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
-          Tingkat Pengetahuan ibu
-          Tingkat Pendidikan ibu
      -      Sikap
 
Variabel Independen                                         Variabel Dependen








28
 
 








B.     Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel ini dapat menjadi indikator dari variabel lainnya .
Tabel 3.1 Definisi Operasional variabel Dependent dan Variabel Independent
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Independent
Tingkat Pengetahuan  Ibu

Hal-hal yang diketahui dan dipahami oleh ibu tentang Imunisasi DPT

Kuisioner






Menyebarkan kuisioner sebanyak 10  item pertanyaan






-    Baik jika
8-10 item pertanyaan dapat di jawab dengan benar
-      Cukup jika
6-7 item pertanyaan dapat di jawab dengan benar
-       Kurang jika
£ 5 item pertanyaan dapat di jawab dengan benar

Skala Ordinal




Tingkat Pendidikan


Jenjang pendidikan formal terakhir yang telah diselesaikan oleh  ibu

Lembar Check list
Daftar tilik
- Dasar apabila   pendidikan terakhir SD-SMP
- Menengah apabila pendidikan terakhir SMA
- Tinggi apabila pendidikan terakhir perguruan tinggi
Skala Ordinal


Sikap ibu
Respon atau pendapat ibu terhadap pemberian imunisasi DPT
Kuesioner
Menyebarkan kueisoner sebanyak 10 item pertanyaan positif
STS        = 0
TS           = 1
R             = 2
S             = 3
SS           = 4
Pernyataan negatif
STS        = 4
TS           = 3
R             = 2
S             = 1
SS           = 0
- Dikatakan favortable kola skor Md ³ 20
- Dkatakan unfavorbel jika skor Md < 20

Skala ordinal
Dependent
Imunisasi DPT

Usaha memberikan kekebalan pada bayi penyakit diffteri, pertusis dan tetanus

Kuesioner

Format pengumpulan data

- Lengkap
- Tidak lengkap

Skala ordinal

C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang mempunyai bayi (6-12 bulan) pada bulan Januari sampai Maret 2007 di wilayah puskesmas Basuki Rahmat yaitu sebanyak 410 orang.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian  dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 1993). Sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari jumlah populasi yaitu 410 orang, diambil secara acak sederhana yang berjumlah 41 orang responden.

D.    Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu dari bulan November 2006 sampai dengan  Juni 2007.
E.     Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
1.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan  menggunakan data primer tentang faktor-faktor  yang berhubungan dengan ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi yaitu faktor tingkat pengetahuan dan sikap. Dengan  cara menyebarkan kueisoner pada ibu mempunyai bayi di wilayah puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu, sedangkan untuk memperoleh data tentang tingkat pendidikan, pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan  menggunakan data sekunder yaitu dengan  cara melihat pada identitas diri responden yang tercantum pada lembar kuesioner.
2.      Pengolahan data
Untuk mempermudah pengolahan data yang terkumpul dilakukan melalui beberapa tahap  yaitu :
a.       Editing (pengeditan data) meliputi apakah isian pada lembar kuesioner sudah cukup baik dan dapat di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan
b.      Koding
Peneliti memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan responden agar lebih mudah dan sederhana yaitu Baik (kode 2), Cukup (kode 1) dan kurang (kode 0). Serta di berikan  (kode 1) tidak di  berikan (kode 0)
c.       Tabulasi
Setelah dilakukan koding data maka dilakukan tabulasi data dari skor jawaban yang diperoleh dengan menggunakan tabel untuk pengkajian hasil pengolahan data guna menyusun uraian – uraian yang dilengkapi dengan penjelasan serta penyajian data dalam bentuk tabel yang kemudian diolah.
3.      Analisa Data
a.       Analisa Univariat
Adalah metode statistik yang digunakan oleh peneliti menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yaitu variabel independent (Tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan sikap ibu) dan variabel dependent (pemberian imunisasi DPT) yaitu dengan  menggunakan rumus:
Keterangan :
P : Jumlah persentase yang di cari
F : Jumlah  frekuensi untuk setiap alternatif  jawaban
N : Jumlah responden
Kategori
Baik           : 76-100%
Cukup       : 56-75 %
Kurang      : < 56 %
(Arikunto, 2002)
Kemudian data dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan dipresentasikan, dimasukkan ke dalam standar kriteria sesuai dengan defenisi operasional.
b.      Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan sikap ibu) dengan  variabel terikat (pemberian imunisasi DPT) secara bersamaan untuk mencari hubungan antara variabel independent dan variabel dependent digunakan uji hi-square. Rumus chi-square digunakan untuk melihat hubungan yang bermakna secara statistik. Dalam mengambil keputusan uji statistik digunakan tingkat kemaknaan 0,05 jika r < 0,05. untuk melihat hubungan secara statistik dengan  tingkat kepercayaan 95% (Eko Budiarto, 2001)
Untuk uji perason chi square dengan  tabel R x C sebagai berikut :
Rumus : x2 =
Mencari nilai E :
Keterangan :
X2    : chi-square
O     : nilai observasi
E      : nilai ekspektasi
N     : jumlah total
(Eko Budiarto, 2001)
Tabel 2x3
Tabel 3.2. Pengetahuan ibu dengan  pemberian imunisasi DPT
Variabel dependent
Pengetahuan
Total
Baik
Cukup
Kurang
Diberikan
A1
B1
C1
AI+BI+CI
Tidak diberikan
DI
EI
FI
DI+EI+FI
Total
AI + DI
BI + EI
CI + FI
AI+BI+CI+DI+EI+FI

Keterangan
AI = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat pengetahuan baik
BI = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat pengetahuan cukup
CI = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat pengetahuan kurang
DI = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat pengetahuan kurang
EI = Imunisasi DPT tidak diberikan dengan  tingkat pengetahuan cukup
FI = Imunsiasi DPT tidak diberikan dengan  tingkat pengetahuan kurang
Tabel 2x3
Tabel 3.3. Tingkat Pendidikan ibu dengan  pemberian imunisasi DPT
Variabel dependent
Pengetahuan
Total
Tinggi
Menengah
Dasar
Diberikan
AII
BII
CII
AII+BII+CII
Tidak diberikan
DII
EII
FII
DII+EII+FII
Total
AII + DII
BII + EII
CII + FII
AII+BII+CII+DII+EII+FII

Keterangan
AII  = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat pendidikan baik
BII  = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat Pendidikan cukup
CII  = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat Pendidikan kurang
DII  = Imunisasi DPT diberikan dengan  tingkat Pendidikan kurang
EII   = Imunisasi DPT tidak diberikan dengan  tingkat pendidikan cukup
FII               = Imunsiasi DPT tidak diberikan dengan  tingkat Pendidikan kurang
Tabel 2x2
Tabel 3.4. Sikap ibu dengan  pemberian imunisasi DPT
Variabel
Sikap
Total
Favorable
Unfavorable
Diberikan
A III
B III
A III + B III
Tidak diberikan
C III
D III
C III + D IIII
Total
AIII + CIII
BIII + DIII
A III + BIII + CIII + DII

Keterangan
AIII = Imunisasi diberikan dengan  sikap positif (favorable)
BIII = Imunisasi diberikan dengan  sikap Negatif (Unfavorable)
CIII = Imunisasi diberikan dengan  sikap ibu positif  (Favorable)
DIII = Imunisasi diberikan sikap ibu negatif (unfovarable)
EII   = Imunisasi DPT tidak diberikan dengan  tingkat pendidikan cukup

Penilaian hasil :
1.      Bila X2 hitung ³ X2 tabel dengan  a > 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independent dengan  variabel dependent (Ho ditolak atau Ha diterima)
2.      Bila X2  hitung < X2 tabel dengan  a > 0,05 maka tidak hubungan yang bermakna antara variabel independent dengan  variabel dependent (Ho diterima dan Ha ditolak).












BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.     Hasil Penelitian
1.      Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada ibu yang mempunyai bayi di wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu, sedangkan untuk memperoleh data tentang tingkat pendidikan pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan data sekunder dengan cara melihat pada identitas diri responden yang tercantum pada lembar kuesioner yang berjumlah 41 responden. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai dengan Juni 2007.
2.      Hasil
a.          Analisis Univariat
37
 
Untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 dengan menggunakan analisis univariat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi antara lain tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan sikap ibu. Gambaran distribusi frekuensi variabel-variabel tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007

No
Faktor Pengetahuan Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
1.
2.
3.
Kurang
Cukup
Baik
14
15
12
34,1
36,6
29,3
Jumlah
41
100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu (36,6%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007

No
Faktor Pendidikan Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
1.
2.
3.
Dasar
Menengah
Tinggi
10
27
4
24,4
65,9
9,8
Jumlah
41
100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu (36,6%) dengan tingkat pendidikan menengah.
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi sikap ibu di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007

No
Faktor Sikap Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
1.
2.
Unfavorable
Favorable
6
35
14,6
85,4
Jumlah
41
100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu (85,4%) dengan sikap favorable.
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi imunisasi DPT di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007

No
Imunisasi DPT
Frekuensi
Persentase (%)
1.
2.
Tidak Lengkap
Lengkap
15
26
36,6
63,4
Jumlah
41
100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu (63,4%) sudah melakukan imunisasi DPT secara lengkap.
b.         Analisis Bivariat
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat. Hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen disajikan dalam bentuk tabulasi silang dibawah ini :
Tabel 4.5. Hasil analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007


Imunisasi DPT
Jumlah
P
Tidak Lengkap
Lengkap
F
%
f
%
f
%
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik

8
6
1

57,1
40,0
8,3

6
9
11

42,9
60,0
91,7

14
15
12

100
100
100

6,754

0,034
Jumlah
15
36,6
26
63,4
41
100


Pendidikan
Dasar
Menengah
Tinggi

9
6
0

90,0
22,2
0,0

1
21
4

10,0
77,8
100

10
27
4

100
100
100

17,006

0,000
Jumlah
15
36,6
26
63,4
41
100


Sikap
Unfavorable
Favorable

5
10

83,3
28,6

1
25

16,7
71,4

6
35

100
100

4,471

0,034
Jumlah
15
36,6
26
63,4
41
100



1.         Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.
                
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 diketahui dengan menggunakan uji  sebesar 6,754 dengan nilai p sebesar 0,034. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya secara statistik ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.
Keeratan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 dilihat dari nilai C sebesar 0,376. Karena nilai tersebut berada antara 0,2-0,4 maka hubungan tersebut dikatakan lemah (Arikunto, 2002).
2.         Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.

Dari tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 10 ibu dengan tingkat pendidikan Dasar terdapat 9 ibu dengan imunisasi DPT Tidak Lengkap dan 1 ibu dengan imunisasi DPT Lengkap, dari 27 ibu dengan tingkat pendidikan Menengah terdapat 6 ibu dengan imunisasi DPT Tidak Lengkap dan 21 ibu dengan imunisasi DPT Lengkap, sedangkan dari 4 ibu dengan tingkat pendidikan Tinggi semua ibu melakukan pemberian imunisasi DPT secara Lengkap.
Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 diketahui dengan menggunakan uji  sebesar 17,006 dengan nilai p sebesar 0,000. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya secara statistik ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.
Keeratan hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 dilihat dari nilai C sebesar 0,541. Karena nilai tersebut berada antara 0,4-0,6 maka hubungan tersebut dikatakan cukup kuat.
3.         Hubungan sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.

Dari tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 6 ibu dengan sikap unfavorable terdapat 5 ibu dengan imunisasi DPT Tidak Lengkap dan 1 ibu dengan imunisasi DPT Lengkap, sedangkan dari 35 ibu dengan sikap favorable terdapat 10 ibu dengan imunisasi DPT Tidak Lengkap dan 25 ibu dengan imunisasi DPT Lengkap.
Hubungan antara sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 diketahui dengan menggunakan uji  sebesar 4,471 dengan nilai p sebesar 0,034. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya secara statistik ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.
Keeratan hubungan antara sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 dilihat dari nilai C sebesar 0,373. Karena nilai tersebut berada antara 0,2-0,4 maka hubungan tersebut dikatakan lemah.
Untuk mengetahui estimasi nilai risiko relatif sikap ibu dengan pemberian imunisasi DPT pada bayi di wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2007 dilihat dari besarnya nilai Rasio Prefalens (RP). Dari hasil pengolahan data dperoleh nilai RP sebesar 2,917 artinya bahwa ibu dengan sikap unfavorable cenderung melakukan imunisasi DPT secara tidak lengkap sebesar 2,917 kali lipat dibandingkan ibu dengan sikap favorable.

B.      Pembahasan
1.        Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.

Dari analisis bivariat didapat nilai sebesar 6,754 dengan nilai p sebesar 0,034. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Artinya bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan Kurang mempunyai peluang lebih besar untuk tidak lengkap dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Adapun kekuatan hubungan yang dihasilkan dikatakan lemah karena adanya faktor lain yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Notoadmodjo (1990) yang mengatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh berupa tindakan terhadap  stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung diterimanya. Walaupun demikian tindakan seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan, bisa dari pengalaman, tapi dari penelitian perilaku ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Masih menurut Notoatmodjo (2005) kurangnya pengetahuan seseorang mengakibatkan seseorang menjadi acuh tak acuh terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak mengenali bahaya yang mungkin terjadi.
Menurut Achmad (1994 pengetahuan adalah hal yang diupayakan bukan muncul dengan sendirinya. Sedangkan menurut Notoadmodjo (1997) pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang sebagian besar diperoleh melalui mendengar dan melihat
2.        Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.

Dari analisis bivariat didapat nilai sebesar 17,006 dengan nilai p sebesar 0,000. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perbedaan tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Artinya bahwa ibu dengan tingkat pendidikan dasar mempunyai peluang lebih besar untuk tidak lengkap dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Kekuatan hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi cukup kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (1997) yang mengatakan bahwa makin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap hidup sehat.
Pendidikan adalah dasar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa yang akan datang (Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan).
3.        Hubungan sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.

Dari analisis bivariat didapat nilai sebesar 4,471 dengan nilai p sebesar 0,034. Karena nilai p<0,05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perbedaan sikap yang dimiliki ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Artinya bahwa ibu dengan sikap unfavorable mempunyai peluang lebih besar untuk tidak lengkap dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi. Hal ini diperkuat oleh besarnya estimasi nilai risiko relatif yang dapat dilihat dari besarnya nilai Rasio Prefalens (RP) yaitu sebesar 2,917 artinya bahwa ibu dengan dengan sikap unfavorable cenderung melakukan imunisasi DPT secara tidak lengkap sebesar 2,917 kali lipat dibandingkan ibu dengan sikap favorable. Adapun kekuatan hubungan yang dihasilkan dikatakan lemah karena adanya faktor lain yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (1997) yang mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Bimo Walgito, 2001 (cit.Drs. Sunaryo, 2004) sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek, yang disertai adanya perasaan untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.
Rensist Likert, dkk dalam Azwar (2002) mengatakan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap objek untuk menerima atau memihak (favortable) maupun perasaan tidak menerima (Unfavaorable) pada objek tersebut. Sedangkan rnenurut Abu Ahmadi, 1999 (cit.Drs. Sunaryo, 2004) sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten. Menurut Cierungan, 1996 (cit.Notoatmodjo, 1997) attitude diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecendrungan untuk bertindak sesuai objek tadi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
Dari hasil analisis data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Ibu dengan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 14 orang, Ibu dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 15 orang dan Ibu dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 12 orang.
2.      Ibu dengan tingkat pendidikan dasar sebanyak 10 orang, Ibu dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 27 orang dan Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 4 orang.
3.      Ibu dengan sikap unfavorable sebanyak 6 orang dan Ibu dengan sikap favorable sebanyak 35 orang.
4.      Ibu dengan imunisasi DPT tidak lengkap sebanyak 15 orang dan Ibu dengan imunisasi DPT lengkap sebanyak 26 orang.
5.     
48
 
Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.
6.      Ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.
7.      Ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi di Wilayah Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun 2007.

B.      Saran
1.      Bagi Akademik
Hasil penelitian hendaknya dijadikan sebagai tambahan referensi bagi pihak pendidikan sebagai bahan bagi mahasiswa ataupun dosen untuk melakukan penelitian khususnya mengenai perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi.
2.      Bagi petugas kesehatan
Hendaknya petugas kesehatan dapat meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi kepada ibu dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi seperti faktor tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan sikap ibu.
3.      Bagi Peneliti Lain
Perlunya bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi DPT pada bayi sehingga pada penelitian selanjutnya peneliti bisa melakukan penelitian di tempat yang berbeda.

No comments:

Post a Comment