BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hipertrofi
prostat benigna atau pembesaran prostat jinak merupakan penyakit pada pria tua
dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prostat normal pada pria
mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, pada waktu
itu ada peningkatan yang cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir
30.
Hipertrofi
prostat benigna timb ul dalam jaringan kelenjar periurethral. Yang terlibat
tanpa fungsi penting prostat atau tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar
peruiretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut kapsul bedah.
Jaringan hiperplastik bias terdiri dari dari satu di antara lima pola histology
; stroma,fibromuskular,muscular,fibroadenomatosa.
Istilah
hipertrofi sendiri sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya yang terjadi adalah hiperplasi kelenjar
periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
kemudian menjadi sampai bedah, kapsul bedah.
Hipertrofi
prostat merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi dijakarta dan
merupakan kelaian kedua tersering setelah batu seluran kemih.
1.2
Tujuan
1.2.2 Tujuan umum
Mahasiawa diharapkan
mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit BPH ( benigna prostat hiperplasia).
1.2.3 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus
dari makalah ini antara lain adalah:
1.
Untuk
mengetahui konsep dasar teori dari BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)
2.
Untuk
mengetahui konsep dasar askep teoritis pada pasien dengan BPH (Benina Prostat
Hyperplasia) dengan meliputu pengkajian, diagnose keperawatan dan intervensi.
1.3
Manfaat
1.
Secara
aplikatif, makalah ini diharapkan dapat menambah pengatahuan dan keterampilan
kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH (benigna
prostat hyperplasia)
2.
Menambah
pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan BPH ( benigna prostat hyperplasia)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Benigna BPH
(prostat hyperplasia) adalah pembesaran atau hypertrofi jinak. Kelenjar
prostatnya mengalami perbesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran dengan menutupi orifisium uretra.
BPH adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic adalah pertumbuhan
nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk yang prostat, pertumbuhan tersebut dimulai
dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa.
2.2 Etiologi
Penyebab
BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan hormon.
Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen /androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hyperplasia jaringan prostat.
Referensi
lain menyatakan bahwa penyebab terjadinya hiperlasia prostat, tetapi beberapa
hepotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat rat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (dht) dan proses angin (menjadi tua).
Beberapa hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti teori atau
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat.
Teori hormonal
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,yaitu antara
hormone testosterone dan hormone estrogen. Karena produksi testoteron menurun
dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di
perifer,dengan pertolongan enzim aromatase,dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hyperplasia pada stroma,sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel,tetapi
kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain
ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan
produksi dan potensiasi factor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada
keadan normal hormone gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormone
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan bertambahnya
usia akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hel ini
mengakibatkan hormone gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormone
estrogen oleh sel sertoli,dilihat dari fungsional histologist,prostat terdiri
dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang beraksi terhadap estrogen
dan bagian perifer yang tidak bereaksi
terhadap estrogen.
2.3Patofisiologi
Menurut
Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam mukosa
buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila
kecil dinamakan sakula dan apabilabesar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi
lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumenuretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan
ini urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan ini.
Kontraksi secara terus-menerus menyebabkan perubahan anatomic dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor.tuberkulasi, terbentuknya sakula dan divertikel
buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli
dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawahyang dulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Lobus yang
mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatic,
dengan demikian menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana
sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media
untuk organism infektif.
2.4 Manifestasi Klinis
Kompleks
gejala obstruktif dan iritatif (disebut prostatisme) mencakup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, abdomen tegang, volume
urin menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urin tidak lancar,
dribbling (dimana urin terus menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung
kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin akut, dan kekambuhan infeksi
saluran kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar. Gejala generalisata, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik.
Menurut
Nursalam manifestasi klinis benigna prostat hyperplasia antara lain:
1.
Pada
awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab
tekanan otot dapat mengalami kompensasi untuk mengurangi resistensi uretra.
2.
Gejala
obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran urine, adanya
perasaan berkemih tidak tuntas, dan retensi urine.
3.
Terdapat
gejala iritasi, berkemih mendadak, sering, dan nokturia.
Referensi
lain menyatakan walaupun benigna prostat hipertropi selalu terjadi pada
orangtua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi
karena dua hal yaitu: 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan
berkemih. 2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang
tampak pada pasien dengan BPH yaitu retensi urin, kurangnya atau lemahnya
pancaran kencing, miksi yang tidak puas, frekuensi kencung bertambah terutama
malam hari (nocturia), pada malam hari miksi harus mengejan, terasa panas,
nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Massa pada
abdomen bagian bawah, hematuria, urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak
untuk mengeluarkan urin).kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi, kolik renal,
berat badan turun. Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama
sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena
urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan
selaputnya merusak ginjal.
2.5 Penatalaksanaan
Rencana
pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien.
Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena ia tidak pernah
berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin
terlalu lunak dan lemas untuk dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih.
Dalam kasus seperti ini, kabel kecil yang disebut stylet dimasukkan(oleh ahli urologi) ke dalam kateter untuk
mencegah kateter kolaps ketika menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin
digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatic. Kadang suatu insisi
dibuat ke dalam kandung kemih (sistomi suprapubik)untuk drainase yang adekuat.
Adanya
komponen hormonal pada hyperplasia prostatic jinak, salah satu metode
pengobatan mencakup manipulasi hormonal dengan preparat antiandrogen seperti finasteride
(Proscar. Pada penelitian klinis, inhibator 5a-reduktase seperti finasteride
terbukti efektif dalam mencegah perubahan testosterone menjadi
hidrotestosteron. Menurunnya kadar hidrotestosteron menunjukkan supresi
aktivitas sel glandular dan penurunan ukuran prostat. Efek samping dari
medikasi ini termasuk ginekomastia, disfungsi erektil, dan wajah kemerahan.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pada
pasien benigna prostat hyperplasia umunya dilakukan pemeriksaan:
1.
Laboratorium
meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, dan tes sensitivitas.
2.
Radiologis
intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, CT Scanning, cystoscopy,
foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi
ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans
rectal (TRUS= Trans Rectal Ultrasonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat
danWim De Jong,1997).
3.
Prostatektomi
retro pubis pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi
pada anterior kapsula prostat.
4.
Protatektomi
parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
2.7 Komplikasi
Komplikasi
dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah retensi kronik dapat menyebabkan;
1.
Refluk
2.
Vesiko
3.
Ureter
4.
Hidroureter
5.
Hidronefrosis
6.
gagal
ginjal
Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi,
hernia/hemoroid karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu, hemeturia, sistisis, dan pielonefritis.
BAB III
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Lakukan
pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi nama,
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering
menjadi alasan untuk meminta pertolongan
kesehatan dengan keluhan disuria, miksi sulit ditahan.
3.Riwayat Kesehatan
Sekarang
Penderita
benigna prostat hyperplasia menampakkan gejala hematuria, nokturia, disuria.
4. Riwayat Kesehatan
Dahulu
Pasien
tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
5.Riwayat Kesehatan
Keluarga
Riwayat
adanya penyakit benigna prostat hyperplasia pada anggota keluarga yang lain
seperti ginjal atau pun hipertensi.
6. Data dasar
pengkajian pasien
a. Sirkulasi
Tanda : Peninggian TD (efek pembesaran
ginjal).
b. Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliran
urine; tetesan.
Keragu-raguan pada berkemih awal.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung
kemih dengan lengkap; dorongan dan
frekuensi kemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Tanda :
Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
Hernia unguinalis; hemoroid (mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih
mengatasi tahanan).
c. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia; mual, muntah
Penurunan berat badan.
d. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubis, panggul, atau
punggung; tajam, kuat (pada protatitis akut).
Nyeri punggung bawah.
e. Keamanan
Gejala : Demam.
f. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang efek
kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
Takut inkontinensia/menetes selama hubungan
intim.
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
Tanda :
Pembesaran, nyeri tekan prostat.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan hipertensif atau antidepresan,
antibiotic urinaria atau agen antibiotic, obat yang dijual bebas untuk
flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
3.2 Pemeriksaan Diagnostik
·
Urinalisasi:
Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah); penampilan
keruh.
·
Kultur
urin: Dapat menunjukkan Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas,
atau Escheria coli.
·
Sitologi
urin: Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.
·
BUN/
kreatinin: Meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.
·
Ultrasound
transrektal: Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin; melokalisasi lesi
yang tak berhubungan dengan HPB.
3.3
Prioritas keperawatan
1. Menghilangkan
retensi urin akut.
2. Meningkatkan
Kenyamanan.
3. Mencegah
komplikasi.
4. Membantu pasien
untuk menerima masalah psikososial.
5. Memberikan
Informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3.4 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Retensi urin
akut/kronik berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostat.
2.Perubahan eliminasi
urin berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma,
prosedur bedah.
3. Nyeri akut berhubungan
dengan iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria;
terapi radiasi.
3.5NCP (Nursing Care Planning)
1. . Retensi urin
akut/kronik berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostat.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami retensi urine.
Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah yang cukup tak
teraba distensi kandung kemih.
Menunjukkan
residu pasca berkemih kurang dari 50 ml; dengan tak adanya tetesan/ kelebihan
aliran.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Dorong
pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila-bila dirasakan.
2.
Tanyakan
pasien tentang inkontinensia stress.
3.
Observasi
aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
4.
Awasi
dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine
dan perubahan berat jenis.
5.
Perkusi/palpasi
area suprapubik.
6.
Berikan
rendam duduk sesuai indikasi.
Kolaborasi
1.
Berikan
obat sesuai indikasi:
2.
Antispasmodik,
contoh, oksibutinin klorida (Ditropan).
|
1.
Meminimalkan
retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih.
2.
Tekanan
ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat
berkemih sampai tekana abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine
secara tidak sadar.
3.
Berguna
untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
4.
Retensi
urine meningkatkian tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal.
5.
Distensi
kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik.
6.
Meningkatkan
relaksasi otot penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
1.
Menghilangkan
spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.
|
2.Perubahan eliminasi
urin berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma,
prosedur bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan aliran urine baik/meningkat.
Kriteria hasil :Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
Menunjukkan perilaku
yang meningkatkan kontrol kandung kemih/urinaria.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Kaji
haluaran urine dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung
kemih.
2.
Bantu
pasien memilih posisi kanormal untuk berkemih, contoh berdiri, berjalan ke
kamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
3. Dorong pasien untuk
berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per protokol.
|
1.
Retensi
dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah, spasme kandung kemih.
2.
Mendorong
pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.
3. Berkemih dengan
dorongan mencegah retensi urine.
|
3.Nyeri akut
berhubungan dengan iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;
infeksi urinaria; terapi radiasi.
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan rasa nyeri klien berkurang.
Kritera hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Tampak rileks
Mampu untuk tidur/istirahat dengan cepat
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Kaji
nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
2.
Pertahankan
tirah baring bila diindikasikan.
3.
Berikan
tindakan kenyaman, contoh pijatan punggung; membantu pesien melakukan posisi
yang nyaman; mendorong penggunaan relaksasi/latihan napas dalam; aktivitas
terapeutik.
4.
Kolaborasi
5.
Berikan
obat sesuai indikasi:
Narkotik, contoh
eperidin (Demerol)
|
1.
2.
Memberikan
informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan
intervensi.
3.
Tirah
baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
4.
Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkaatkan kemampuan
koping.
5.
Diberikan
untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BPH adalah
pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang kea
rah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hypertropi
sebenarnya tidak lah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hypertropi prostst, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami
hyperplasia (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literature
di benigna hyperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi
prostat sudah umum dipakai.
BPH adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic adalah pertumbuhan
nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk yang prostat, pertumbuhan tersebut dimulai
dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa.
3.2 Saran
Sebagai
seorang mahasiswa keperawat sebaiknya nanyinya dalam memberikan asuhan
keperawatan juga harus memberikan pendidikan kesehatan, serta dapat
menganjurkan pasien untuk bergaya hidup sehat dan teratur. Dan semoga makalh
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
·
Smeltzer,C. Suzanne.
2002. Buku bAjar Keperawat Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta.EGC
·
Price,A. Sylvia. 2006. Patofiologi Vol 2.Jakarta. EGC
·
Doenges, E. Marilynn.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta.EGC
·
Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika
No comments:
Post a Comment