Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

Cairan dan Elektrolit

Komposisi Cairan Tubuh
          Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
          Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel

(cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
          Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.

Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
          Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
          Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Ø Difusi
          Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1.     Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2.     Peningkatan permeabilitas.
3.     Peningkatan luas permukaan difusi.
4.     Berat molekul substansi.
5.     Jarak yang ditempuh untuk difusi.
Ø Osmosis
          Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
Ø Filtrasi
          Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
Ø Transport aktif
          Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
          Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
          Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Ø Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Ø  Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
1.     mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2.     mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
          Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

 2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
          Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
          Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
ü  Perubahan osmolaritas di nefron
          Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
          Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
ü  Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
          peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus  koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
          selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.

Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
          Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
          perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.

Keseimbangan Asam-Basa
          Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1.     pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2.     katabolisme zat organik
3.     disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1.     perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2.     mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3.     mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1.     mengaktifkan sistem dapar kimia
2.     mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3.     mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar :
1.     Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2.     Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3.     Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
4.     Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
          sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1.     Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2.     Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3.     Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4.     Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.

Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor-faktor:
·        Usia perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ, sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
·        Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
·        Diet apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergeerakan cairan dari interstisial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pe:menuhan kebutiuhan cairan.
·        Stres dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui proses peningkatan produksi ADI-I, karena pada proses ini dapat meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi natrium dan air.
·        Sakit pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk
HC03 plasma pH Plasma paC02 Plasma Gangguan Asam-Basa,
Seperti:
 meningkat dan menurun nya  asidosis respiratorik,menurun menurun menurun asidodsis metabolik,menurun meningkat menurun alkalosis respiratorik,meningkat meningkat meningkat alkalosis metabolik.
memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakscimbangan sistem dalam tubuh seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan keebutuhan cairan.

TINDAKAN UNTUK MENGATASI MASALAH/GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.
1. Pemberian Cairan Melalui Infus
Pemberian cairan melalui ifus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan c:ara memasukan cairan melalui intra vena dengan bantiuan perangkat infus, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Alat dan Bahan:
1. Standar infus.
2. Perangkat infus.
3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Jarum infus/aboath atau sejenisnnya sesuai dengan ukuran.
5. Pengalas.
6. Tourniquet/pembendung.
7. Kapas alkohol 70%.
8. Plester.
9. Gunting
10. Kasa Steril
11. Betadine
12. Sarung tangan

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus (cairan).
4. Isi cairan ke dalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya.
5. Letakkan pengalas.
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7. Gunakan sarung tangan.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9. Lakukan penusukkan dengan arah jarum ke atas.
10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui jarum infus/ abocath. )
11. Tarik jarum infus dan hubungkan de;ngan sdang infus.
12. Buka tetesan.
13. :akukan desinfe;ksi dengan Betadine dan tutup de:ngan kasa steril.
14. Beri tanggal, dan jam pelaksanaan infus pada plester.
15. Catat respons yang terjadi
16. Cuci tangan.

Cara Menghitung Tetesan Infus:
a. Dewasa:
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/Menit =Lamanya infus (jam) x 3

KESIMPULAN
          Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
 Daftar Pustaka
·         Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th ed. California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc.
·         Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson Education.

No comments:

Post a Comment