Komposisi Cairan Tubuh
Telah
disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang
60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi
antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada
wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan
anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan
lansia.
Cairan
tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh
berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel
(cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan
intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat
badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat
badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh
cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil,
yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+
dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+
di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena
jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan
komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan
intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan
plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan
antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu
kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen
sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Perpindahan Substansi
Antar Kompartmen
Setiap
kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap
zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut
tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable
(permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel
lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan
substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif
membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Ø Difusi
Partikel
(ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan
partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju
difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion).
Faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2.
Peningkatan permeabilitas.
3.
Peningkatan luas permukaan difusi.
4.
Berat molekul substansi.
5.
Jarak yang ditempuh untuk difusi.
Ø Osmosis
Bila
suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang
sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi
tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air
akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang
semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat
terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan
osmosis.
Ø Filtrasi
Filtrasi
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan
tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang
mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
Ø Transport
aktif
Transport
aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif
dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih
tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan
perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.
Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut.
1.
Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan
volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah
jangka panjang.
Ø Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air.
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini
terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh
dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal
fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal
fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses
filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Ø
Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti
halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga
asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir
tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai
dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan
seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi
harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
ginjal mengontrol jumlah garam yang
dieksresi dengan cara:
1.
mengontrol jumlah garam (natrium) yang
difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus
Filtration Rate (GFR).
2.
mengontrol jumlah yang direabsorbsi di
tubulus ginjal
Jumlah
Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting.
Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume
plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi
leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi
urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas
cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau
semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis
hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang
banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan
intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini
menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan
aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh
dilakukan dilakukan melalui:
ü
Perubahan osmolaritas di nefron
Di
sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang
isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi
reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding
tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa
osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen
menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan
ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
ü
Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic
hormone/ADH)
peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang
mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke
dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan
vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,
yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin
ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini
menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
selain
itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas
cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga
terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali
normal.
Pengaturan
Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai
kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat
informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui
baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus,
dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem
endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan
adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan
reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan
tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium
dan air.
perubahan
volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain
yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur,
suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan
asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh.
pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika
pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis.
Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1.
pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan
berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2.
katabolisme zat organik
3.
disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia,
misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian
asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan
mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1.
perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis
terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi
hipereksitabilitas.
2.
mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3.
mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh
berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1.
mengaktifkan sistem dapar kimia
2.
mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3.
mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar :
1.
Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan
ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2.
Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan
ekstrasel dan intrasel
3.
Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam
eritrosit untuk perubahan asam karbonat
4.
Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem
perkemihan dan cairan intrasel.
sistem
dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH
akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan
kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat
pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H
secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke
dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1.
Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2
akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan
disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2.
Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2
yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3
menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3.
Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan
oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang
terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan
penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4.
Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H
dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi
bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena
muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat
plasma meningkat.
untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa
tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
·
Usia perbedaan
usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ, sehingga dapat
mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
·
Temperatur yang
tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak,
sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
·
Diet apabila
tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan yang
tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergeerakan cairan dari interstisial ke
interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pe:menuhan kebutiuhan cairan.
·
Stres dapat
memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui proses
peningkatan produksi ADI-I, karena pada proses ini dapat meningkatkan
metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat
menimbulkan retensi natrium dan air.
·
Sakit pada
keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk
HC03 plasma pH Plasma paC02 Plasma Gangguan Asam-Basa,
HC03 plasma pH Plasma paC02 Plasma Gangguan Asam-Basa,
Seperti:
meningkat dan menurun nya asidosis respiratorik,menurun menurun menurun asidodsis metabolik,menurun meningkat menurun alkalosis respiratorik,meningkat meningkat meningkat alkalosis metabolik.
memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakscimbangan sistem dalam tubuh seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan keebutuhan cairan.
meningkat dan menurun nya asidosis respiratorik,menurun menurun menurun asidodsis metabolik,menurun meningkat menurun alkalosis respiratorik,meningkat meningkat meningkat alkalosis metabolik.
memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakscimbangan sistem dalam tubuh seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan keebutuhan cairan.
TINDAKAN UNTUK MENGATASI MASALAH/GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.
1. Pemberian Cairan Melalui Infus
Pemberian cairan melalui ifus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan c:ara memasukan cairan melalui intra vena dengan bantiuan perangkat infus, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Pemberian cairan melalui ifus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan c:ara memasukan cairan melalui intra vena dengan bantiuan perangkat infus, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Alat dan Bahan:
1. Standar infus.
2. Perangkat infus.
3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Jarum infus/aboath atau sejenisnnya sesuai dengan ukuran.
5. Pengalas.
6. Tourniquet/pembendung.
7. Kapas alkohol 70%.
8. Plester.
9. Gunting
10. Kasa Steril
11. Betadine
12. Sarung tangan
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus (cairan).
4. Isi cairan ke dalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya.
5. Letakkan pengalas.
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7. Gunakan sarung tangan.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9. Lakukan penusukkan dengan arah jarum ke atas.
10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui jarum infus/ abocath. )
11. Tarik jarum infus dan hubungkan de;ngan sdang infus.
12. Buka tetesan.
13. :akukan desinfe;ksi dengan Betadine dan tutup de:ngan kasa steril.
14. Beri tanggal, dan jam pelaksanaan infus pada plester.
15. Catat respons yang terjadi
16. Cuci tangan.
Cara Menghitung Tetesan Infus:
a. Dewasa:
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/Menit =Lamanya infus (jam) x 3
2. Perangkat infus.
3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Jarum infus/aboath atau sejenisnnya sesuai dengan ukuran.
5. Pengalas.
6. Tourniquet/pembendung.
7. Kapas alkohol 70%.
8. Plester.
9. Gunting
10. Kasa Steril
11. Betadine
12. Sarung tangan
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus (cairan).
4. Isi cairan ke dalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya.
5. Letakkan pengalas.
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7. Gunakan sarung tangan.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9. Lakukan penusukkan dengan arah jarum ke atas.
10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui jarum infus/ abocath. )
11. Tarik jarum infus dan hubungkan de;ngan sdang infus.
12. Buka tetesan.
13. :akukan desinfe;ksi dengan Betadine dan tutup de:ngan kasa steril.
14. Beri tanggal, dan jam pelaksanaan infus pada plester.
15. Catat respons yang terjadi
16. Cuci tangan.
Cara Menghitung Tetesan Infus:
a. Dewasa:
Jumlah cairan yang masuk
Tetesan/Menit =Lamanya infus (jam) x 3
KESIMPULAN
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol
osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat
dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2
dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Daftar Pustaka
·
Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From
cells to system. 5th ed. California: Brooks/Cole-Thomson Learning,
Inc.
·
Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An
Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson Education.
No comments:
Post a Comment