BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Tindakan bedah
ini memiliki reputasi yang panjang sampai baru-baru ini kurang baik. Me
Clelland percaya terdapat 5 periode dalam perkembangan dan penerimaan tindakan
trakeostomi yang dapat di lihat. Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur
dalam legenda. Buku suci agama hindu Rig Veda yang di tulis antara tahun 2000
dan 1000 SM menjelaskan satu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara
bila rawan leher dipotong. Namun, para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang
lahir sekitar 1245 SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak
ada catatan bedah mengenai keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova
(1500-1570) mengemukakan penanganan bedah yang berhasil pada angina ludwing
pada tahun 1546. Pada era kedua, dari tahun 1546 hingga 1833, tindakan bedah
seperti ini sangat di takuti, dan hanya 28 trakeostomi yang di laporkan
berhasil selama 3 abad ini.
Trousseau dan Bretonnean
mempopulerkan operasi ini di Perancis, mereka melakukannya untuk menangani
kasus difteria dengan angka keberhasilan 25% (angka penyembuhan yang cukup
tinggi pada saat itu ). Era trakeostomi yang ke 3 terangkat pada tahun 1921
saat Chevalier Jacson mengemukakan teknik-teknik modern dan menantang insisi
kartilago krikoid/cincin trakea pertama. Saran ini, bila diikuti, mengurangi
angka komplikasi yang tinggi akibat stenosis subglotis latrogenik. Selama masa
ini, indikasi untuk trakeostomi hampir ekslusif merupakan sumbatan jalan nafas
bagian atas.
Era keempat dimulai tahun 1932
dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas dapat dilakukan pada kasus-kasus
paralisis pernafasan yang sulit, khususnya poliomyelitis. Gallow juga ikut
berperan dalam mengarahkan pemikiran dalam era ini, dengan melakukan
trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera dada yang berat,
intoksikasi barbiturate, dan control jalan nafas pasca bedah. Era ini merupakan
masa-masa yang penuh rasa antusias. Selama tahun-tahun ini, lahirlah
ungkapan-ungkapan jika anda mempertimbangkan trakeostomi, pepatah ini masih diikuti
oleh sebagian dokter untuk menghindari trakeostomi pada saat kritis.
Sejak awal 1960-an, kecenderungan
melakukan trakeostomi guna memintas sumbatan dan mengatasi akumulasi
secret/kegagalan, ventilasi mulai muncul ke permukaan. Intubasi endotrakea telah
menjadi lebih kompotitif, dimana perawatannya dapat lebih baik termasuk
penghisapan trakea yang sering, serta pemakaian udara lembab dan tuba baru yang
di buat dari plastik guna mengurangi pembentukan keropeng, dengan demikian
tidak lagi memerlukan penggantian tuba yang sering. Kecepatan, intubasi dan
kemudahan ekstubasi serta dapat dihindarkannya komplikasi trakeostomi membuat
teknik ini menarik.
Intubasi yang lama menimbulkan
beberapa komplikasi dengan angka kesakitan dan bahkan kematian bermakna. Antara
lain sinusitis akut, destruksi hidung, mukosa dan kartilago, otitis media
serosa, dan gangguan laring dan subglotis. Gangguan laring dapat lebih sukar di
atasi dibandingkan stenosis trakea akibat trakeostomi karena laring merupakan
organ berotot fungsional dan bukan hanya suatu tuba berongga untuk
menghantarkan udara. Rekonstruksi laring mungkin sukar dan rehabilitasi
terkadang tidak memuaskan.
Saat ini, diberbagai pusat, intubasi dilakukan pada
kasus-kasus darurat/jika tuba dianggap dapat dilepaskan dalam 1 minggu. Setelah
72 jam, bila tuba masih diperlukan, barulah dilakukan trakeostomi. Telah
terjadi sedikit komplikasi pada daerah laring dan subglotis bilamana
menjalankan protocol ini. Namun intubasi dewasa yang lama jelas meningkatkan
resiko dan keparahan komplikasi.
Pada anak dan bayi, intubasi yang
lebih lama, ternyata cukup berhasil. Tuba dapat dipertahankan untuk waktu yang
lebih lama hingga 6 hari, seperti yang diperlihatkan penelitian klinis. Bayi
dapat ditangani untuk waktu yang lebih lama, oleh karena akan lebih sulit
melakukan dan merawat trakeostomi pada kelompok usia ini. Bahkan pada neonates,
intubasi hingga lebih dari 6 bulan telah dilaporkan berhasil. Namun adakalanya
terjadi komplikasi laring setelah intubasi yang lama pada anak.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan trakeotomi dan trakeostomi
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep dasar
teoritis tentang trakeotomi dan trakeostomi
2. Untuk megetahui konsep dasar asuhan
keperawatan pada klien dengan trakeotomi dan trakeostomi, yang meliputi
pengkajian, diagnose keperawatan, dan intervensi
3. Untuk Mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan trakeotomi dan trakeostomi yang meliputi pengkajian,
intervensi, implementasi dan evaluasi
1.3 Manfaat penelitiaan
A. Secara aplikatif, makalah ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan kelompok dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan trakeotomi dan trakeostomi
B. Menambah pengetahuan dan wawasan
bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada klien dengan trakeotomi dan
trakeostomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Trakheostomi dan Trakheotomi
2.1.1. Pengertian
Trakheostomi adalah operasi pembuatan suatu lubang di trakea.
Ketika selang indwelling dimasukkan ke dalam trakea maka istilah trakeotomi
digunakan. Trakheostomi dapat menetap atau permanen. Trakheostomi dilakukan
untuk meminta suatu obstruksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeo
bronchial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang,
untuk mencegah aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar atau
paralise( dengan menutup trakea dari esophagus ), dan untuk mengganti selang
endotrakeal. Ada banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat
trakheostomi di perlukan.
Trakheotomi adalah suatu
prosedur pengirisan trakea.(irman sumantri,2008)
Trakeotomy
adalah prosedur pembedahan di mana pembukaan ke trakea dibuat di leher tepat di
bawah laring untuk memfasilitasi bernapas.
Tracheotomy berarti "untuk
membagi (memotong), trakea (batang tenggorok). Karena itu nama yang
benar dari operasi aktual. Lubang dibuat disebut trakeostomi, Namun, kata
stoma, pembukaan.
Trakeostomi adalah suatu
tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan
jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian
atas.1,2,3(adams, 1997)
Trakeostomi adalah prosedur
dimana dibuat lubang kedalam trakea (buku ajar keperawatan medical bedah edisi
8 volume 1 ).
Trakheostomi adalah operasi
pembuatan suatu lubang ditrakea.(irman sumantri,2008)
2.1.2. Anatomi trachea
Trakhea merupakan tabung
berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago
krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus,
turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina.
Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah
lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas
trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah
anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus
rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan
menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada
kartilago tiroid dan hioid.
2.1.3 Fungsi
Fungsi dari trkhesotomi antaralain:
1.
Menegurangi jumlah ruang hampa dalam traktus
trakheobronkial 70 sampai 100ml.
2.
Mengurangi
tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan yang
diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengaibatkan peningkatan regangan
total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif
3.
Proteksi
terhadap aspirasi
4.
Memunginkan
pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan
gangguan pernafasan
5.
Memungkinkan
pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
6.
Memungkinkan
jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
2.1.4
Indikasi
1.
Obstruksi laring
a.
Karena radang akut, misalnya pada laringitis akut,
laringitis difterika, laringitis
membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
b.
Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma
jinak dan ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise
nerus Rekurens
2.
Obstruksi di atas
laring
a.
Retrofa ringeal abses, terutama pada anak-anak
b.
Perdarahan diatas laring sehingga menghambat jalan nafas
c.
Paralise otot menelan, sehingga sekret terkumpul dan
tidak dapat ditelan
d.
Tumor dan trauma laring
3.
Penimbunan sekret disaluran pernafasan
Terjadi pada
tetanus, trauma kapitis berat, cerebro vascular disease ( CVD ), keracunan
obat, serta selama dan sesudah operasi laring.
4.
Rencana melakukan operasi didaerah laring dan radioterapi
Jika
dikuatirkan komplikasinya adalah edema laring
2.1.5 jenis tindakan Trakeostom
1.
Surgical
trakesotomi
Tipe
ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan didala ruang operasi. Insisi
diuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2.
Percutaneous
trakeostomi
Tipe
ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincin trakea satu, dua, tiga. Karena lubang yang
dibuat kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan
scar. Selain itu, kejadian infeksi juga jauh lebih kecil
2.1.6 Prosedur trakeostomi
Prosedur trakheostomi biasanya dilakukan di ruang
operasi atau di unit perawatan intensif, dimana ventilasi pasien dapat di
control dengan baik dan teknik aseptic yang optimal dapat di pertahankan. Suatu
lubang di buat pada cincin trakea kedua dan ketiga. Setalah trakea terpajan
selang trakheostomi balon dengan ukuran yang sesuai di masukkan. Cuff
trakheostomi adalah perlekatan yang dapat mengembang pada trakheostomi yang di
rancang untuk menyumbat ruang antara dinding trakea dengan selang untuk
memungkinkan ventilasi mekanis yang efektif. Selang trakheostomi di pasang di
tempatnya dengan plaster pengencang mengelilingi leher pasien. Biasanya, kassa
segiempat steril di letakkan di antara selang dan kulit untuk menyerap drainase
dan mencegah infeksi .
A.jenis-jenis
pipa Trakeostomi
1.
Cuffed
tubes: selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil
resiko timbulnya aspirasi.
2.
Uncuffed
tubes : digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak
mempunyai resiko aspirasi.
3.
Trakesotomi
dua cabang ( dengan kanul dalam ): dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan
dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapa dibersihkan dan diganti untuk
mencegah terjadi obstruksi.
4.
Silver
negus tubes : Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakesotomi jngka
panjang.
5.
Fenestrated
tubes : alat trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka disebelah
pasteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati
hidungnya.
B. alat-alat trakesotomi
Alat yang
diperlukan untuk melakukan trakesotomi adalah semprot yang bersisi obat
analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait
tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea sesuai dengan
ukuran.
2.1.7
Teknik Trakeostomi
Pasien tidur terlentang, bahu
diganjal dengan bantal kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan
pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi yang seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak
digaris median dekat permukaan leher. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan
prinsip aseptic dan antiseptic dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum
disuntikkan dipertengaahaan krikoid dengan fossa suprasternal secara
infiltrasi. Sayatan dapat vertika digaris tengah leher mulai dari bawah krikoid
sampai fossa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahaan jarak antara kartilago krikoid dengan fossa suprasternal atau
kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa.
Dengan gunting panjang yang tumpul
kulit serta jaringan dibawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke
lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan
susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan
dibawahnya dibuka tepat ditengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh
darah yang tampak ditarik lateral. Ismut tiroid yang ditemukan ditarik keatas
supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismut tiroid di klem
pada dua tempat dan dipotong di tengah nya. Sebelum klem dilepskan ismut tiroid
diikat kedua tepinya dan disisikan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika
diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membrane antara
cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong
cincin trakea ketiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea
dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi denga tali pada leher pasien dan
luka operasi ditutup dengan kasa.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi harus diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek, agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi harus diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek, agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
2.1.8
Pedoman Pengisapan
Trakeostomi
Peralatan
·
Kateter
penghisap
·
Sarung tangan
·
Goggles
untuk pelindung mata
·
Spuit
5 -10 ml
·
Normal
salin steril yang dituangkan kedalam cangkir untuk irigasi
·
Bag
yang dapat mengembang sendiri milik pasien ( resuscitator tangan ) dengan
oksigen suplemntal ( kantung diganti setiap hari untuk mengurangi kemungkinan
infeksi )
·
Mesin
penghisap ( suction )
Prosedur
·
Jelaskan
prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan selama penghisapan,
karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan tersendak dan ketidakmampuan
untuk berkomunikasi
·
Mulai
dengan mencuci tangan secara menyeluruh
·
Hidupkan
sumber mesin menghisap ( tekanan tidak boleh melebihi 120 mmHg).
·
Buka
kit kateter penghisap
·
Isi
basin dengan normal salin steril
·
Ventilasi
pasien dengan bak resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi
·
Kenakan
sarung tangan pada tangan yang dominan
·
Ambil
kateter penghisap dengan tangan yang mengenakan
sarung tangan dan hubungkan ke penghisap
·
Hiperinflasi
atau hiperoksigenaksikan paru-paru pasien selama beberapa kali nafas dalam
dengan kantung yang dapat mengembang sendiri
·
Masukkan
kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan isapan, cukup untuk
menstimulasi reflex batuk
·
Beri
isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat (
tidak lebih dari 10 detik – 15 detik, karena pasien dapat menjadi hipoksik dan
mengalami distrikmia, yang dapat
mengarah kepada henti jantung)
·
Reoksigenasikan
dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali nafas
·
Masukkan
3-5 ml normal salin kedalam jalan nafas hanya jika reflex batuk tertekan
·
Ulangi
4 langkah sebelumnya smapai jalan nafas bersih
·
Bilas
kateter dalam basin degan normal salin steril antara tindakan penghispan bila
perlu
·
Hisap
kavitas ororfaring setelah menyelesaikan penghisapan tracheal
·
Bilas
selang penghisap
·
Buang
kateter, sarung tangan, dan basin
2.10 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fungsi : menentukan
kemampuan paru untuk pertukaran gas karbondioksida dan termasuk tetapi tidak terbatas padahal
berikut ini:
1.
GDA:
mengkaji status oksigenisasi dan ventilasi dan keseimbangan asam basah.
2.
Kapasitas
vital :menurun pada keterbatasan dada atu kondisi paru,normal atau meningkat
pada PPOM: normal atau menurun pada penyakit neuromuscular (Guillain –barre
),menurun pada kondisi keterbatasan
gerak torax (kifaskoliosis).
3.
Kapasitas
pital kuat (FVC) :diukur dengan spiorometri) menurun pada kondisi restriktif .
4.
Volume
tidal (VT) : dapat menurun pada proses restriktif atu obstruktif membantu
menentukan apakah pasien dapat bernafas.
5.
Inspirasi
negative kuat (NIF) : dapat mempengaruhi kapasitas vital untuk membantu menentukan
apakah pasien dapat bernafas.
6.
Ventilasi
menit : mengukur volume untuk inhalasi dalam satu menit pernafasan normal.
7.
Tekanan
inspirasi(Pimax) : mengukur regangan oto pernafasan.
8.
Volume
ekspirasi kuat (FEV) : biasanya menurun pada PPOM.
9.
Sinar
X dada : mengawasi perbaikan atau kemajuan kondisi atau komplikasi
Pemeriksaan
penunjang:
Secera
setelah trakeostomi dilakukan:3
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangat
penting karena sekret dapat menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke
luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera
dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka
waktu lama, maka kanul harus dibersihkduAminggu sekali. Kain basah di bawah
kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres
hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.1,3
2.1.9
Perawatan pasca
trakeostomi
Setelah trakeostomi dilakukan :
A.
Rontgen
dada untuk menentukan posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
B.
Antibiotic
untuk menurunkan resiko timbulnya infeksi.
C.
Mengajari
pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi
2.1.11 Komplikasi
1.
Pendarahan
Pendarahan
mungkin terjadi sewaktu operasi, tetapi lebih sering terjadi beberapa hal
sesudah tindakan trakheostomi. Oleh karena itu, ketika melakukan trakeostomi
sebaiknya pendarahan di cari dan pembuluh darah diikat terutama di sekitar
kelenjar tiroid.
2.
Emfisema
Dapat
terjadi di subkutis atau mediastinum. Emfisema subkutis terjadi karena luka insisi
kulit dijahit terlalu rapat pada kanula, sedangkan stoma terlalu lebar.
Emfisema dapat juga terjadi kalau kanula trakea yang di pakai terlalu kecil
dibandingkan dengan stoma trakea yang di buat.
3.
Pneumotoraks
Komplikasi
ini lebih sering terjadi pada anak-anak, sebab pleura pada anak terlalu tinggi
di leher sehingga mudah terjadi kerusakan. Penderita yang telah ditrakheostomi
sebaiknya dibuat foto rontgen toraks dan bila sampai adanya pneumotoraks segera
pasang water sealed drainage (WSD).
4.
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
merupakan komplikasi yang sering terjadi, terutama pada anak-anak. Hal ini
disebabkan pengisapan lender penderita melalui stoma trakea kurang memenuhi
syarat sepsis.
5.
Stenosis
trakea
Stenosis
trakea mungkin disebabkan karena terbentuknya jaringan granulasi atau keloid
disekitar stoma. Stenosis trakea oleh jaringan granulasi sering terjadi bila
trakheostomi dilakukan pada cincin trakea II. Keloid akan terbentuk di sekitar
stroma, apabila luka insisi mengalami peradangan, sehingga luka tidak sembuh
per-primum.
6.
Fistula
trakeo-esofagus
Bila
trakea di potong tepat pada waktu penderita batuk, maka mungkin sekali dinding
anterior esophagus teriris. Oleh krena itu, sebaiknya insisi trakea dilakukan
pada waktu penderita melakukan inspirasi. Agar dinding anterior dan dinding
posterior trakea(yang merupakan dinding anterior esofagus) tidak beredekatan,
maka cincin trakea III dikaitkan dengan penakulum.
7.
Kematian
mendadak
Apnea,
hipertensi dan aritma jantung merupakan komplikasi yang menyebabkan kematian
pada saat dilakukan trakheostomi. Pada penderita dengan penyumbatan saluran
pernafasan kronis, konsentrasi karbondioksida yang tinggi dalam darah
mengurangi kepekaan pusat pernafasan terhadap rangsang karbondioksida.
Pernafasan tergantung keberadaan oksigen. Keadaan kurangnya oksigen dihilangkan
dengan trakheostomi, sehingga rangsang nafas berkurang. Apabila pada obstruksi
yang kronis itu, tiba-tiba diberikan oksigen denga dosis yang terlalu tinggi,
maka penderita akan menjadi apnea
Proses Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Trakheotomi Dan Trakeostomi
2.2.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan
pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi : nama,
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Nyeri, dispnea, batuk.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan traetomi dan
trakeostomi menampakkan gejala: sesak napas, kesulitan bernapas, batuk, nyeri.
Riwayat bedah atau trauma.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada
tindakan trakeotomi dan trakeostomi yang pernah dialami oleh pasien sebelum
masuk rumah sakit, kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya
seperti: obstruksi jalan napas, anginaludwig
5. riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat pada
anggota keluarga yang lain dengan tindakan trakeotomi dan trakeostomi.
6. data dasar
pengkajian pasien
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan bantuan ventilasi (trakeostomi) misalnya: gagal pernapasan akut (GPA).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi.
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik (trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan bantuan ventilasi (trakeostomi) misalnya: gagal pernapasan akut (GPA).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi.
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik (trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1). Pola pernafasan tak efektif/ventilasi
spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan. Berhubungan dengan Depresi pusat
pernafasan, paralisis otot pernafasan.
2). Bersihan jalan
nafas tidak efektif Berhubungan dengan
Benda asing (jalan nafas buatan) pada trachea, ketidakmampuan batuk efektif.
Benda asing (jalan nafas buatan) pada trachea, ketidakmampuan batuk efektif.
3). Komunikasi
verbal, kerusakan. Berhubungan dengan
Hambatan fisik, contoh selang trakeostomi, paralisis neuromuscular.
Hambatan fisik, contoh selang trakeostomi, paralisis neuromuscular.
4). Nyeri akut
berhubungan dengan pemasangan selang trakheostomi dan Insisi pembedahan.
2.2. NCP( Nursing Care
Planning)
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk
meneruskan. Dapat dihubungkan dengan :
Depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan. |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24jam, diharapkan pola
napas kembali efektif.
|
-pucat tidak ada
-pola napas efektif.
-frekuensi napas normal.
-sianosis tidak ada
-TTV: DBN
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100x/i
RR: 16-24x/i
|
Mandiri:
-
Selidiki
etiologi gagal pernafasan
- Observasi pola nafas. Catat frekuensi , jarak antara pernafasan spontan dan nafas ventilator
-Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan
pada kursi ortopedik bila memungkinkan
-Periksa selang trakeostomi terhadap obstruksi,
misal terlipat
-Alirkan selang sesuai indikasi, hindari aliran
ke pasien atau kembali ke dalam wadah
-Bantu pasien dalam control pernafasan di
samping tempat tidur dan ventilasi manual kapanpun diindikasikan.
|
-penting untuk perawatan, contoh keputusan tentang kemampuan pasien yang
akan datang dan dukungan tepat ventilator
-pasien dengan ventilator dapat mengalami
hiperventilasi/ hipoventilasi.
-peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur sementara masih
pada ventilator secara fisik dan psikologik menguntungkan.
-lipatan selang mencegah pengiriman volume adekuat dan meningkatkan
tekanan jalan nafas.
-air mencegah distribusi gas dan pencetus pertumbuhan bakteri.
-melatih pasien nafas lambat, lebih dalam, praktik nafas abdomen,
member posisi yang nyaman dan penggunaan teknik relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi pernafasan.
|
2
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif. Dapat dihubungkan dengan
Benda asing (jalan nafas buatan) pada trachea, ketidakmampuan batuk efektif. |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24jam,diharapkan jalan
napas kembali efektif.
|
-Napas normal
-batuk efektif
-bunyi napas bersih
-dispnea tidak ada
-sekret pada selang trakeostomi tidak ada
-sianosis tidak ada
-TTV: DBN
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100x/i
RR: 16-24x/i
|
-Mandiri
- Kaji kepatenan jalan nafas
- Evaluasi gerakan dada dan asukultasi bunyi nafas bilateral
- Awasi letak selang endotrakeal. Catat tanda garis bibir dan bandingkan dengan letak yang diinginkan. Amankan selang dengan hati-hati dengan plester atau penahan selang.
- Catat batuk berlebihan, peningkatan dispnu,secret terlihat pada selang
endotrakeal/trakeostomi, peningkatan ronkhi.
-Lakukan suctioning sesuai kebutuhan, batasi penghisapan 15 detik atau
kurang. Pilih kateter yang tepat, isikan cairan garam faal steril, bila
diindikasikan. Hiperventilasi dengan kantung sebelum penghisapan, gunakan
oksigen 100% bila ada.
- Anjurkan pasien untuk melakukan teknik batuk selama penghisapan contoh
menekan, nafas pada waktunya dan batuk segi empat sesuai indikasi.
-Ubah posisi/berikan cairan dalam kemampuan individu
-Dorong/berikan cairan dalam kemampuan pasien
Kolaborasi: -Berikan fisioterapi dada sesuai indikasi,misal postural drainage, perkusi
-Berikan bronkodilator IV dan aerosol sesuai indikasi, misal
aminophilin,idiotharine hidroklorida
-Bantu bronkoskopi serat optic bila diindikasikan. |
-obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret, perlengketan mukosa,
perdarahan, spasme bronkus dan atau masalah dengan posisi trakeostomi/selang
endotrakeal.
-gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area paru menunjukkan
letak selang tepat/tak menutup jalan nafas.
-selang endotrakeal dapat masuk ke bronkus kanan, sehingga menghambat
aliran udara ke paru kiri dan pasien beresiko untuk pneumotorax tegangan.
-pasien intubasi biasanya mengalami reflex batuk tak efektif atau pasien
dapat mengalami gangguan neuromuscular atau neurosensori
- penghisapan tidak harus rutin,dan lamanya harus dibatasi untuk
menurunkan bahaya hipoksia. Kateter penghisap diameternya harus kurang dari
50% diameter dalam trakeostomi untuk mencegah hipoksia. Hiperventilasi dengan
kantung atau nafas panjang ventilator pada oksigen 100% mungkin diinginkan
untuk menurunkan atelektasis dan untuk menurunkan hipoksia tiba-tiba.
- meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan secret.
- meningkatkan drainage sekret dan ventilasi pada semua segmen paru,
menurunkan resiko atelektasis.
-membantu mengencerkan secret, meningkatkan
pengeluaran.
-meningkatkan ventilasi pada semua degmen paru
dan alat drainage secret.
- meningkatkan ventilasi dan membuang secret
dengan relaksasi otot halus/spasme bronkus.
-dapat dilakukan untuk membuang
secret/perlengketan mukosa.
|
3
|
Komunikasi verbal, kerusakan. Dapat dihubungkan dengan :
Hambatan fisik, contoh selang trakeostomi, paralisis neuromuscular. |
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan komunikasi kebutuhan dapat
dipahami
|
-Klien tampak tenang
-Tidak ada pembengkakan pada laring
-Berat badan pasien berangsur normal
|
Mandiri
- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi dengan pilihan arti
- Buat cara-cara komunikasi contoh memperhatikan kontak mata, tanyakan
pertanyaan ya/tidak, berikan magic slate, kertas/pensil. Gambar/alphabet,
gunakan tanda bahasa yang tepat, validasi arti upaya komunikasi.
-Letakkan bel pemanggil dalam jangkauan, yakinkan pasien sadar dan secara
fisik mempu menggunakannya.
- Letakkan catatan pada pusat pemanggil informasi staf bahwa pasien tidak mampu bicara.
- Dorong keluarga terdekat bicara dengan pasien, berikan informasi
tentang keluarga dan kejadian sehari-hari.
|
-alasan untuk dukungan ventilator jangkan panjang bermacam-macam ; pasien
dapat sadar dan beradaptasi pada penulisan. Metode komunikasi dengan pasien
sangat individual.
-kontak mata menjamin minat komunikasi pasien bila pasien mampu untuk
menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau nyaman melakukan gerak tubuh.
-lebih mampu untuk rileks, merasa aman.
-menyadarkan semua staf untuk berespons pada
pasien di tempat tidur sebagai ganti melalui intercom.
-orang terdekat dapat sadar diri dalam
perbincangan satu arah, tetapi pengetahuan bahwa ia mampu membantu pasien
untuk meningkatkan kontak dengan realita sehingga memungkinkan pasien manjadi
bagian dari keluarga dapat menurunkan perasaan kaku.
|
TINJAUAN
KASUS
Format Pengkajian
- Biodata / Data Biografi
Identitas Klien:
Nama : Tn. R. No
Register : 01.180.630
Umur : 37 tahun
Suku/bangsa : Serawai
Status Perkawinan : kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Timur Indah 3
Tanggal masuk RS : 1 mei 2012
Tanggal Pengkajian : 1 mei 2012
Catatan kedatangan : Kursi roda ( ), Ambulan (√ ), Brankar ( )
Keluarga Terdekat yang
dapat dihubungi:
Nama/Umur : Ny. Q / 32 No telepon : (0736)22011
Pendidikan : D3
Pekerjaan : PNS
Alamat : Timur Indah 3
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
2.
Riwayat Kesehatan Keperawatan
- Keluhan Utama/Alasan Masuk Rs
Tn R (37 th) datang ke RS dr. M.
Yunus Bengkulu via IGD pada tanggal 20
mei 2011, jam 11.20 wib dengan keluhan
nyeri, batuk, sesak napas.
- Riwayat kesehatan sekarang (RKS)
-faktor pencetus : klien
mengatakan sesakk napas didahului oleh stridor ekspirasi seminggu sebelum masuk
rumah sakit.
- sifat keluhan : klien
mengatakan sesak napas timbul perlahan-lahan, sesak napas terus-menerus dan
bertambah dengan aktivitas.
- berat ringannya keluhan : klien
mengatakan sesak napas cenderung bertambah sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
- lamanya keluhan : klien
mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit saat merasakan keluhan.
- upaya yang telah dilakukan
untuk mengatasi : klien mengatakan upaya untuk mengatasi sesak adalah dengan
istirahat.
- keluhan saat pengkajian :
klien juga mengatakan kesulitan bernapas, kesulitan menelan, dan sulit untuk
berkomunikasi.
- Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
- Klien mengatakan tidak ada
riwayat obstruksi pada jalan napas.
- Riwayat kesehatan keluarga (RKK)
a.
Klien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit obstruksi saluran
napas seperti yang dialaminya dan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit keturunan dan penyakit menular lainnya.
3. Pola
Fungsi Kesehatan
a)
Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan
-
persepsi terhadap
penyakit :
klien mengatakan tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya.
Penggunaan :
-
tembakau (bungkus/hari,
pipa, cerutu, berapa lama, kapan berhenti): tidak ada.
-
Alergi (obat-obatan,
makanan, dll) : pasien tidak ada alergi.
b)
Pola nutrisi dan
metabolisme
-
diet/suplemen khusus :
tidak ada.
-
Instruksi diet sebelumnya
: -
-
Nafsu makan ( normal,
meningkat, menurun): menurun karena klien hanya menghabiskan ½ porsi.
-
Penurunan sensasi kecap,
mual-muntah, stomatitis: klien mual muntah.
-
Fluktasi BB 6 bulan
terakhir (naik/turun): BB pasien menurun
sebanyak 2 kg (60 kg menjadi 58 kg)
-
Kesulitan menelan
(disfagia): ada
-
Gigi (lengkap/tidak, gigi
palsu : lengkap.
-
Riwayat masalah
kulit/penyembuhan (ruam, keringat, keringat berlebihan, penyembuhan abnormal) :
tidak ada.
-
Jumlah minimum /24 jam
dan jenis (kehausan yang sangat) : tidak ada.
-
Frekuensi makan : normal
(3x sehari).
-
Jenis makanan :
karbohidrat, protein.
-
Pantangan/alergi : tidak
ada.
-
Lain-lain : -
c)
Pola eliminasi
Buang air besar (BAB):
- frekuensi
: 1x 2 sehari waktu
: pagi
- Warna : kuning konsistensi
: lembek
- Kesulitan (diare, konstipasi,
inkontinensia) : tidak ada.
Buang
Air Kecil (BAK)
- Frekuensi : 2x sehari warna : kuning
- Kesulitan (disuria, nokturia,
hematuria, retensi inkontinensia) : tidak ada.
- Alat bantu (kateter intermitten,
indwelling, kateter eksternal) : kateter intermitten
- Lain-lain : -
d)
Pola aktivitas dan
latihan
0 ═ Mandiri 3 ═ Dibantu
orang lain dan peralatan
1 ═ Dengan alat bantu 4 ═ ketergantungan/tidak mampu
2 ═ Dibantu orang lain
Kegiatan/aktivitas
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Makan/minum
|
|
|
√
|
|
|
Mandi
|
|
|
|
√
|
|
Berpakaian/berdandan
|
|
|
√
|
|
|
Toileting
|
√
|
|
|
|
|
Mobilisasi di tempat tidur
|
|
√
|
|
|
|
Berpindah
|
|
|
|
√
|
|
Berjalan
|
√
|
|
|
|
|
Menaiki tangga
|
|
|
√
|
|
|
Berbelanja
|
|
|
|
|
√
|
Memasak
|
|
|
|
|
√
|
Pemeliharaan rumah
|
|
|
|
|
√
|
-
Alat
bantu (kruk,pispot, tongkat, kursi roda): Pispot
-
Kekuatan otot : 555 555
-
Kemampuan ROM : ada
keterbatasan rentang gerak.
-
Keluhan saat beraktivitas
: nyeri pada batang tenggorokan ketika pasien melakukan aktvitas seperti :
bergerak.
-
Lain-lain :
e). Pola istirahat dan tidur.
-
Lama tidur : 7 jam/ malam Tidur siang : 2 jam Tidur
sore : -
-
Waktu : 21.00 Wib
-
Kebiasaan menjelang tidur : -
-
Masalah tidur ( insomnia, terbangun dini, mimpi buruk) : Insomnia
-
Lain-lain ( merasa segar / tidak setelah bangun ) : merasa segar.
f). Pola kognitif dan persepsi.
- Status mental ( sadar /tidak, orientasi
baik/tidak) : sadar
- Bicara : Normal ( ), tak jelas ( ), gagap (
),aphasia ekspresif (√).
- Kemampuan berkomunikasi : ya ( ), tidak (√).
- Kemampuan memahami : ya(√), tidak ( )
- Pendengaran : DBN (√), tuli ( ) kanan/kiri,
tinitas ( ), alat bantu dengar ( ).
- Tingkat ansietas : Ringan( ) Berat( ). Sedang (
), Berat( ).
- Penglihatan ( DBN, buta, katarak, kacamata,
lensa kontak, dll) : DBN
- Vertigo : tidak ada.
- Ketidaknyamanan / Nyeri ( akut/ kronis) : klien
mengalami nyeri akut pada daerah batang tenggorokan.
- Penatalaksanaan Nyeri : pasien beristirahat
untuk mengurangi nyeri.
- Lain- lain : -
g). Persepsi diri dan konsep diri.
- perasaan klien tentang masalah kesehatan ini :
kilen merasa malu dengan tindakan trakeotomi dan trakeostomi.
- Lain – lain : -
h). Pola peran hubungan.
- Pekerjaan : selama sakit pasien tidak dapat
melakukan pekerjaannya.
- Sistem pendukung : pasangan (√), tetangga/ teman
( ), tidak ada( ), keluarga serumah (√), keluar serumah (√), keluarga tinggal
berjauhan.
- Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan diRS
: tidak ada.
- Kegiatan sosial : sejak adanya tindakan
trakeotomi dan trakeostomi pasien tidak pernah melakukan kegiatan sosial.
- Lain- lain : -
i). Pola seksual dan Reproduksi.
j). Pola koping dan toleransi stres.
- perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit
( finansial, perawatan diri sendiri) : pasien tidak mengalami kesulitan
mengenai biaya, perawatan RS.
- Kehilangan / perubahan yang besar di masa lalu:
tidak ada.
- Keadaan emosi dalam sehari-hari( santai /
tegang) : santai.
- Lain-lain : -
k). Keyakinan agama dalam kehidupan
- Agama : pasien beragama Islam.
4.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : klien tampak kesulitan
bernafas, klien tampak kesulitan menelan, lemah.
-penampilan umum : penampilan
umum baik, gaya berjalan tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas.
- Kesadaran : komposmentis.
- Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : klien tampak
sehat.
- BB : 58 kg (turun 2kg dari
60 kg menjadi 58kg).
- TB : 160 cm.
b. TTV :
-TD :
120/80 mmHg.
-N :110 x/i
-RR : 32
x/i
S : 37,5 C
c. kulit.
- warna kulit
( sianosis, ikterus, pucat, eritema, dll): tidak pucat.
-kelembapan
: lembab.
- Turgor
Kulit : elastis.
- Ada /
tidaknya oedema : oedema tidak ada.
d. Kepala /
rambut.
- Inspeksi : kepala simetris,
warna rambut hitam, distribusi rambut merata, bersih dan tidak berketombe..
- Palpasi : Tekstur halus dan
lembut, tidak berminyak dan tidak kering, :
tidak ada benjolan atau massa.
e. Mata :
- fungsi penglihatan : baik. Palpebra : terbuka
- Ukuran pupil : 2 mm Isokor.
-konjungtiva
: tidak anemis.
-Lensi /
iris : warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa.
-Oedema
palpebra : tidak ada oedema palpebra.
f. Telinga
: DBN
g. Hidung
dan sinus.
- inspeksi
: bentuk simetris, tidak ada deformitas.
-
pembengkakan : tidak ada, polip tidak ada perdarahan
: tidaak ada
-
kebersihan : bersih Sekret :
tidak ada
h. Mulut
dan tenggorok.
- Membran
mukosa : kering dan pucat kebersihan mulut : bersih.
- Keadaan
gigi : gigi lengkap, caries dentis tidak ada.
- Tanda
radang : tidak ada.
- Trismus :
adanya kesulitan membuka mulut.
-
kesulitan menelan : Disfagia ada.
i. Leher.
- Trakea (
simetris / tidak) : tidak simetris.
-karotid
bruit :
- JVP :
- kelenjar
limfe :
-Kelenjar
tiroid :
- kaku
kuduk :
j. thorak/
paru
- inspeksi : dada simetris, RR
: 32 x/i, penggunaan otot bantu pernapasan
ada, retraksi dinding dada tidak ada.
- palpasi :
Fremitus ka = ki, ekspansi paru simetris.
-Perkusi :
Resonan pada kedua lapang paru
-Auskultasi
: bunyi nafas stridor ( +)
2 ANALISA DATA.
Nama Klien
: Tn. R
Ruang rawat : Melati , RSUD
M.Yunus bengkulu.
Diagnosa medik : Trakeotomi
dan trakeostomi.
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS:
-klien mengatakan sesak napas.
-klien mengatakan kesulitan bernapas.
DO :
-klien tampak mengangkat bahu pada saat
inspirasi
- Penggunaan otot bantu pernafasan (+)
-klien tampak bernapas dengan cuping hidung.
TTV:
- TD : 120/ 80 mmHg
N : 110 x/i
RR : 32 x/i
|
Depresi pusat pernapasan, paralisis otot
pernapasan.
|
Pola napas tak efektif
|
2.
|
DS:
-klien mengatakan ada dahak terasa lengket ditenggorokan.
-klien mengatakan batuk.
-klien mengatakan sesak napas.
-klien mengatakan kesulitan bernafas.
DO:
-klien tampak kesulitan mengeluarkan sputum
- Pernafasan dangkal
-
Penggunaan
otot bantu pernafasan (+)
-
Perkusi
paru redup
-
Premetus
menurun pada kedua paru
TTV:
- TD : 120/ 80 mmHg
N : 110 x/i
RR : 32 x/i
-
Takipnea
( +)
-
Dispnea
( +)
-
Klien
tampak kesulitan bernapas.
|
Benda asing (jalan napas buatan ) pada trakea,
ketidakmampuan batuk efektif.
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif.
|
3.
|
DS:
-Klien mengatakan kesulitan berbicara.
-Klien mengatakan kesulitan menelan.
DO :
-
klien
tampak mukosa bibir kering.
-
Klien
tampak kesulitan dalam menelan.
-
Ekspresi
wajah relaksasi ketika berkomunikasi dengan cara menggunakan tulisan atau
alat bantu.
TTV:
- TD : 120/ 80 mmHg
N : 110 x/i
RR : 32 x/i
|
Hambatan fisik,contoh selang trakeostomi,
paralis neuromuskular.
|
Kerusakan komunikasi verbal.
|
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
obstruksi jalan nafas: sekret berlebihan
·
Intervensi:
·
Observasi keadaan umum pasien
·
Observasi tanda-tanda vital
·
Anjurkan pasien menciftakan
ruangan yang nyaman dengan ventilasi yang cukup
·
Bersihkan
secret di jalan nafas dengan menggunakan suction
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
fisik
·
Intervensi:
·
Anjurkan
pada keluarga pasien untuk mengatur posisi senyaman mungkin sebelum tidur
·
Ajarkan
pasien teknik relaksasi tarik nafas dalam
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kegagalan mekanisme Sregulasi/pengaturan
·
Intervensi:
·
Menganjurkan
pasien banyak mengkonsumsi buah- buahan yang banyak mengandung air
·
Kolaborasi pemberian cairan parenteral dengan infus
·
Menganjurkan
pasien unutk minum air putih kurang lebih
8-12 gelas perhari
Resiko infeksi dengan faktor
resiko tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer (kulit tidakutuh, trauma ,
mandi, berpakaian dan toileting b.d kelemahan
·
Anjurkan
pasien melakukan pergerakan secara bertahap
·
Lakualan
rom pasif / aktif untuk mengurangi tingkat cidera pada kulit
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama klien : Tn. R (37th)
Ruang rawat : Melati, RSUD M.Yunus Bengkulu
Diagnosa Medik : Trakeotomi damn Trakeostomi.
No.
|
Hari/ tanggal
|
Diagnosa keperawatan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
Senin/8 Mei 2012
|
Pola napas tidak efektif/ventilasi spontan,
ketidakmampuan untuk meneruskan berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
dan paralisis otot pernapasan.
|
Jam : 09.00 Wib.
-
Menyelidiki
etiologi gagal pernapasan. Dengan hasil : perbaikan ventilasi.
-
Mengobservasi pola napas. Mencatat frekuensi, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilador.
Dengan hasil : pola napasnya dapat efektif.
-
Meninggikan
kepala tempat tidur/letakkan pada kursi ortopedik bila memungkinkan. Dengan
hasil : dapat bernapas normal.
-
Memeriksa
selang trakeostomi terhadap obstruksi, misal: terlipat. Dengan hasil : klien
dapat mengeluarkan sekret yang ada diselang trakeostomi, tekanan jalan napas
meningkat.
-
Mengalirkan
selang sesuai indikasi, menghindari aliran ke pasien atau kembali kedalam
wadah. Dengan hasil : tidak adanya pertumbuhan bakteri.
-
Membantu
pasien dalam mengontrol pernapasan disamping tempat tidur dan ventilasi
manual kapanpun diindikasikan. Dengan hasil : klien dapat memaksimalkan
fungsi pernapasan.
|
Jam : 11.00 Wib.
S :
-
Klien
mengatakan napasnya sedikit lega.
-
Kilen
mengatakan sesak napasnya sedikit berkurang.
O :
-
Klien
tampak sedikit mengangkat bahu pada
saat inspirasi.
-
Klien
tampak tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan.
-
Klien
tampak tidak lagi bernapas dengan cuping hidung.
TTV :
-
TD
: 120/80 mmHg
-
N :
100x/i
-
RR
: 26x/i
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
-
Periksa
kembali TTV : RR : 16-24x/i
-
Observasi
kembali pola napas.
|
|
Selasa/9 mei 2012
|
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan benda asing (jalan napas buatan) pada trakea, ketidakmampuan batuk
efektif.
|
Jam : 09.00 Wib
-
Mengkaji
kepatenan jalan napas. Dengan hasil : obstruksi jalan napas dapat berkurang.
-
Mengevaluasi
gerakan dada dan auskultasi bunyi napas bilateral. Dengan hasil : gerakan
dada simetris.
-
Mengawasi
letak selang trakeostomi, mencatat tanda garis bibir dan membandingkan letak
yang diinginkan, mengamankan selang dengan plester. Dengan hasil :
menunjukkan letak selang yang tepat.
-
Mencatat
batuk berlebihan, peningkatan dispnea, sekret terlihat pada selang
trakeostomi, peningkatan ronkhi. Dengan hasil : batuk efektif, dispnea
berkurang.
-
Menganjurkan
pasien melakukan teknik batuk dengan sesuai indikasi. Dengan hasil : pengeluaran
sekret.
|
Jam 11.00 Wib.
S :
-
Klien
merasakan tidak ada sputum ditenggorokan.
-
Klien
mengatakan tidak batuk lagi.
-
Klien
merasakan tidak lagi sesak napas.
-
Klien
tidak lagi kesulitan bernapas.
O :
-
Klien
tampak dapat mengeluarkan sputum.
-
Klien
tampak bernapas normal.
-
Klien
tampak tidak menggunakan otot bantu pernapasan.
TTV :
-
TD
: 120/80 mmHg
-
N :
100x/i
-
RR
: 26x/i
Takipnea : (-)
A : masalah teratasi.
P : intervensi dihentikan.
|
|
Rabu/10 mei 2012
|
Komunikasi verbal, kerusakan, dapat duhubungkan
dengan hambatan fisik, contoh : pada selang trakeostomi, paralisis
neuromuscular.
|
Jam 09.00 Wib.
-Mengkaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi dengan pilihan arti. Dengan hasil : Pasien dapat sadar dan beradaptasi pada penulisan.
- Membuat cara-cara komunikasi contoh memperhatikan kontak mata, tanyakan
pertanyaan ya/tidak, berikan magic slate, kertas/pensil. Gambar/alphabet,
gunakan tanda bahasa yang tepat, validasi arti upaya komunikasi. Dengan hasil
: Pasien mampu untuk menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau nyaman
melakukan gerak tubuh.
- Meletakkan bel pemanggil dalam jangkauan,
yakinkan pasien sadar dan secara fisik mempu menggunakannya. Dengan hasil :
Lebih mampu untuk rileks, merasa aman.
- Meletakkan catatan pada pusat pemanggil informasi staf bahwa pasien tidak mampu bicara. Dengan hasil : Menyadarkan semua staf untuk berespons pada pasien di tempat tidur
- Mendorong keluarga terdekat bicara dengan
pasien, berikan informasi tentang keluarga dan kejadian sehari-hari. Dengan
hasil : Meningkatkan kontak dengan realita sehingga memungkinkan pasien
manjadi bagian dari keluarga dapat menurunkan perasaan kaku.
|
Jam 11.00.Wib.
S :
-
Klien
dapat berbicara walaupun terbata-bata.
-
Klien
masih kesulitan menelan.
O :
-
Klien
tampak mukosa bibir lembab
-
Klien
tampak kesulitan untuk menelan.
-
Klien
tampak ekspresi wajah sedikit bergairah.
TTV :
-
TD
: 120/80 mmHg
-
N :
100x/i
-
RR
: 26x/i
A : masalah teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan.
-
Periksa
kembali jalan pencernaan klien.
-
Periksa
kembali TTV : RR : 16-24x/i
(Tanda tangan perawat)
|
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan
membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar
udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas
3.2 Saran
Penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca Penulis berharap semoga Makalah yang telah penulis
susun ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan
positif terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa Prodi Keperawatan Bengkulu
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi E. Penanggulangan Sumbatan Laring. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 5th ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2003. p; 204-209
2.
Robert H, Maisel. Trakeostomi.
In:BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
1997. p; 473-485
3.
Anonymus. Tracheostomy.
Disability Online. Victoria. 2004. Available from: http://www.disability.vic.gov.au/bhcv2/bhcpdf.nsf/ByPDF/Tracheostomy/$File/Tracheostomy.pdf.
Access on: July 10, 2007
4.
Anonymus. Tracheostomy Clinical
Guideline. Brighton and Sussex University Hospitals.
2006.Availablefrom:http://www.sussexcritcare.nhs.uk/ profclinical/carebundles/documents/TracheostomyguidelinesforTCPFINALAPRIL2005.pdf.
Access on: July 10, 2007
5.
Sumber:
Anonymus. Surgeries and procedures. Available at: http://pennhealth.com/ he
6.
alth_info
/Surgery/tracheostomy_2.html. Access on :July 10, 2007
7.
Somantri,
Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
8.
Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
9.
Davis, FA. Understanding Respiratory System. 2007.
No comments:
Post a Comment