BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang
paling sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah
penyakit infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut paradigma
Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu
saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan
menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Thalassemia berasal dari kata Yunani,
yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut
ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah
sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter
di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia
mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang
unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut
membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal
bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik,
maloklusi gigi. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat judul makalah yang berjudul thalasemia.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui
Penyakit thalasemia.
1.2.2
Tujuan
Khusus
1. Untuk
mengetahui tentang pengertian thalasemia
2. Untuk
mengetahui tentang etiologi
3. Untuk
mengetahui tentang WOC dan Patofisiologi
4. Untuk
mengetahui tentang manifestasi klinis
5. Untuk
mengetahui tentang penatalaksanaan medis
6. Untuk
mengetahui tentang pemeriksaan diagnosis/penunjang
7. Untuk
mengetahui tentang konsep ASKEP
BAB
II
KONSEP
TEORI
1.1
Pengertian
Thalasemia
adalah suatu penyakit congenital
herediter yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana
satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik(Broyles,1997). Dengan kata lain, thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik,dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 120 hari).
Thalasemia
adalah sekelompok penyakit /kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh
adanya defek produksi hemoglobin normal,akibat kelainan sintesis rantai globin
dan biasanya disertai kelainan morfologi
eritrosit dan indeks-indeks eritrosit(red
cell indices)(soeparman, soewono waspadji, 1990:417)
Menurut
staff pengajar ilmu kesehatan anak,”Thalasemia
adalah penyakit anemia hemolitik herediter
yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif,
menurut hokum mendel”.
Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi
produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100
hari).
Menurut
arif mansjoer, thalasemia adalah”penyakit anemia hemoloitik herediter yang
diturunkan secara resesif.secara molekuler , thalasemia dibedakan atas
thalasemia alpa dan beta,sedangkan secara klinis dibedakan thalasemia mayor dan
minor.
Thalassemia adalah suatu kelompok
anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal,
disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul
globin dalam hemoglobin.
1.2
Etiologi
Penyebab dari thalasemia adalah factor genetic. Penyakit
thalasemia diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana
satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk
sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik yang didahului dengan
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah, sehingga umur eritrosit
pendek. Penyebab kerusakan eritrosit tersebut adalah Hb yang tidak normal
sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan
jumlah rantai globin atau struktur Hb. Secara normal, Hb A dibentuk oleh
rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai beta. Pada beta thalasemia,
pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada
meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan
presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pa terjadi membrane sel, yaitu membran
sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga
terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas
gugusan haem
yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan
hemolisa.
2.3.2 Patofisiologi
§ Normal
henmoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta.
§ Pada
beta talasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul
dalam hemoglobin yang mana ada ganguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
§ Ada
satu kompesator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective.
Ketidakseimbanngan polipeptida ini memudahkan ketidak stabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebakansel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
§ Kelebihan
pada rantai alpa ditemukan pada thalasemia Beta dan Gamma ditemukan pada
thalasemia Alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam
sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
1.4
Manifestasi
Menurut
suriadi manifestasi klinis thalasemia adalah sebagai berikut:
ü Lethargi
(tingkat kesadaran yang menurun),
sertai dengan pusing, pendengaran berkurang, dan apatis
ü Pucat
ü Kelemahan
ü Anoreksia
ü Sesak
nafas
ü Tebalnya
tulang karanial
ü Pembesaran
limpa
ü Menipisnya
tulang kartilago
ü Disrytmia
Menurut arif mansjoer manifestasi klinis thalasemia
adalah :
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta
mayor tidak anemis. Gejala awalnya pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi
lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi
dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak di tangani denagn
baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat
infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus
ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan
Fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi
menyebabkan perawakan pendek. Kadang- kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi
kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap
infeksi terutama bila limpanya telah di angkat sebelum usia 5 tahun dan mudah
mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul
pansitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar
endokrin(keterlambatan menars dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder),
pancreas(diabetes), hati(sirosis), otot jangtung(aritmia, gangguan hantaran,
gangguan jantung), dan pericardium(perikarditis)
1.5
Pemeriksaan
Diagnosa
1. Pemeriksaan
fisik
§ Pucat
§ Bentuk
muka mongoloid (facies Cooley)
§ Dapat
ditemukan ikterus
§ Gangguan
pertumbuhan
§ Splenomegali
dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
2. Pemeriksaan
penunjang
a. Darah
tepi :
§ Hb
rendah dapat sampai 2-3 g%
§ Gambaran
morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling,
benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang
khas.
§ Retikulosit
meningkat.
Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada
sedimen darah tepi dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a =
hipokrom, b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan
pewarnaan giemsa
b. Sumsum
tulang (tidak menentukan diagnosis) :
§ Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
§ Granula
Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan
khusus :
§ Hb
F meningkat : 20%-90% Hb total
§ Elektroforesis
Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
§ Pemeriksaan
pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
d. Pemeriksaan
lain :
§ Foto
Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
§ Foto
tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
Menurut Soeparman,
Sarwono Waspadji (1990) Pemeriksaan Laboratorium pada thalasemia adalah:
a. Thalasemia
Mayor
§ Darah
tepi: hipokrom mikrositer , anisosi tosis, poikilositosis, dan adanya sel
target; jumlah retikulosit meninggi serta adanya sel seri eritrosit muda:
normoblas. Hb rendah. Resistensi osmotic patologik. Nilai MC:MCV, MCH, dan MCHC
menurun.elektroforesis Hb mmemastikan diagnose. Tes kleihauer:positif. Jumlah leukosit normal
atau meninggi.
§ Sumsum
tulang: hiperaktif: terutama seri eritrosit. Rasio M: E terbalik. Kadar besi
dalam serum normal atau meninggi. Kadar bilirubin dalam serum meninggi. SGOT
dan SGPT daapt meninggi karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Asam
urat di dalam darah meningkat.
Adapun pemeriksaan sinar X pada thalasemia mayor
adalah:
§ Tulang
panjang: bagian medulla melebar, erosi dan penipisan korteks.
§ tulang
tengkorak:gambaran menyerupai rambut berdiri potongan pendek(hair on end) pada
anak besar.
b. Thalasemia
Minor
§ Darah
tepi: kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meninggi(polisetemia).
Gambaran darh tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian.
§ Nilai
MC: MCV dan MCH biasanya menurun sedangkan MCHC biasanya normal. Resistensi
osmotic meninggi. Penentuan rasio sintesis rantai alfa/beta pada saat ini masih
belum banyak dipergunakan untuk pemeriksaan rutin dan hanya dilakukan untuk
penelitian atau apabila pemeriksaan tersebut diatas tidak dapat membantu
misalnya pada trait. Sedikit meningginya kadar bilirubin dalam serum dan adanya
kenaikan SGOT(karena hemolisis) perlu di bedakan dari hepatitis kronik viral.
1.6
Penatalaksanaan
medis
Menurut Soeparman, Sarwono
Waspadji penatalaksanaan thalasemia adalah sebagai berikut:
1.6.1
Thalasemia Beta
Pemberian transfusi darah
berupa sel darah merah sehingga kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar hb setingi ini
akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sumsum tulang.
Sebaiknya darah transfuse tersebut tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung
leukosit yang serendah-rendahnya. Jumlah sel darh merah diberikan sebaiknya
10-20 ml/kg berat badan. Pasien dengan kadar Hb yang rendah untuk waktu yang
lama, perlu ditransfusi dengan hati-hati, perlahan dan sedikit demi sedikit.
Frekuensi adalah sekitar 2-3 minggu. Sebelum dan sesudah pemberian transfusi
ditentukan kadar Hb dan hemotokrit. Berat badan perlu dimonitor, paling sedikit
2X setahun.
Pemberian chelating agens
secara teratur membantu mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara
intravena atau subcutan dengan bantuan pompa kecil.
Pasca spelektomi perlu
waspada terhadap infeksi, kadang-kadang perlu pemberian antibiotic sebagai
usaha pencegahan terutama apabila infeksi sering kambuh, misalnya dengan
penisilin yang bekerja lambat. Gambaran darah tepi tidak banyak berubah setelah
splenektomi, malahan sering tampak lebih banyak sel normoblas. Masa hidup
eritrosit lebih baik daripada sebelum splenektomi.
Pasien thalasemia mayor memerlukan
bimbingan khusus dalam pendidikanya karena sering merasa rendah diri akibat
kelainan fisis yang dialami dan hambatan-hambatan lain dalam pergaulan social.
Di kemudian hari pengobatan
thalasemia beta mayor dengan transplantasi sumsum tulang mungkin mendapat
tempat utama. Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. Tetapi
apabila transplantasi sumsum tulang berhasil pada kasus tertentu, hal ini
memberikan penyembuhan.
1.6.2
Thalasemia Alfa
Tidak ada pengobatan untuk
Hb Bart. Pada umumnya kasus penyakit Hb
H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi
dan dapat hidup biasa. Thalasemia 1 dan alfa 2 dengan fenotipe normal pada
umumnya juga mempunyai prognosis dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Kombinasi thalasemia alfa dengan beta umumnya lebih ringan daripada gangguan
produksi satu rantai saja(beta atau alfa) karena tidak ada kelebihan rantai
globin sehingga prognosis baik. Satu diantara kasus Hb constant spring di medan
adalah seorang dokter yang dapat menunaikan tugasnya dengan baik dan selama ini
asimtomatik.
Menurut suumber lain
penatalaksanaan medis thalasemia adalah sebagai berikut:
1.
Medikamentosa
§ Pemberian
iron chelating agent (deferoxamine): Diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20
kali transfusi darah. Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari
diberikan subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari
selama seminggu dengan menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya di daerah
abdomen, namun daerah deltoid maupun paha lateral menjadi alternatif bagi
pasien. Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila
digunakan pada dosis tepat. Toksisitas yang mungkin abisa berupa toksisitas
retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.
Selain itu bisa juga
digunakan Deferipron yang merupakan satu-satunya kelasi besi oral yang telah
disetujui pemakaiannya. Terapi standar biasanya memakai dosis 75 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Saat ini deferidon terutama banyak dgunakan pada
pasien-pasien dengan kepatuhan rendah terhadap deferoxamine. Kelebihan
deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung.
Efek samping yang mungkin terjadi antara lain : atropati,
neutropenia/agranulositosis, gangguan pencernaan, kelainan imunologis,
defisiensi seng, dan fibrosis hati.
§ Vitamin
C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
§ Asam
folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
§ Vitamin
E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
2.
Bedah Splenektomi, dengan indikasi:
§ Limpa
yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
§ Hipersplenisme
ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3.
Transfusi darah :
Hb
penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan keadaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk
setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4.
Thalassaemia Diet
Diet
Talasemia disiapkan oleh Departemen diit, Di Rumah sakit umum Sarawak pasien
dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging
berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan
yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
Tabel 1. Daftar makanan dan kandungan zat besi 8
FOODVOID TO A
|
||
Foods with high content of Iron
|
Iron Content
|
|
Organ
meat (liver, kidney, spleen)
|
5
– 14 mg / 100 g
|
|
Beef
|
2.2
mg / 100 g
|
|
Chicken
gizzard and liver
|
2
– 10mg / 100 g
|
|
Ikan
pusu (with head and entrails)
|
5.3
mg / 100 g
|
|
Cockles
(kerang)
|
13.2
mg / 100 g
|
|
Hen
eggs
|
2.4
mg / whole egg
|
|
Duck
eggs
|
3.7
mg / whole egg
|
|
Dried
prunes / raisins, Peanuts (without shell), other nuts
|
2.9
mg / 100 g
|
|
Dried
beans (red, green, black, chickpeas, dhal)
|
4
– 8 mg / 100 g
|
|
Baked
beans
|
1.9
mg / 100 g
|
|
Dried
seaweed
|
21.7
mg / 100 g
|
|
Dark
green leafy vegetables – bayam, spinach, kailan, cangkok manis, kangkung,
sweet potato shoots, ulam leaves, soya bean sprouts, bitter gourd, paku,
midi, parsley,
|
>
3 mg 1 100 g
|
|
Food Allowed
|
||
Foods with moderate
content of Iron
|
||
Chicken,
pork
|
allow
one small serving a day (= 2 matchbox size)
|
|
Soya
bean curd (towkwa, towhoo, hookee)
|
allow
one serving only (= one piece)
|
|
Light
coloured vegetables (sawi, cabbage, long beans and other beans, ketola,
lady’s fingers)
|
1
-2 servings a day (= 1/2 cup)
|
|
Ikan
pusu
|
head
and entrails removed
|
|
Onions
|
use
moderately
|
|
Oats
|
||
1Foods with small amount of Iron
|
Rice
and Noodles
Bread,
biscuits
Starchy
Root vegetables ( carrot, yam,
tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak)
Fish
(all varieties)
Fruits
(all varieties except dried fruits)
Milk,
cheese
Oils
and Fats
|
Lain-lain
(rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi,
endokrinologi, radiologi, Gigi
5.
Pemantauan
a.
Terapi
·
Pemeriksaan kadar
feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat
absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
·
Efek samping kelasi
besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas.
Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
b.
Tumbuh Kembang
Anemia
kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
c. Gangguan
jantung, hepar dan endokrin
Anemia
kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid
1.7
Pencegahan
Menurut
Soeparman, Sarwono Waspadji pencegahan thalasemia alfa yang dilakukan adalah
pencegahan perkawinan diantara kasus heterezigot. Sedangkan pencegahan
thalasemia beta adalah dengan dua cara:
1. Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum
perkawinan(marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara penderita
thalasemia agar tidak mendapat keturunan yang homozigot atau varian-varian
thalasemia dengan mortalitas tinggi.
2. Penceegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bayi homosigot
dari pasangan suami istri dengan thalasemia heterosigot. Salah satu jalan
keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas
dari thalasemia trait. Kelahiran kasus homosigot terhindar tetapi 50% lainya
normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intrauterine sehingga
dapat dilakukan tindakan abortus provokatus.
Adapun Pencegahan menurut sumber
lain adalah:
Pengidap
thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya
orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam
tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat. Selama ini, kata Suthat, zat besi
yang menumpuk di tubuh penderita thalasemia hanya bisa dikeluarkan dengan
penyuntikan obat Desferal. Obat yang disuntikkan di bawah kulit ini akan
mengikat zat besi dan dikeluarkan melalui urine.
Dia
mengatakan, saat ini telah ditemukan tablet yang dapat menggantikan proses
pembuangan zat besi berlebih dalam tubuh sehingga penderita tidak perlu mendapat
suntikan Desferal. ''Tablet ini dapat mengurangi risiko gagal jantung karena
penumpukan zat besi,'' kata Suthat. Walau begitu, pencegahan tetap lebih
penting ketimbang pengobatan. Untuk mencegah penyebaran thalasemia, menurut
Berdoukas, hal paling baik adalah melakukan tes darah pada setiap calon
pengantin. ''Karena apabila salah satunya memiliki kerusakan DNA yang dapat
menyebabkan thalasemia, maka ada kemungkinan penyakit itu menurun pada anak
mereka.''
Saran
tersebut tentu perlu dipertimbangkan oleh para calon pengantin. Sebab, harus
diakui, thalasemia sudah ada di tengah masyarakat Indonesia. Data menunjukkan,
terdapat 3.000 penderita thalasemia yang terdaftar dan tersebar di Pulau Jawa.
Dari jumlah itu, 1.300 di antaranya tinggal di Jakarta. Untuk Indonesia,
diperkirakan terdapat 3.000 penderita baru setiap tahun. Sementara di Thailand,
terjadi penambahan penderita thalasemia sebanyak 12 ribu orang setiap tahunnya.
BAB III
KONSEP ASKEP THALASEMIA
3.1.
Pengkajian
Pengkajian
pada thalasemia menurut Nursalam adalah sebagai berikut:
1. Data
biografi
2. Asal
keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa disekitar
laut tengah(mediterania), Turki, yunani, cyprus, dan lain-lain. Di indonesia
sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupkakan penyakit
darah yang paling banyak di derita.
3. Umur
Pada
thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari satu tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6
tahun.
4. Riwayat
kesehatan anak
Anak
cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas atau infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
5. Pertumbuhan
dan perkembangan
Sering
di dapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya hipoksia jaringan yang bersifat kronik.
Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor . pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umumnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti
tidak ada p ertumbuhan rambut pubis, dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6. Pola
makan
Karena
ada anorexia, anak sering mengalami susah
makan, sehingga berat badan anak sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
7. Pola
aktivitas
Anak
terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
8. Riwayat
kesehatan keluarga
Karena
merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada orang tua yang
menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita thalasemia, maka anaknya
berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan Karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
9. Riwayat
ibu saat hamil(ante natal core-ANC)
Selama
masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga ada
faktor risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.
10. Data
keadaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan diantaranya:
a. Keadaan
umum
Anak biasanya terlihat
lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
b. Kepala
dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk
mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat.
c. Mata
dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut
dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat
bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan
pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati(hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan
fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.
i. Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemi kronik.
j. Kulit
Warna kulit pucat
kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna
kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit(hemosiderosis)
k. Penegakan
diagnosis
1) Biasanya
ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai
berikut:
a) Anisositosis(sel
darah tidak terbentuk secara sempurna).
b) hipokrom,
yaitu jumlah sel berkurang
c) Poikilositosis,
yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal.
Fe dalam serum tinggi.
2) Kadar
haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah
merah berumur pendek(kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel
darah merah di dalam pembuluh darah.
l. Program
terapi
Prinsip terapi pada
anak dengan thalasemia adalah mencegah terjadinya hipoksia jaringan. Tindakan
yang diperlukan adalah:
1) Transfusi
darah. Diberikan bila kadar hb rendah sekali(kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi.
Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari dua tahun dan bila limpa terlalu
besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat pendarahan cukup besar.
3) Pemberian
roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian
desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe.
Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi
sumsum tulang(bone marrow) untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di
indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan
sarananya belum memadai.
3.2.
Analisa Data
Nama Klien : Anak b 18 th
Ruang Rawat : Ruang RSUD M. Yunus
Bengkulu
Diagnosa Medis : Thalasemia
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS :
§ Klien mengatakan lemah dan cepat
lelah
§ Klien Mengatakan napasnya terasa
cepat
§ Klien Mengatakan Bingung, dan
gelisah
§ Klien Mengatakan tidak nafsu makan
DS:
§ Kulit klien tampak pucat
TTV :
TD:70/60mmHg
ND : 120 x/i
RR : 32 x/i
§ Membran mukosa:kering, kuku, dan
rambut rapuh
§ Klien mual dan muntah 5 x dalam sehari
|
Penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien
ke sel.
|
Perubahan perfusi jaringan
|
2
|
DO:
§ Klien mengatakan tidak nafsu makan
§ Klien mengatakan muntah 5 x dalam
sehari
§ Klien mengatakan tubuhnya terasa
lemah
DS:
§ Klien tampak lelah.
§ Adanya perubahan gusi, membran
mukosa mulut.
§ Adanya penurunan toleransi untuk
aktivitas, kelemahan, dan kehilangan tonus otot.
§ Adanya penurunan berat badan (39
Kg).
§ Adanya penurunan lipatan kulit
trisep.
|
Kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan
Mencerna makanan/absorpsi nutrien
yang diperlukan untuk pembentukan
SDM normal
|
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
|
3
|
DS:
§ Klien mengatakan kulitnya kering,
§ Klien mengatakan tidak banyak minum
§ Klien mengatakan jarang mengkonsumsi
buah-buahan dan sayur-sayuran
DS:
§ Klien tampak gelisah dan cemas
§ Turgor kulit klien buruk
§ Intake cairan klien tidak adekuat
§ Adanya gangguan sirkulasi
|
Gangguan sirkulasi/status
metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk,
penonjolan
tulang, adanya edema, asietas
|
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit
|
3.3.
Kemungkinan diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul
1. Perubahan
perfusi jaringan Berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan oksigen.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan
mencerna makananan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
4. Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis (anemia)
3.4. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)
Yang berisi Dx, Tujuan, Kriteria
hasil, intervensi, Rasional
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Perubahan perfusi
jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen
/ nutrisi ke sel
|
Setelah dilakukan
intervensi kep, dihrpkan klien menunjukkan perfusi adekuat, misal tanda vital
stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik,
haluaran urine adekut,
mental seprti biasa.
|
Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam, diharapkan
kulit elastis, membran
mukosa kembali normal,
kuku dan rambut kembali
normal, tidak lagi mual dan muntah, TD normal (110/70-120/80) konsentrasi
kembali normal.
|
Mandiri :
§ Awasi tanda vital,
kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
§ Tinggikan kepala
tempat tidur sesuai toleransi.
§ Awasi upaya
pernapasan;auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
§ Selidiki keluhan nyeri
dada, palpitasi
§ Kaji untuk respons
verbal melambat. mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
§ Orientasi/orientasikan-ulang
pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien untuk di rujuk. Berikan cukup waktu untuk
pasien berfikir, komunikasi dan aktivitas.
§ Catat keluhan rasa
dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
§ Hindari pengunaan
bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan
termometer
Kolaborasi:
§ Awasi pemeriksaan laboratorium, misal,,Hb/ht dan
jumlah SDM, GDA
§ Berikan SDM darah
lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi
transfusi.
§ Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi
§ Siapkan intervensi
pembedahan sesuai indikasi
|
§ Memberikan informasi
tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan
kebutuhan intervensi
§ Meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler.catatan:kontraindikasi
bila ada hipotensi.
§ Dipsnea, gemericik
menunjukan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah
jantung.
§ Iskemia seluler
mempengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark dapat
mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin
B12
§ Membantu memperbaiki
proses pikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.
§ Vasokonstriksi (ke
organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
§ Kenyamanan pasien/kebutuhan
rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan
pencetus vasodilatasi (penurunan
perfusi organ)
§ Termoreseptor jaringan
dermal dangkal karena gangguan oksigen.
§ Mengidentifikasi defisiansi
dan kebutuhan pengobatan/ respons terhadap terapi.
§ Meningkatkan jumlah
sel pembawa oksigen; memperbaiki untuk menurunkan risiko pendarahan.
§ Memaksimalkan transpor
oksigen ke jaringan.
§ Transplantasi sumsum
tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/anemia aplastik.
|
2
|
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan
mencerna makanan/
absorbsi nutrien yang
di perlukan untuk pembentukan SDM normal.
|
Setelah dilakukan intervensi
kep, dihrpkan klien menunjukkan peningkatan
berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
s
|
Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam, diharapkan
berat badan dalam
batas
normal, nafsu makan
bertambah, tidak ada
mual/muntah, gusi dan membran mukosa normal, dan aktivitas kembali normal.
|
Mandiri:
§ Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makanan yang disukai.
§ Observasi dan catat
masukan makanan pasien.
§ Timbang berat badan
tiap hari
§ Observasi dan catat
kejadian mual/ muntah, flatus, dan gtejala lain yang berhubungan.
§ Berikan dan bantu
higiene mulut yang baik: sebelum dan
sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral mukosa.
Kolaborasi:
§ Konsul pada ahli gizi
§ Pantau pemeriksaan
laboratorium, mis, Hb/ht, BUN, al-bumin, protein, transferin, besi serum,
B12, asam folat, TIBC, elektrolit
serum.
§ Berikan obat sesuai
indikasi: miis, vitamin dan suplemen mineral, mis, sianoko balamin (B12),
asam folat(flovite); asam askorbat(vitamin C)
§ Besi dektran(IM/IV).
§ Tambahan besi oral, mis,fero
sulfat (feosol); feroglukonat(fergon).
§ Asam hidroklorida
§ Antijamur atau pencuci
mulut anastetik jika di indikasi.
§ Berikan diet halus,
rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam, sesuai
indikasi.
§ Berikan suplemen
nutrisi mis, ensure, isocal.
|
§ Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi
§ Mengawasi masukan
kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
§ Mengawasi penurunan
berat badan tiap hari atau efektivitas intervensi nutrisi.
§ Gejala GI dapat menunjukan efek anemia(hipoksia) pada
organ.
§ Meningkatkan nafsu makan
dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri
berat
§ Membantu dalam membuat
rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
§ Meningkatkan efektivitas
program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
§ Kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemi adan/ atau adanya masukan oralyang buruk dan
defisiensi yang di identifikasi.
§ Diberikan sampai
defisit diperkirakan teratasi dan di simpan untuk yang tak dapat diabsorpsi
atau terapi besi oral atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk
penggantian oral menjadi efektif.
§ Mungkin berguna pada
beberapa tipe anemia defisiensi besi
§ mempunyai sifat
absorpsi vitamin B12 selama minggu pertama terapi.
§ Mungkin diperlukan pada adanya stomatitis/ glositsi
untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan.
§ Bila ada lesi oral,
nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien.
§ Meningkatkan masukan
protein dan kalori.
|
3
|
Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas
kulit b. d perubahan sirkulasi
dan neorologis.
|
Setelah dilakukan
intervensi diharapkan klien mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi
faktor risiko/perilaku
individu untuk
mencegah cedera dermal.
|
Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam diharapkan
intake nutrisi
adekuat,
tidak anemia lagi, membran
mukosa lembab, kulit elastis.
|
Mandiri:
§ Kaji integritas kulit,
catat perubahan pada turgor, gangguan
warna , hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
§ Ubah posisi secara
periodik dan pijat permukaan tulang bial pasien tidak bergerak atau di tempat
tidur.
§ Ajarkan permukaan
kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
§ bantu untuk latihan
rentang gerak pasif dan aktif
Kolaborasi:
§ Gunakan alat
pelindung, mis,, kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung
tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi.
|
§ Kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung untuk infeksi dan rusak.
§ Meningkatkan sirkulasi
ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/ mempengaruhi hipoksia
seluler
§ Area lembab,
terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme
patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan
iritasi.
§ Meningkatkan sirkulasi
jaringan, mencegah stasis
§ Menghindari kerusakan
kulit dengan mencegah / menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit
|
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Thalasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari).
Menurut arif mansjoer, thalasemia
adalah”penyakit anemia hemoloitik herediter yang diturunkan secara
resesif.secara molekuler , thalasemia dibedakan atas thalasemia alpa dan
beta,sedangkan secara klinis dibedakan thalasemia mayor dan minor.
Thalassemia
adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan
secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang
menyusun molekul globin dalam hemoglobin.
DAFTAR
PUSTAKA
Waspadji,
sarwono, soeparman. 1990. Ilmu penyakit dalam.balai FKUI:jakarta
Staf pengajar
ilmu kesehatan anak. 1985. Ilmu kesehatan anak 1. Infomedika Jakarta: Jakarta
Nursalam,
rekawati susilaningrum. 2008. Asuhan kepada
Bayi dan Anak. Salemba medika:Jakarta.
Suriadi,
rita yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada anak. CV sagung seto: Jakarta.
Mansjoer,
arif.2000. kapita selekta kedokteran.media aesculupius:Jakarta.
Doenges.
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan.EGC: Jakarta
No comments:
Post a Comment