Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

Askep Thalasemian Lengkap

BAB I
PENDAHULUAN
 1.1  Latar Belakang
Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut paradigma Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925.
     Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul makalah yang berjudul thalasemia.


1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Penyakit thalasemia.
1.2.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian thalasemia
2.      Untuk mengetahui tentang etiologi
3.      Untuk mengetahui tentang WOC dan Patofisiologi
4.      Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis
5.      Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis
6.      Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnosis/penunjang
7.      Untuk mengetahui tentang konsep ASKEP


BAB II
KONSEP TEORI

1.1  Pengertian
Thalasemia adalah suatu penyakit  congenital herediter  yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana  satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau  tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik(Broyles,1997). Dengan kata lain, thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 120 hari).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit /kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal,akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai  kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks  eritrosit(red cell indices)(soeparman, soewono waspadji, 1990:417)
Menurut staff pengajar  ilmu kesehatan anak,”Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter  yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hokum mendel”.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan  secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari).
Menurut arif mansjoer, thalasemia adalah”penyakit anemia hemoloitik herediter yang diturunkan secara resesif.secara molekuler , thalasemia dibedakan atas thalasemia alpa dan beta,sedangkan secara klinis dibedakan thalasemia mayor dan minor.
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. 

1.2  Etiologi
Penyebab dari thalasemia adalah factor genetic. Penyakit thalasemia diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik yang didahului dengan kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah, sehingga umur eritrosit pendek. Penyebab kerusakan eritrosit tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan  jumlah rantai globin atau struktur Hb. Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai beta. Pada beta thalasemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pa terjadi membrane sel, yaitu membran sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan haem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.

2.3.2 Patofisiologi
§ Normal henmoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
§ Pada beta talasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul dalam hemoglobin yang mana ada ganguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
§ Ada satu kompesator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbanngan polipeptida ini memudahkan ketidak stabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebakansel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
§ Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada thalasemia Beta dan Gamma ditemukan pada thalasemia Alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.

1.4  Manifestasi
Menurut suriadi manifestasi klinis thalasemia adalah sebagai berikut:
ü  Lethargi (tingkat kesadaran yang menurun), sertai dengan pusing, pendengaran berkurang, dan apatis
ü  Pucat
ü  Kelemahan
ü  Anoreksia
ü  Sesak nafas
ü  Tebalnya tulang karanial
ü  Pembesaran limpa
ü  Menipisnya tulang kartilago
ü  Disrytmia
Menurut  arif mansjoer manifestasi klinis thalasemia adalah :
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak di tangani denagn baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan Fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang- kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah di angkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin(keterlambatan menars dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas(diabetes), hati(sirosis), otot jangtung(aritmia, gangguan hantaran, gangguan jantung), dan pericardium(perikarditis)

1.5  Pemeriksaan Diagnosa
1.      Pemeriksaan fisik
§  Pucat
§  Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
§  Dapat ditemukan ikterus
§  Gangguan pertumbuhan
§  Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
2.      Pemeriksaan penunjang
a.       Darah tepi :
§  Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
§  Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
§  Retikulosit meningkat. 
Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom, b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa
b.      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
§  Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
§  Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c.       Pemeriksaan khusus :
§  Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
§  Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
§  Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
d.      Pemeriksaan lain :
§  Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
§  Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
Menurut  Soeparman, Sarwono Waspadji (1990) Pemeriksaan Laboratorium pada thalasemia adalah:
a.       Thalasemia Mayor
§  Darah tepi: hipokrom mikrositer , anisosi tosis, poikilositosis, dan adanya sel target; jumlah retikulosit meninggi serta adanya sel seri eritrosit muda: normoblas. Hb rendah. Resistensi osmotic patologik. Nilai MC:MCV, MCH, dan MCHC menurun.elektroforesis Hb mmemastikan diagnose. Tes  kleihauer:positif. Jumlah leukosit normal atau meninggi.
§  Sumsum tulang: hiperaktif: terutama seri eritrosit. Rasio M: E terbalik. Kadar besi dalam serum normal atau meninggi. Kadar bilirubin dalam serum meninggi. SGOT dan SGPT daapt meninggi karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Asam urat di dalam darah meningkat.
Adapun pemeriksaan sinar X pada thalasemia mayor adalah:
§  Tulang panjang: bagian medulla melebar, erosi dan penipisan korteks.
§  tulang tengkorak:gambaran menyerupai rambut berdiri potongan pendek(hair on end) pada anak besar.
b.      Thalasemia Minor
§  Darah tepi: kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meninggi(polisetemia). Gambaran darh tepi dapat menyerupai thalasemia mayor  atau hanya sebagian.
§  Nilai MC: MCV dan MCH biasanya menurun sedangkan MCHC biasanya normal. Resistensi osmotic meninggi. Penentuan rasio sintesis rantai alfa/beta pada saat ini masih belum banyak dipergunakan untuk pemeriksaan rutin dan hanya dilakukan untuk penelitian atau apabila pemeriksaan tersebut diatas tidak dapat membantu misalnya pada trait. Sedikit meningginya kadar bilirubin dalam serum dan adanya kenaikan SGOT(karena hemolisis) perlu di bedakan dari hepatitis kronik viral. 

1.6  Penatalaksanaan medis
Menurut Soeparman, Sarwono Waspadji penatalaksanaan thalasemia adalah sebagai berikut:
1.6.1     Thalasemia Beta
Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sehingga kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar hb setingi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sumsum tulang. Sebaiknya darah transfuse tersebut tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit yang serendah-rendahnya. Jumlah sel darh merah diberikan sebaiknya 10-20 ml/kg berat badan. Pasien dengan kadar Hb yang rendah untuk waktu yang lama, perlu ditransfusi dengan hati-hati, perlahan dan sedikit demi sedikit. Frekuensi adalah sekitar 2-3 minggu. Sebelum dan sesudah pemberian transfusi ditentukan kadar Hb dan hemotokrit. Berat badan perlu dimonitor, paling sedikit 2X setahun.
Pemberian chelating agens secara teratur membantu mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subcutan dengan bantuan pompa kecil.
Pasca spelektomi perlu waspada terhadap infeksi, kadang-kadang perlu pemberian antibiotic sebagai usaha pencegahan terutama apabila infeksi sering kambuh, misalnya dengan penisilin yang bekerja lambat. Gambaran darah tepi tidak banyak berubah setelah splenektomi, malahan sering tampak lebih banyak sel normoblas. Masa hidup eritrosit lebih baik daripada sebelum splenektomi.
Pasien thalasemia mayor memerlukan bimbingan khusus dalam pendidikanya karena sering merasa rendah diri akibat kelainan fisis yang dialami dan hambatan-hambatan lain dalam pergaulan social.
Di kemudian hari pengobatan thalasemia beta mayor dengan transplantasi sumsum tulang mungkin mendapat tempat utama. Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. Tetapi apabila transplantasi sumsum tulang berhasil pada kasus tertentu, hal ini memberikan penyembuhan.

1.6.2     Thalasemia Alfa
Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart.  Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalasemia 1 dan alfa 2 dengan fenotipe normal pada umumnya juga mempunyai prognosis dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Kombinasi thalasemia alfa dengan beta umumnya lebih ringan daripada gangguan produksi satu rantai saja(beta atau alfa) karena tidak ada kelebihan rantai globin sehingga prognosis baik. Satu diantara kasus Hb constant spring di medan adalah seorang dokter yang dapat menunaikan tugasnya dengan baik dan selama ini asimtomatik.
Menurut suumber lain penatalaksanaan medis thalasemia adalah sebagai berikut:
1.      Medikamentosa
§ Pemberian iron chelating agent (deferoxamine): Diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari selama seminggu dengan menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya di daerah abdomen, namun daerah deltoid maupun paha lateral menjadi alternatif bagi pasien. Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila digunakan pada dosis tepat. Toksisitas yang mungkin abisa berupa toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.

Selain itu bisa juga digunakan Deferipron yang merupakan satu-satunya kelasi besi oral yang telah disetujui pemakaiannya. Terapi standar biasanya memakai dosis 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis. Saat ini deferidon terutama banyak dgunakan pada pasien-pasien dengan kepatuhan rendah terhadap deferoxamine. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain : atropati, neutropenia/agranulositosis, gangguan pencernaan, kelainan imunologis, defisiensi seng, dan fibrosis hati.
§ Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
§ Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
§ Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah
2.      Bedah Splenektomi, dengan indikasi:
§ Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
§ Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3.      Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4.      Thalassaemia Diet
Diet Talasemia disiapkan oleh Departemen diit, Di Rumah sakit umum Sarawak pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
Tabel 1. Daftar makanan dan kandungan zat besi 8
FOODVOID TO A
Foods with high content of Iron
Iron Content
Organ meat (liver, kidney, spleen)
5 – 14 mg / 100 g
Beef
2.2 mg / 100 g
Chicken gizzard and liver
2 – 10mg / 100 g
Ikan pusu (with head and entrails)
5.3 mg / 100 g
Cockles (kerang)
13.2 mg / 100 g
Hen eggs
2.4 mg / whole egg
Duck eggs
3.7 mg / whole egg
Dried prunes / raisins, Peanuts (without shell), other nuts
2.9 mg / 100 g
Dried beans (red, green, black, chickpeas, dhal)
4 – 8 mg / 100 g
Baked beans
1.9 mg / 100 g
Dried seaweed
21.7 mg / 100 g
Dark green leafy vegetables – bayam, spinach, kailan, cangkok manis, kangkung, sweet potato shoots, ulam leaves, soya bean sprouts, bitter gourd, paku, midi, parsley,
> 3 mg 1 100 g
Food Allowed
Foods with moderate content of Iron
Chicken, pork
allow one small serving a day (= 2 matchbox size)
Soya bean curd (towkwa, towhoo, hookee)
allow one serving only (= one piece)
Light coloured vegetables (sawi, cabbage, long beans and other beans, ketola, lady’s fingers)
1 -2 servings a day (= 1/2 cup)
Ikan pusu
head and entrails removed
Onions
use moderately
Oats


1Foods with small amount of Iron
Rice and Noodles
Bread, biscuits
Starchy Root vegetables ( carrot, yam,
tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak)
Fish (all varieties)
Fruits (all varieties except dried fruits)
Milk, cheese
Oils and Fats
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
5.      Pemantauan
a.       Terapi
·         Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
·         Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
b.      Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
c.       Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid

1.7  Pencegahan
Menurut Soeparman, Sarwono Waspadji pencegahan thalasemia alfa yang dilakukan adalah pencegahan perkawinan diantara kasus heterezigot. Sedangkan pencegahan thalasemia beta adalah dengan dua cara:
1.      Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan(marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara penderita thalasemia agar tidak mendapat keturunan yang homozigot atau varian-varian thalasemia dengan mortalitas tinggi.
2.      Penceegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bayi homosigot dari pasangan suami istri dengan thalasemia heterosigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dari thalasemia trait. Kelahiran kasus homosigot terhindar tetapi 50% lainya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intrauterine sehingga dapat dilakukan tindakan abortus provokatus.


Adapun Pencegahan menurut sumber lain adalah:
Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat. Selama ini, kata Suthat, zat besi yang menumpuk di tubuh penderita thalasemia hanya bisa dikeluarkan dengan penyuntikan obat Desferal. Obat yang disuntikkan di bawah kulit ini akan mengikat zat besi dan dikeluarkan melalui urine.
Dia mengatakan, saat ini telah ditemukan tablet yang dapat menggantikan proses pembuangan zat besi berlebih dalam tubuh sehingga penderita tidak perlu mendapat suntikan Desferal. ''Tablet ini dapat mengurangi risiko gagal jantung karena penumpukan zat besi,'' kata Suthat. Walau begitu, pencegahan tetap lebih penting ketimbang pengobatan. Untuk mencegah penyebaran thalasemia, menurut Berdoukas, hal paling baik adalah melakukan tes darah pada setiap calon pengantin. ''Karena apabila salah satunya memiliki kerusakan DNA yang dapat menyebabkan thalasemia, maka ada kemungkinan penyakit itu menurun pada anak mereka.''
Saran tersebut tentu perlu dipertimbangkan oleh para calon pengantin. Sebab, harus diakui, thalasemia sudah ada di tengah masyarakat Indonesia. Data menunjukkan, terdapat 3.000 penderita thalasemia yang terdaftar dan tersebar di Pulau Jawa. Dari jumlah itu, 1.300 di antaranya tinggal di Jakarta. Untuk Indonesia, diperkirakan terdapat 3.000 penderita baru setiap tahun. Sementara di Thailand, terjadi penambahan penderita thalasemia sebanyak 12 ribu orang setiap tahunnya.
  

BAB III
KONSEP ASKEP THALASEMIA

3.1.  Pengkajian
Pengkajian pada thalasemia menurut Nursalam adalah sebagai berikut:
1.      Data biografi
2.      Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai  pada bangsa disekitar laut tengah(mediterania), Turki, yunani, cyprus, dan lain-lain. Di indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupkakan penyakit darah yang paling banyak di derita.
3.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari satu tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.
4.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas atau infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
5.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering di dapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor . pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umumnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada p ertumbuhan rambut pubis, dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6.      Pola makan
Karena ada anorexia, anak sering mengalami susah  makan, sehingga berat badan anak sangat  rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
7.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat, karena bila beraktivitas seperti  anak normal mudah merasa lelah.
8.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada orang tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua  orang tua menderita thalasemia, maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan Karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
9.      Riwayat ibu saat hamil(ante natal core-ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga ada faktor risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
10.  Data keadaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan diantaranya:
a.    Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
b.   Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat.
c.    Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d.   Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e.    Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran  jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f.    Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati(hepatosplemagali).
g.   Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h.   Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.
i.     Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemi kronik.
j.     Kulit
Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat  besi dalam jaringan kulit(hemosiderosis)
k.   Penegakan diagnosis
1)      Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut:
a)      Anisositosis(sel darah tidak terbentuk secara sempurna).
b)      hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
c)      Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal.
Fe dalam serum tinggi.
2)      Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek(kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah di dalam pembuluh darah.
l.     Program terapi
Prinsip terapi pada anak dengan thalasemia adalah mencegah terjadinya hipoksia jaringan. Tindakan yang diperlukan adalah:
1)      Transfusi darah. Diberikan bila kadar hb rendah sekali(kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2)      Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari dua tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat pendarahan cukup besar.
3)      Pemberian roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4)      Pemberian desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5)      Transplantasi sumsum tulang(bone marrow) untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.


3.2.  Analisa Data
Nama Klien            :  Anak b 18 th                                                            
Ruang Rawat         :  Ruang RSUD M. Yunus Bengkulu                         
Diagnosa  Medis    :  Thalasemia                                                                         
No
Data
Etiologi
Masalah
1


















DS :
§ Klien mengatakan lemah dan cepat lelah
§ Klien Mengatakan napasnya terasa cepat
§ Klien Mengatakan Bingung, dan gelisah
§ Klien Mengatakan tidak nafsu makan

DS:
§ Kulit klien tampak pucat
TTV :
TD:70/60mmHg
ND : 120 x/i
RR : 32 x/i
§ Membran mukosa:kering, kuku, dan rambut rapuh
§ Klien mual dan muntah 5 x  dalam sehari

Penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien
ke sel.



Perubahan perfusi jaringan












  





2


















DO:
§ Klien mengatakan tidak nafsu makan
§ Klien mengatakan muntah 5 x dalam sehari
§ Klien mengatakan tubuhnya terasa lemah

DS:
§ Klien tampak lelah.
§ Adanya perubahan gusi, membran mukosa  mulut.
§ Adanya penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan, dan kehilangan tonus otot.
§ Adanya penurunan berat badan (39 Kg).
§ Adanya penurunan lipatan kulit trisep.

Kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan
Mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan
SDM normal








Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh














3








DS:
§ Klien mengatakan kulitnya kering,
§ Klien mengatakan tidak  banyak minum
§ Klien mengatakan jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran

DS:
§ Klien tampak gelisah dan cemas
§ Turgor kulit klien  buruk
§ Intake cairan klien tidak adekuat
§ Adanya gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi/status
metabolik, akumulasi  garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk, penonjolan
tulang, adanya edema, asietas


Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit




  


3.3.  Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.      Perubahan perfusi jaringan Berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan oksigen.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makananan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan  SDM normal.
4.      Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia)

3.4.  Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)
Yang berisi Dx, Tujuan, Kriteria hasil, intervensi, Rasional                                                                                                                                                                                       
                                                                                                                                                                                        
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
/ nutrisi ke sel






























  

Setelah dilakukan intervensi kep, dihrpkan klien menunjukkan perfusi adekuat, misal tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik,
haluaran urine adekut, mental seprti biasa.






























Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam, diharapkan
kulit elastis, membran
mukosa kembali normal,
kuku dan rambut kembali normal, tidak lagi mual dan muntah, TD normal (110/70-120/80) konsentrasi kembali normal.




























Mandiri :
§ Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.


§ Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


§ Awasi upaya pernapasan;auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.

§ Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi



§ Kaji untuk respons verbal melambat. mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
§ Orientasi/orientasikan-ulang pasien  sesuai kebutuhan. Catat  jadwal  aktivitas pasien  untuk di rujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berfikir, komunikasi dan aktivitas.
§ Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.


§ Hindari pengunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan termometer

Kolaborasi:
§ Awasi  pemeriksaan laboratorium, misal,,Hb/ht dan jumlah SDM, GDA
§ Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
§ Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

§ Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi

§ Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
§ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler.catatan:kontraindikasi bila  ada hipotensi.
§ Dipsnea, gemericik menunjukan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
§ Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin B12
§ Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.
§ Vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.


§ Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan  perfusi organ)

§ Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.



§ Mengidentifikasi defisiansi dan kebutuhan pengobatan/ respons terhadap terapi.
§ Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki untuk menurunkan risiko pendarahan.
§ Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
§ Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/anemia aplastik.
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/
absorbsi nutrien yang di perlukan untuk pembentukan SDM normal.

































  
Setelah dilakukan intervensi  kep, dihrpkan klien menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.

































 s


  
Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam, diharapkan
berat badan dalam batas
normal, nafsu makan
bertambah, tidak ada mual/muntah, gusi dan membran mukosa normal, dan aktivitas kembali normal.



































Mandiri:
§ Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
§ Observasi dan catat masukan makanan pasien.
§ Timbang berat badan tiap hari

§ Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, flatus, dan gtejala lain yang  berhubungan.
§ Berikan dan bantu higiene mulut yang baik: sebelum dan  sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral mukosa.


Kolaborasi:
§ Konsul pada ahli gizi

§ Pantau pemeriksaan laboratorium, mis, Hb/ht, BUN, al-bumin, protein, transferin, besi serum, B12, asam folat, TIBC,  elektrolit serum.
§ Berikan obat sesuai indikasi: miis, vitamin dan suplemen mineral, mis, sianoko balamin (B12), asam folat(flovite); asam askorbat(vitamin C)
§ Besi dektran(IM/IV).




§ Tambahan besi oral, mis,fero sulfat (feosol); feroglukonat(fergon).

§ Asam hidroklorida
§ Antijamur atau pencuci mulut anastetik jika di indikasi.


§ Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam, sesuai indikasi.
§ Berikan suplemen nutrisi mis, ensure, isocal.


§ Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
§ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
§ Mengawasi penurunan berat badan tiap hari atau efektivitas intervensi nutrisi.
§ Gejala GI dapat  menunjukan efek anemia(hipoksia) pada organ.

§ Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila  jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat


§ Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
§ Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.

§ Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemi adan/ atau adanya masukan oralyang buruk dan defisiensi yang di identifikasi.
§ Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan di simpan untuk yang tak dapat diabsorpsi atau terapi besi oral atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.
§ Mungkin berguna pada beberapa tipe anemia defisiensi besi
§ mempunyai sifat absorpsi vitamin B12 selama minggu pertama terapi.
§ Mungkin  diperlukan pada adanya stomatitis/ glositsi untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan  memudahkan masukan.
§ Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien.
§ Meningkatkan masukan protein dan kalori.


3
Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit b. d perubahan sirkulasi
dan neorologis.

















Setelah dilakukan intervensi diharapkan klien mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi faktor risiko/perilaku
individu untuk mencegah cedera dermal.















Setelah dilakukan
pemeriksaan selama
3x24 jam diharapkan
intake nutrisi adekuat,
tidak anemia lagi, membran mukosa lembab, kulit elastis.














Mandiri:
§ Kaji integritas kulit, catat perubahan pada  turgor, gangguan warna , hangat lokal, eritema, ekskoriasi.

§ Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bial pasien tidak bergerak atau di tempat tidur. 
§ Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.



§ bantu untuk latihan rentang gerak pasif dan aktif

Kolaborasi:
§ Gunakan alat pelindung, mis,, kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi.

§ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. 
§ Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/ mempengaruhi hipoksia seluler  
§ Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi. 
§ Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis


§ Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah / menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit





BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan  secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari).
Menurut arif mansjoer, thalasemia adalah”penyakit anemia hemoloitik herediter yang diturunkan secara resesif.secara molekuler , thalasemia dibedakan atas thalasemia alpa dan beta,sedangkan secara klinis dibedakan thalasemia mayor dan minor.
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.

DAFTAR PUSTAKA


Waspadji, sarwono, soeparman. 1990. Ilmu penyakit dalam.balai FKUI:jakarta

Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 1985. Ilmu kesehatan anak 1. Infomedika Jakarta: Jakarta

Nursalam, rekawati susilaningrum. 2008. Asuhan kepada  Bayi dan Anak. Salemba medika:Jakarta.

Suriadi, rita yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada anak. CV sagung seto: Jakarta.

Mansjoer, arif.2000. kapita selekta kedokteran.media aesculupius:Jakarta.


Doenges. Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan.EGC: Jakarta

No comments:

Post a Comment