- I. DEFINISI
Satu kelompok penyakit darah
yang ditandai dengan kanker pada
jaringan-jaringan yang memproduksi darah. Pada orang – orang dengan leukemia,
sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang abnormal, sel yang abnormal itu
adalah sel leukemia. Pada awlanya sel – sel leukemia ini berfungsi secara
normal, sampai pada saat sel – sel ini memenuhi leukosit, eritrosit, dan
trombosit yang normal. Sehingga terjadi penurunan trombosit, yang penting untuk
proses pembekuan darah.
Klasifikasi Leukemia
Dilakukan berdasarkan stem sel yang terlibat , waktu munculnya gejala dan fase perkembangan yang terganggu, antara
lain:
1. Leukemia Myeloid Akut
Terutama terjadi pada dewasa. Terjadi
kerusakan/gangguan pada stem sel hematopoetik yang berdiferensiasi menjadi
semua sel myeloid: monosit, granulosit(basofil, neutrofil, eosinofil),
eritrosit, trombosit. Perkembangbiakan myeloblast yang belum matang mengganggu
kenormalan produksi sel darah, sehingga mengurangi jumlah eritrosit dan
platelet. Leukemia jenis ini merupakan bentuk paling sering dari leukemia non
limfositik. Prognosis pada pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan
hanya sampai 1 tahun, dengan penyebab kematian biasanya karena infeksi dan
perdarahan. Leukemia jenis ini dapat diklasifikan lagi menjadi:
M1: leukemia mieloblastik tanpa pematangan
M2: leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat
pematangan
M3: leukemia promielositik hipergranular
M4: leukemia mielomonoblastik
M5: leukemia monoblastik
M6: eritroleukemia
2. Leukemia Myeloid Kronik
Terutama terjadi pada dewasa muda dan orang tua.
CML adalah keganasan dari sel induk myeloid yang menyebabkan tidak
terkontrolnya proliferasi granulosit. Ditandai dengan produksi berlebihan seri
granulositik yang relatif matang. Serangannya tersembunyi, dan kerusakannya
berlangsung dalam jangka panjang. Pada penyakit ini terdapat sel normal lebih
banyak disbanding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Secara
keseluruhan pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun.
3. Leukemia Limfositik Akut
Terutama terjadi pada anak – anak dengan laki –
laki lebih banyak dibanding perempuan. ALL merupakan suatu proliferasi ganas
limfoblast yang diakibatkan oleh kerusakan sel inti limfoid tunggal. Sekitar
60% anak mencapai ketahanan hidup sampai 5 tahun.
4. Leukemia Limfositik Kronik
Terjadi pada semua umur. CLL disebabkan oleh
perkembangbiakan B limfosit kecil dan abnormal. Penyakit ini cenderung
merupakan kelainan ringan. Negara -
Negara barat melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi.
Ketahanan hidup rata – rata pasien dengan CLL adalah 7 tahun. CLL dapat dibagi
menjadi 4 tingkatan penyakit secara klnis, yang ternyata mempunyai hubungan
dengan prognosis.
Tingkat Penyakit Median
survival (bulan)
0 Hanya limfositosis dengan
inflitrasi sel 150
1 Limfositosis dan
limfadenopati 101
2 Limfositosis dan
splenomegali/hepatomegali 71
3 Limfositosis dan anemia
< 11 gr% dengan/tanpa 19
Pembesaran hati, limpa dan kelenjar
4 Limfositosis dan
trombositopenia < 100.00/mm³ 19
Dengan/tanpa pembesaran hati, limpa, dan
kelenjar
5. Leukemia Sel Berambut
Adalah tipe yang relative harang terjadi, leukemia
limfositik sel B indolen. Leukemia sel berambut secara umum terjadi pada laki –
laki usia pertengahan dengan dominasi laki – laki terhadap perempuan 5:1.
Etiologi pasti dari leukemia ini belum
diketahui. Leukemia, sama halnya dengan kanker lainnya, terjadi karena mutasi
somatic pada DNA yang mengaktifkan onkogenesis atau menonaktifkan gen
suppressor tumor, dan menganggu regulasi dari kematian sel, diferensiasi atau
divisi.
Tapi penelitian telah dapat mengemukakan
factor resiko dari Leukemia ini, antara lain:
1.
Tingkat radiasi yang tinggi
Orang – orang yang terpapar radiasi tingkat tinggi
lebih mudah terkena leukemia dibandingkan dengan mereka yang tidak terpapar
radiasi. Radiasi tingkat tinggi bisa terjadi karena ledakan bom atom seperti
yang terjadi di Jepang. Pengobatan yang menggunakan radiasi bisa menjadi sumber
dari paparan radiasi tinggi.
2. Orang – orang yang bekerja dengan bahan – bahan kimia tertentu
Terpapar oleh benzene dengan kadar benzene yang
tinggi si empat kerja dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas
di industri kimia. Formaldehid juga digunakan luas pada industri kimia, pekerja
yang terpapar formaldehid memiliki resiko lebih besar terkena leuikemia.
3. Kemoterapi
Pasien kanker yang di terapi dengan obat anti
kanker kadang – kadang berkembang menjadi leukemia. Contohnya, obat yang
dikenal sebagai agen alkilating dihubungkan dengan berkembangnya leukemia akhir
– akhir ini.
4. Down Syndrome dan beberapa penyakit genetic lainnya
Beberapa penyakit disebabkan oleh kromosom yang
abnormal mungkin meningkatkan resiko leukemia.
5. Human T-cell Leukemia virus-I
(HTVL-I)
6. Myelodysplastic syndrome
Orang – orang dengan
penyakit darah ini memiliki resiko terhadap berkembangnya leukemia myeloid
akut.
7. Fanconi Anemia
Menyebabkan akut myeloid
leukemia
III. PATOFISIOLOGI
A. MANIFESTASI KLINIS
1. Leukemia Mieloblastik Akut
§ Rasa lemah
§ Pucat
§ Nafsu makan hilang
§ Anemia
§ Ptekie
§ Perdarahan
§ Nyeri tulang
§ Infeksi
§ Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan
kelenjar mediatinum
§ Kadang – kadang ditemukan hipertrofi gusi
khususnya pada M4 dan M5
§ Sakit kepala
2. Leukemia Mieloblastik Kronik
§ Rasa lelah
§ Penurunan berat badan
§ Rasa penuh di perut
§ Kadang – kadang rasa sakit di perut
§ Mudah mengalami perdarahan
§ Diaforesis meningkat
3. Leukemia Limfositik Akut
§ Rasa lelah
§ Panas tanpa infeksi
§ Purpura
§ Nyeri tulang dan sendi
§ Anemia
§ Macam – macam infeksi
§ Penurunan berat badan
§ Ada massa abnormal
§ Muntah
§ Gangguan penglihatan
§ Nyeri kepala
4. Leukemia Limfositik Kronik
§ Mudah terserang infeksi
§ Anemia
§ Lemah
§ Pegal – pegal
§ Trombositopenia
§ Respons antibodi tertekan
§ Sintesis immonuglobin tidak cukup
B. KOMPLIKASI
1. Leukemia Myeloid Akut
§ Perdarahan gastrointestinal, paru, dan intracranial
§ Nyeri akibat pembesaran limpa atau hati
§ Sakit tulang akibat penyebaran ke sumsum tulang
§ Selulitis
§ Pnemonia
§ Abses perirektal dan septikemia
§ Peningkatan kadar asam urat dan laktat
dehidrogenase
2. Leukemia
Myeloid Kronik
§ Perdarahan
§ Pembesaran lien
§ Takikardi
§ Napas pendek
§ Anemia
§ Memar
3. Leukemia Limfositik Akut
§ Infeksi
§ Limfadenopati
§ Hepatosplenomegali
§ Gangguan penglihatan
§ Artralgia
4. Leukemia Limfositik Kronik
§ Limfadenopati
§ Splenomegali dan hepatomegali
§ Anemia
§ Trombositopenia
§ Pneumonia
§ Infeksi
IV. PENATALAKSANAAN
1. Leukemia Myeloid Akut (AML)
a. Pengobatan inisial
Pengobatan inisial untuk AML biasanya
dimulai dengan kemoterapi induksi menggunakan kombinasi obat seperti
daunorubicin (DNR), cytarabine (ara-C), idarubicin, thioguanine, etoposide,
atau mitoxantrone.
b. Follow-up
Terapi follow-up untuk beberapa pasien
mencakup:
§ Supportive care, seperti pemberian nutrisi
intravena dan pengobatan dengan antibiotic oral (ofloxacin, rifampisin),
khususnya pada pasien yang memiliki perpanjangan granulositopenia; yaitu
terlalu sedikit granulosit yang matang (netrofil), bakteri menghancurkan
leukosit yang mengandung partikel kecil, atau bergranul ( kurang dari 100
granulosit/mm³ dalam 2 minggu)
§ Injeksi dengan factor stimulasi koloni seperti
granulosit colony-stimulating factor (G-CSF), yang dapat memperpendek periode
granulositopenia yang diakibatkan oleh terapi induksi.
§ Transfusi eritrosit dan trombosit.
Pasien yang baru
didiagnosa mungkin perlu dipertimbangkan untuk transplantasi stem sel, baik
dari sumsum tulang ataupun dari sumber lain. Trasplantasi sumsum tulang
allogenic (alloBMT) merupakan pengganti utama bagi pasien yang berumur dibawah
55 tahun yang memiliki donor keluarga yang cocok. Kira – kira setengah dari AML yang baru
didiagnosa berada pada kelompok umur ini, dengan 75% mendapatkan remisi komplit
setelah terapi induksi dan konsolidasi. Transplantasi sumsum tulang allogeneic
terdapat pada 15% dari semua pasien AML. Sayangnya, diperkirakan hanya 7% dari
semua pasien AML yang akan diobati dengan prosedur ini.
Orang – orang yang
menerima transplantasi stem sel (SCT, alloBMT) membutuhkan isolasi protektif di
rumah sakit, meliputi air yang difiltrasi, makanan steril, dan sterilisasi dari
mikroorganisme di usus, sampai jumlah total leukosit diatas 500.
Pengobatan
leukemia system saraf pusat jika tersedia, mencakup injeksi obat kemoterapi
(cytarabine atau ara-C, methotrexate) ke area sekitar otak atau spinal cord.
c. Terapi konsolidasi atau maintenance
Sekali pasien dlaam remisi, ia akan
menerima terapi konsolidasi atau maintenance, seperti, terapi konsolidasi
dengan dosis tinggi ara-C (HDAC) dengan atau tanpa obat anthracycline).
Apabila, pasien AML memiliki penyakit
resisten (sekitar 15%) atau relapse (sekitar 70%), remisi kedua kadang – kadang
diperlukan melalui:
§ Induksi kemoterapi konvensional
§ Dosis tinggi ara-C, dengan atau tanpa obat lain.
§ Etoposide atau agen kemoterapi single.
Pasien AML yang lebih tua memiliki
pengobatan special. Mereka mungkin kurang toleransi terhadap septisemia yang
berhubungan dengan granulositopenia, dan mereka sering memiliki tingkat
myelodysplastik (‘preleukemia’) sindrom (MDS) yang lebih tinggi. Individu yang
berusia diatas 75 tahun atau yang memiliki kondisi medical dapat diobati
efektif dengan dosis rendah ara-C.
Sampai saat ini rencana pengobatan
pada anak tidak jauh berbeda dengan dewasa. Banyak percobaan induksi memiliki
hasil yang bagus dengan menggunakan kombinasi cytarabine (ara-C) dan
anthracycline (daunorubicin, doxorubicin). Pada anak berusia dibawah 3 tahun,
abthracycline yang digunakan untuk induksi harus dipilih dengan hati – hati,
karena doxorubicin lebih toxis dan berhubungan dengan kematian dibandingkan
dengan daunorubicin.
Terapi konsolidasi ini komplek, tapi
terapi ini sebaiknya mencakup sedikitnya dua siklus dosis tinggi ara-C. anak –
anak dengan hiperleukositosis, khususnya monicytic M5 leukemia, memiliki
prognosis yang buruk.
Strategi umum untuk manajemen penyakit ini
mencakup berbagai macam pilihan:
a. Leukapheresis
Dikenal juga dengan transplantasi stem sel darah
perifer, dengan cryopreservation stem sel (yang dibekukan) sebelum pengobatan
lainnya. Darah pasien dilewatkan melalui sebuah mesin yang memindahkan stem sel
kemudian mengembalikan darah ke pasien. Leukapheresis ini membutuhkan waktu 3-4
jam. Stem sel tersebut bisa diobati dengan obat pembunuh sel- sel kanker atau
bisa juga tidak. Kemudian stem sel tersebut disimpan sampai ditransplantasikan
lagi ke pasien.
b. HLA (human leukocyte antigen) typing
Untuk semua pasien usia dibawah usia 60. Prosedur
ini ditentukan apakah donor yang cocok tersedia utnuk transplantasi stem
sel.
c. Kemoterapi
Dengan obat seperti hydroxyurea, busulfan atau
imatinib mesylate.
Secara umum, pengobatan CML dapat
terbagi atas 2, yaitu yang tidak meningkatkan daya tahan dan yang meningkatkan
daya tahan. Obat kemoterapi seperti hydroxyurea dan busulfan dapat menormalkan
jumlah darah dalam jangka waktu tertentu, tapi tidak meningkatkan daya tahan.
Obat – obat ini digunakan untuk menkontrol jumlah darah pasien yang tidak bisa
melakukan SCT atau yang tidak berespon terhadap terapi interferon karena usia
atau pertimbangan medis.
Gleevec, adalah satu dari obat – obat
kanker terbaru yang menonaktifkan enzim abnormal dalam sel kanker, membunuhnya,
tanpa mangganggu sel – sel yang sehat. Terapi kanker lain seperti kemoterapi,
menyerang sel – sel yang sehat sama halnya sel kanker, membuat pasien merasa
tidak senang dan sering menderita efek samping.
Obat baru yang sedang dipelajari pada
percobaan klinik CML mencakup homoherringtonine dengan interferon-alpha
(INF-a), paclitaxel, QS21, dan amifostin. Percobaan klinik mengevaluasi potensi
keuntungan dari bahan – bahan seperti vaksin, monoklonal antibodi, dan hormon
(growth factor, interleukin)
3. Leukemia Limfositik Akut
Secara umum, pengobatan ALL dibagi atas beberapa
fase:
a. Kemoterapi Induksi
Dengan remisi, sel – sel leukemik tidak lagi
ditemukan pada sampel sumsum tulang. Pada dewasa ALL, rencana standar induksi
mencakup obat prednisone, vincristine, dan anthracyclin; rencana obat lain mungkin
mencakup L-asparaginase atau cyclophosphamide. Untuk anak – anak dengan ALL
resiko rendah, terapi standar biasanya terdiri dari 3 obat (prednisone,
L-asparaginase, dan vincristine) untuk bulan pertama pengobatan. Anak – anak
dengan resiko tinggi mungkin mendapatkan obat – obat tersebuta ditambah
anthracycline seperti daunorubicin.
b. Terapi Konsolidasi (1-3 bulan pada dewasa, 4-8
bulan pada anak – anak)
Untuk mengeliminasi sel – sel leukemia yang masih
bersembunyi di dalam tubuh. Kombinasi obat kemoterapeutik digunakan untuk
menjaga sel – sel leukemia dari perkembangan. Pasien dengan resiko ALL
rendah-sedang menerima terapi dengan obat antimetabolik seperti methotrexate
dan 6-mercaptopurine. Pasien resiko tinggi menerima dosis obat yang lebih besar
ditambah pengobatan dengan agen kemoterapeutik ekstra.
c. Profilaksis CNS (Terapi Preventif)
Untuk menghentikan penyebaran kanker ke otak dan
sistem saraf. Profilaksis standar mencakup:
1. Irradiasi kranial plus menarik tulang belakang
atau intratekal untuk memasukkan obat
methotrexate
2. Methotrexate dosis tinggi melalui sistemik atau IT,
tanpa irradiasi kranial
3. Kemoterapi IT.
Hanya anak – anak dengan leukemia T-cell, jumlah
leukosit yang tinggi, atau terdapat sel leukemia pada LCS yang memerlukan
irradiasi kranial dan terapi IT.
d. Pengobatan maintanance
Dengan obat kemoterapeutik (prednison +
vancristine + cyclophosphamide + doxorubicin; methotrexate + 6-MP) untuk
mencegah penyakit kembali lagi setelah remisi didapatkan. Terapi maintanance
biasanya dilakukan dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
digunakan untuk fase induksi. Pada anak – anak, program intensif 6 bulan
diperlukan setelah induksi, diikuti dengan 2 tahun kemoterapi maintanance.
e. Terapi Follow-up
Untuk pasien ALL biasanya terdiri dari:
·
Perawatan
supportif, seperti pemberian nutrisi intravena dan pengobatan dengan antibiotik
oral (ofloxacin, rifampisin) khususnya pada pasien dengan perpanjangan
granulositopenia yaitu terlalu sedikit granulosit yang matang (netrofil),
bakteri menghancurkan leukosit yang mengandung partikel kecil, atau bergranul (
kurang dari 100 granulosit/mm³ dalam 2 minggu)
§ Transfusi eritrosit dan trombosit
Tes laboratorium yang dikenal sebagai polymerase
chain reaction (PCR) disarankan untuk pasien ALL, yang dapat membantu untuk
mengidentifikasi spesifik abnormalitas genetik. Tes PCR penting untuk pasien dengan penyakit tipe
B-cell. ALL B-cell biasanya tidak diobati dengan terapi standar ALL. Digantikan
dengan cyclophosphamide-based regimen yang digunakan untuk limfoma non-Hodgkin.
Pasien dengan ALL yang kembali lagi digunakan
alloBMT, agen sistem imun, dan agen kemoterapeutik, atau dosis rendah
radioterapi, apabila kanker terjadi melalui tubuh atau SSP.
4. Leukemia Limfositik Kronik
CLL mungkin tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan yang ada saat ini.
Tapi, untungnya, sebagian besar CLL tidak membutuhkan terapi. Studi menyarankan
bahwa orang – orang dengan CLL Stage A (yaitu individu yang pembesaran kelenjar
limfoidnya kurang dari tiga area) tidak memerlukan pengobatan awal. Oleh karena
itu onkologist mengobati CLL berdasarkan
stage dan simptom.
Sebagi contoh, pada pasien
yang lebih tua (usia lebih dari 60 tahun) yang memiliki resiko rendah, penyakit
dengan stadium awal (Rai stage 0) pendekatan konservativ “watch and wait” mungkin
dilakukan.
Sebaliknya, individu yang
lebih tua dengan CLL-dengan komplikasi atau penyakit dengan stadium lanjut (Rai
stage II atau IV) lebih baik menggunakan kemoterapi dan pengobatan dengan
kortikosteroid (prednison, prednisolon). Kortokosteroid merupakan agen pertama
untuk orang – orang yang sistem imunnya telah berubah karena CLL. Cll dapat
mengakibatkan sindrom autoimun dimana sistem imun pasien menyerang dan
menghancurkan sel darahnya sendiri. Ketika eritrosit terpengeruh, kondisi ini
dikenal dengan anemia immunohaemolytik, yang dikarakteristikkan dengan
penurunan jumlah eritrosit, yang menyebabkan fatigue, sakit kepala, dan nafas
jadi pendek. Ketika trombosit terpengaruh, yang dikenal dengan immune-mediated
trombositopenia, yang merupakan penurunan julah trombosit yang mengakibatkan
perdarahan.
Secara umum, indikasi pengobatan adalah:
§ Penurunan jumlah hemoglobin atau trombosit
§ Peningkatan ke stadium selanjutnya
§ Nyeri, penyakit yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang berlebihan pada nodus limfe dan lien
§ Lymphocyte doubling time (indikasi reproduksi
limfosit) kurang dari 12 bulan.
Kemoterapi Untuk CLL
Rencana kemoterapeutik yang biasa digunakan untuk CLL adalah:
o
Kombinasi
kemoterapi dengan chlorambucil atau cyclophosphamide plus obat kortikosteroid
seperti prednison, atau
o
Pengobatan
agent-single dengan obat nukleosid sperti fludarabine, pentostatin, atau
cladribine. Bagaimanapun juga obat – obat tersebut biasanya digunakan untuk
kasus dimana CLL resisten (tidak berespon terhadap pengobatan) atau kembali
lagi setelah kemoterapi dengan chlorambucil atau cyclophosphamide.
Orang – orang dengan penyakit
stadium intermediate (Rai Stage I dan II) atau advance (Rai Stage III atau IV)
dapat dibantu dengan pertisipasi dari percobaan klinik. Pada saat ini, percobaan
klinik menggunakan senyawa imunologik (interferon, antibodi monoklonal)
bersamaan dengan agen kemoterapeutik baru (bryostatin, dolastatin 10 dan PSC
83-obat cyclosporine yang diberikan dengan kemoterapi untuk menghambat
resistensi obat)
I.
IDENTITAS KLIEN
Nama : No. RM :
Usia : Tanggal Masuk:
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Agama :
II.
RIWAYAT KESEHATAN
A. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU






B. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG













C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Aktivitas
§ Kelelahan
§ Malaise
§ Lemah
§ Peningkatan kebutuhan tidur
B. Sirkulasi
§ Palpitasi
§ Takikardia
§ Membran mukosa pucat
C. Makanan/Cairan
§ Anoreksi
§ Mual
§ Muntah
§ Penurunan berat badan
§ Disfagia
§ Hipertrofi gusi
§ Distensi abdomen
§ Bunyi usus menurun
§ Stomatitis
D. Neurosensori
§ Pusing
§ Kesemutan
§ Disorientasi
§ Kejang
E. Nyeri/Kenyamanan
§ Nyeri abdomen
§ Nyeri tekan sternal
§ Sakit kepala
§ Nyeri tulang/sendi
F. Pernapasan
§ Dyspnea
§ Napas pendek
§ Takipnea
§ Ronki
§ Penurunan bunyi napas
G. Keamanan
§ Gangguan penglihatan
§ Infeksi
§ Perdarahan
§ Pembesaran hati, limpa, nodus limfe
H. Integritas Ego
§ Depresi
§ Ansietas
§ Perasaan tak berdaya
§ Menarik diri
IV. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
A. DIAGNOSTIK
- Leukemia
Myelogenik Akut
v Dengan aspirasi sumsum tulang yang menunjukkan
peningkatan secara signifikan myeloblast belum matang.
v Kehadiran batang – batang Auer dalam darah juga
merupakan indikasi dari AML.
v Sitokimia: perokside +, Sudan Black +, PAS –
v Leukeosit meningkat, normal, menurun (subleukemik,
aleukemik)
- Leukemia
Mielogenik Kronik
v Basofil meningkat
v Resisten terapi
v Trombositopenia progresif
v Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan keadaan
hiperseluler dengan peningkatan jumlah megakarosit dan aktivitas granulosit
- Leukemia
Limfositik Akut
v Diperkuat dengan aspirasi atau biopsi sumsum tulang
v Sama dengan AML tetapi yang ditemukan limfoblast, Auer’s Rod (-), peroksidase (-),
sudan black (-), PAS (+)
v Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sel blast
dominan
- Leukemia
Limfositik Kronik
v Biopsi sumsum tulang menunjukkan infiltrasi merata
oleh limfosit kecil, yaitu > 40% dari total sel yang berinti
v Anemia
B. LABORATORIUM
5. Leukemia Myeloid Akut
Ø Anemia: normositer normokrom, bisa berat dan
timbul cepat
Ø Leukosit meningkat, normal, menurun
Ø Hapusan darah tepi menunjukkan blast 5%
6. Leukemia Myeloid Kronik
Ø Lekositosis > 50.000/mm³
Ø Pergeseran ke kiri pada hitung jenis
Ø Trombositopenia
Ø Kromosom Philadlphia
Ø Kadar fosfatase alkali lekosit rendah atau sama
sekali tidak ada
Ø Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah
7. Leukemia Limfositik Akut
Ø Pemeriksaan darah tepi ada leukositosis
Ø Jumlah leukeosit nuetrofil seringkali rendah
Ø Kadar hemoglobin dan trombosit rendah
8. Leukemia Limfositik Kronik
Ø Limfositosis > 50.000/mm³
Ø Trombositopenia
Ø Sitogenik kelainan kromosom 12, 13, 14 kadang
kromosom 6, 11
Ø Penurunan jumlah eritrosit
V.
Rencana
Keperawatan
- Kemungkinan diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d tak adekuat
pertahanan sekunder: gangguan dalam kematangan SDP (granulosit rendah dan
jumlah limfosit abnormal), peningkatan jumlah lomfosit imatur
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
b.d kehilangan berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan
cairan (mual, anoreksia)
3. Nyeri (akut) b.d agen fisikal (pembesaran organ,
sumsum tulang yang dikemas dnegan sel leukemik), agen kimia (pengobatan anti leukemik),
manifestasi psikologis (ansietas, takut)
4. Intolerans Aktivitas b.d kelemahan umum (penurunan
cadangan energi, peningkatan laju metabolik, produksi leukosit masif),
ketidakseimbnagan antara suplai dan kebutuhan oksigen (anemia/hipoksia),
pembatasan terapeutik, efek terapi obat
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis,
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang terpajan pada sumber, salah interpretasi
informasi/kurang mengingat
- Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
No
|
Data
Penunjang
|
Masalah
Keperawatan
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1
|
DO:
1. Granulosit berkurang
2. Demam
3. Takikardia
4. Takipnea
DS:
1. Klien mengatakan mengalami demam
2. Klien mengatakan ia menggigil
3.
|
Resiko tinggi infeksi
|
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d tak adekuat
pertahanan sekunder: gangguan dalam kematangan SDP (granulosit rendah dan
jumlah limfosit abnormal), peningkatan jumlah lomfosit imatur
|
2
|
DO:
1. Pembesaran organ
2. Wajah mengkerut
3. Prilaku hati – hati
4. Nyeri pada saat penekanan sternum
DS:
1. Klien mengatakan sakit kepala
2. klien mengatakan merasa nyeri pada tulang/sendi
|
Nyeri (akut)
|
Nyeri (akut) b.d agen fisikal (pembesaran organ,
sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemik), agen kimia (pengobatan anti
leukemik), manifestasi psikologis (ansietas, takut)
|
3
|
DO:
1. Frekuensi jantung atau respon TD abnormal
2. Dyspnea
3. Napas Pendek
4. Anemia
DS:
1. klien mengeluh kelelahan
2. klien mengatakan sesak nafas ketika beraktifitas
|
Intolerans Aktivitas
|
Intolerans Aktivitas b.d kelemahan
umum (penurunan cadangan energi, peningkatan laju metabolik, produksi
leukosit masif), ketidakseimbnagan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(anemia/hipoksia), pembatasan terapeutik, efek terapi obat
|
- Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d tak
adekuat pertahanan sekunder: gangguan dalam kematangan SDP (granulosit rendah
dan jumlah limfosit abnormal), peningkatan jumlah lomfosit imatur
Tujuan:
Mencegah infeksi selama fase
akut/pengobatan
Kriteria Hasil:
-
Mengidentifikasi
tindakan untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
-
Menunjukkan
teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan,
meningkatkan penyembuhan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung
sesuai indikasi, hindarkan menggunakan tanaman hidup.bungan potong. Batasi
buah segar dan sayuran
|
Melindungi dari sumber potensial
patogen/infeksi. Catatan: Supresi
sumsum tulang berat, nutropenia, dan kemoterapi menempatkan pasien pada
resiko besar untuk infeksi
|
Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik
untuk semua petugas dan pengunjung
|
Mencegah kontaminasi silang/menurunkan risiko
infeksi
|
Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara
peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan
takikardia, hipotensi, perubahan mental samar
|
Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe
infeksi, dan demam (tak berhubungan dengan obat atau produk darah) terjadi
pada kebanyakan pasien leukemia. Catatan:
septikemia dapat terjadi tanpa demam
|
Cegah menggigil: tingkatkan cairan. Berikan
mandi kompres
|
Membantu menurunkan demam, yang menambah
ketidakseimbangan cairan, ketidaknyamanan dan komplikasi SSP
|
Dorong sering mengubah posisi, napas dalam,
batuk
|
Mencegah stasisi sekret pernapasan, menurunkan
risiko atelektasis/pnemonia
|
Auskultasi bunyi napas, perhatikan gemericik,
ronki; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan
produksi sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba –
tiba atau rasa terbakar
|
Intervensi dini penting untuk mencegah
sepsis/septikemia pada individi immunosupresi
|
Rawat klien dengan lembut. Pertahankan linen
kering/tidak kusut
|
Mencegah rasa terbakar atau eksoriasi kulit
|
Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area
eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit dengan luka antibakterial.
|
Mengindikasikan infeksi lokal. Catatan: luka terbuka tidak
menghasilkan pus karena insufisiensi jumlah granulosit
|
Inspeksi membran mukosa mulut. Berikan bersihan
mulut baik. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut sering
|
Rongga mulut adalah medium yang baik untuk
pertumbuhan organisma
|
Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam
duduk menggunakan Betadine atau Hibiclens bila diindikasikan
|
Meningkatkan kebersihan, menurunkan resiko abses
perianal; meningkatkan sirkulasi dan penyembuhan
|
Berikan periode istirahat tanpa gangguan
|
Menghambat energi untuk penyembuhan, regenerasi
seluler
|
Dorong peningkatan masukan makanan tinggi
protein dan cairan
|
Meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah
dehidrasi
|
Hindari/batasi prosedur invasif (contoh, tusukan
jarum dan injeksi) bila mungkin
|
Kulit robek dapat memberikan jalan masuk
patogenik. Potensial organisme letal. Penggunaan selang kateter atau titik
implantasi dapat secara efektif menurunkan kebutuhan prosedur invasif dan
resiko infeksi.
|
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis;
Hitung darah lengkap, perhatikan apakah SDP
turun atau tiba – tiba terjadi perubahan pada neutrofil;
Kultur gram/sensitivitas
|
Penurunan jumlah SDP normal/matur dapat
diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapi, melibatkan respons imun dan
peningkatan resiko infeksi
Meyakinkan adanya infeksi; mengidentifikasi
organisme spesifik dan terapi tepat
|
Kaji ulang seri foto dada
|
Indikator terjadinya/penyembuhan komplikasi paru
|
Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik
|
Dapat diberikan secara profilaktik atau
mengobati infeksi khusus
|
Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
|
Aspirin dapat menyebabkan perdarahan gaster dan
penurunan jumlah trombosit lanjut
|
Berikan diet rendah bakteri, mis makanan
dimasak, diproses
|
Meminimalkan sumber potensial kontaminasi
bakterial
|
Diagnosa 2:
Nyeri (akut) b.d agen fisikal
(pembesaran organ, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemik), agen kimia
(pengobatan anti leukemik), manifestasi psikologis (ansietas, takut)
Tujuan :
Menghilangkan nyeri
Kriteria Hasil:
-
Melaporkan
nyeri hilang/terkontrol
-
Menunjukkan
perilaku penenangan nyeri
-
Tampak rileks
dan mampu tidur/istirahat dengan tepat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Selidiki keluhan nyeri. Perhatikan perubahan
pada derajat dan sisi
|
Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi;
dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi
|
Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non
verbal, mis tegangan otot, gelisah
|
Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal
dan keefektifan intervensi
|
Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan
penuh stres
|
Meningkatkan istirahat dan meningkatkan
kemampuan koping
|
Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi,
ekstremitas dengan bantal/bantalan
|
Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang/sendi
|
Ubah posisi secara periodik dan berikan/bantu
latihan rentang gerak lembut
|
Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas
sendi
|
Berikan tindakan kenyamanan dan dukungan
psikologis
|
Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek
obat
|
Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan
pasien sendiri, posisi, aktivitas fisik/non-aktif, dsb
|
Penanganan sukses terhapa nyeri memerlukan
keterlibatan pasien. Penggunaan teknik efektif memberikan penguatan positif,
meningkatkan rasa kontrol, dan menyiapkan pasien untuk intervensi yang biasa
digunakan setelah pulang
|
Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien
|
Penggunaan persepsi sendiri/perilaku untuk
menghilangkan nyeri dapat membantu pasien untuk mengatasinya lebih efektif
|
Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri,
contoh latihan relaksasi/naps dalam
|
Memudahkan relaksasi, terapi farmakologis
tambahan, dan meningkatkan kemampuan koping
|
Bantu/berikan aktivitas terapeutik, teknik
relaksasi
|
Membantu manajemen nyeri dengan perhatian
langsung
|
KOLABORASI
Awasi kadar asam urat
|
Penggantian capat dan dstruksi sel leukemia
selama kemoterapi meningkatkan asam urat, menyebabkan pembengkakan dan nyeri
sendi
|
Berikan obat sesuai indikasi;
Analgesik, contoh asetaminofen
Narkotik, mis kodein, meperidin
Agen antiansietas, mis diazepam, lorazepam
|
Diberikan untuk nyeri ringan yang tidak hilang
dengan ketidaknyamanan
Digunakan bila nnyeri hebat. Penggunaan ADP
mungkin menguntungkan dalam pencegahan puncak dan penurnan pemberian
intermiten
Mungkin diberikan untuk meingkatkan kerja
analgesik/narkotik
|
Diagnosa 3:
Intolerans Aktivitas b.d kelemahan
umum (penurunan cadangan energi, peningkatan laju metabolik, produksi leukosit
masif), ketidakseimbnagan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(anemia/hipoksia), pembatasan terapeutik, efek terapi obat
Tujuan:
Meningkatkan fungsi fisik optimal
Kriteria Hasil:
-
Laporan
peningkatan aktifitas yang dapat diukur
-
Berpartisipasi
dalam aktifitas sehari – hari sesuai tingkat kemampuan
-
Menunjukkan
penurunan tanda fisiologis tidak toleran, mis., nadi, pernafasan, dan TD masih
dalam batas normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan
ketidakmampuan utnuk berpartisipasi dalam aktivitas atau aktivitas sehari –
hari
|
Efek leukemia, anemia, dan kemoterapi mungkin
kumulatif (khususnya selama fase pengobatan akut dan aktif)
|
Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat
tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan
|
Menghemat energi utnuk aktivitas dan regenerasi
seluler/penyembuhan jaringan
|
Implementasikan teknik penghematan energi,
contoh lebih baik duduk daripada berdiri. Penggunaan kursi untuk mandi. Bantu
ambulasi atau aktivitas lain sesuai indikasi
|
Mamaksimalkan sediaan energi utnuk tugas
perawatan diri
|
Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan
kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi
|
Dapat meningkatkan pemasukan dengan menurunkan
mual
|
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
|
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
seluler
|
Daftar pustaka
Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah(vol.2).
Jakarta:EGC
Price,A.Sylvia,dkk.2006.Patofisiologi(vol1).Jakarta:EGC
Doenges,A.Marylynn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Reeves,J.Charlene,dkk.2001.Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:Salemba Medika
Masnjoer,Arief,dkk.2001.Kapita Selekta.Jakarta:Media Aesculapius
MedicinNet.com.2006.Leukemia
No comments:
Post a Comment