Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

KTI Apakah ada hubungan jarak kehamilan dengan kejadian abortus


BAB I

PENDAHULUAN
 A.    Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan manusia, baik secara individu, keluarga dan masyarakat, telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya yaitu disusunnya strategi/kebijakan pembangunan kesehatan baru, yaitu PARADIGMA SEHAT, yang didasarkan pada gerakan pembangunan berwawasan kesehatan (Pardigma Sehat, 2010). Kebijakan ini disusun oleh pemerintah didasari oleh masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan salah satunya terlihat dari masih tingginya angka kematian maternal di Indonesia.


Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apa pun yang berhubungan dengan  kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya, kematian maternal dapat digolongkan menjadi, 1 kematian obstetrik langsung yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penanganannya, yang sebagian besar penyebabnya adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan abortu, 2 kematian tidak langsung disebabkan oleh penyakit/ komplikasi lain yang sudah ada sejak sebelum kehamilan/persalinan, misal hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia, malaria dan lain-lain, 3. Kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan  kehamilan dan persalinan misal kecelakaan (Sarwono, 1999).
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor yaitu, 1 faktor pertumbuhan hasil konsepsi, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena faktor kromosom, faktor lingkungan  endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi dan gizi ibu yang kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan, pengaruh luar seperti infeksi endometrium dan hasil konsepsi yang terpengaruh oleh obat dan radiasi yang menyebabkan hasil konsepsi terganggu, 2 kelainan pada placenta seperti infeksi pada placenta dengan  berbagai sebab, gangguan pembuluh darah placenta, hipertensi yang menyebabkan gangguan peredaran darah placenta sehingga menimbulkan keguguran, 3 penyakit ibu seperti penyakit infeksi (Pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis), anemia ibu, penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus, 4 kelainan yang terdapat dalam rahim seperti, mioma uteri uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, servik inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks) robekan serviks postpartum (Manuaba, 1998).
Banyak faktor yang menyebabkan kejadian abortus, peneliti mengambil faktor terlalu pendek jarak kehamilan. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh jarak kehamilan yang terlalu pendek yaitu jarak yang terlalu dekat (kurang dari dua tahun)  berhubungan dengan meningkatnya resiko kejadian keguguran, bayi dengan  berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram), kematian janin dan kematian bayi. Untuk seorang ibu kehamilan yang terlalu dekat meningkatkan kejadian anemia karena status gizi yang belum pulih, selain itu seorang ibu bisa mengalami infeksi, ketuban pecah dini, dan perdarahan (Krisnadi, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) (1997), setiap tahun, sekitar 500.000 ibu mengalami kematian yang disebabkan oleh kehamilan dan persalinan, sekitar 30-50% meninggal akibat komplikasi abortus tidak aman, dan 90%  dari kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia, dimana Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi 307 / 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002), sementara target yang ingin dicapai Indonesia dalam menurunkan AKI tahun 2010 adalah 125 / 100.000 kelahiran hidup (Majalah Obstetri, 2003). Sementara itu AKI yang terjadi di Propinsi Bengkulu tahun 2006 adalah 126 per 100.000 kelahiran hidup dengan  Angka Kematian Balita (AKB) di Propinsi Bengkulu 2005 sebesar 10 per 1000 kelahiran hidup (Dinas kesehatan propinsi Bengkulu, 2005). Data tersebut menunjukkan bahwa angka kematian ibu yang masih sangat tinggi ini merupakan masalah yang belum teratasi yang disebabkan berbagai faktor yang melatar belakangi sangatlah kompleks.
Tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%) (SKRT, 2001). Sedangkan angka kematian ibu yang disebabkan oleh abortus mencapai 11,1% (SKRT, 1995). Abortus adalah salah satu penyumbang tingginya AKI, diseluruh dunia setiap tahun terjadi sekitar 40 sampai 60 kasus abortus  per 1000 wanita usia reproduksi, diperkirakan bahwa sekitar 20% dari seluruh kehamilan akan berakhir dengan  aborsi, di Amerika Latin dan negara berkembang diketahui bahwa penyebab kematian wanita usia 15-39 tahun disebabkan oleh komplikasi abortus yang dilakukan secara illegal. Angka kejadian abortus di negara Amerika Latin (1994) sebanyak 34 juta atau sebesar 45/100 wanita usia produktif. Angka kejadian abortus di Afrika 28%, di daerah pedesaan Lebanon (1961) kejadian 0,2 %, sedangkan di perkotaan 8-14%, di Korea (1978) ditemukan kejadian abortus 235/1000 wanita yang berkeluarga berusia 15-44 tahun, di Thailand 37/1000, di Singapura (1981) 28,4/1000 dan di India 55/1000 wanita usia 15-44 tahun, WHO, (1996), sementara di Indonesia setiap tahun diperkirakan terjadi 2,3 juta abortus (Kompas, 2005).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di ruang C1 kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu selama 1 minggu, data yang tercatat di register dari bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2006 terdapat 128 kasus perdarahan pada kehamilan kurang dari 20 mg yang terdiri dari abortus 113 kasus (88,3%), malahidatidosa 12 kasus (9,4%), kehamilan etopik 3 kasus (2,3%). Kejadian abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu terdiri dari, kejadian abortus pada ibu hamil yang jarak kehamilan sekarang dengan  kehamilan lalu yang kurang dari 2 tahun sebanyak 46 kasus (40,7%), kejadian abortus pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun sebanyak 28 kasus (24,8%), kejadian abortus pada ibu yang paritas lebih dari 4 sebanyak 9 kasus (8%), dan kejadian abortus yang disebabkan oleh faktor lain sebanyak 40 kasus (35,4%). Masih tingginya angka kejadian abortus pada ibu hamil terutama yang jarak kehamilan sekarang dengan  jarak kehamilan yang lalu kurang dari 2 tahun, dan kemudahan dalam pengambilan data, penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan jarak kehamilan ibu dengan  kejadian abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka masalah penelitian adalah masih tingginya angka kejadian abortus di ruang C1 kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dan pertanyaan penelitian dapat dirumuskan “Apakah ada hubungan jarak kehamilan dengan  kejadian abortus”.

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan  kejadian abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan acuan atau masukan bagi mahasiswa jurusan kebidanan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2.      Manfaat bagi RSUD Dr. M. Yunus
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat  bagi rumah sakit terutama bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan  abortus. Dan sebagai masukan dalam upaya deteksi dini ibu hamil yang beresiko dan memberikan pengawasan pada ibu hamil.  
3.      Manfaat Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut.

E.     Keaslian Penelitian
1.      Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Denti Oktareni, Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2003, diperoleh hasil jarak kehamilan, usia dan paritas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian abortus, perbedaan dengan  penelitian ini adalah pada variabel, populasi, sampel dan waktu penelitian.
2.      Kisilaturarni (2005), hubungan usia dan paritas dengan  kejadian abortus di ruang C1 kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, diperoleh hasil ada hubungan usia dan paritas dengan  kejadian abortus perbedaan dengan  penelitian ini adalah pada variabel, populasi, sampel dan waktu penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Abortus
1.      Pengertian
Menurut Sarwono (1999), abortus  merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan  berat janin kurang 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Sedangkan menurut Manuaba (1998), abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan  berat badan kurang dari 1000 gram atau diluar kehamilan kurang dari 20 minggu. Adapun pendapat Cuningham dkk (1995), abortus adalah pengakhiran kehamilan dengan  cara apapun sebelum janin cukup berkembang untuk dapat hidup di luar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar, tanpa mempersoalkan penyebabnya (Sulaiman, 2005).

2.      Etiologi
Menurut Manuaba (1998), penyebab abortus  sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
a.       Faktor pertumbuhan hasil konsepsi

7
 
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan
Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1)      Faktor kromosom
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
2)      Faktor lingkungan endometrium
a).    Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
b).    Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
3)      Pengaruh Luar
a).    Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
b).    Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b.      Kelainan Pada Plasenta
1)      Infeksi pada placenta dengan  berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
2)      Gangguan pembuluh darah placenta, diantaranya pada diabetes melitus.
3)      Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah placenta sehingga menimbulkan keguguran.

c.       Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui placenta yaitu :
1)      Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis.
2)      Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi retroplasenter.
3)      Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus.
d.      Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (amputasi serviks) robekan serviks post partum.
e.       Faktor jarak kehamilan
Jarak antara persalinan terakhir dengan  kehamilan berikutnya (pregnancy spacing) sebaiknya antara dua sampai lima tahun, jarak yang terlalu dekat (kurang dari dua tahun) berhubungan dengan  meningkatnya resiko kejadian keguguran, bayi dengan  berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram), kematian janin dan kematian bayi. Untuk seorang ibu, kehamilan yang terlalu dekat meningkatkan kejadian anemia karena status gizi ibu yang belum pulih, selain itu, seorang ibu bisa mengalami infeksi, ketuban pecah dini, dan perdarahan. Pada ibu-ibu yang telah sering mengalami keguguran yang terlalu dekat, kemungkinan tersering adalah karena kelainan bibit janin (kelainan kromosom dari telur, sperma atau keduanya) (Krisnadi, 2005).
3.      Klasifikasi
Menurut Sarwono (1999), klasifikasi abortus terbagi menjadi :
a.       abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali. Uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum terbuka dan tes kehamilan positif.
b.      Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan pada uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan  adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
c.       Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi sebelum 20 minggu dengan  masih ada sisa tinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum, perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali sehingga dapat menyebakan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
d.      Abortus kompletus adalah semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan, penderita ditemukan perdarahan sedikit ostium uteri telah menutup dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apa bila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dan lengkap.
e.       Abortus Servikalis adalah keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan servik uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan  dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan servik membesar dan diatas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
f.       Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
g.      Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Sedangkan menurut pendapat Mochtar (1995), klasifikasi abortus sebagai berikut :
a.       Abortus spontaneous yaitu abortus yang terjadi dengan  tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah. Abortus spontan dapat dibagi atas :
1)      Abortus kompletus yaitu seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga-rongga rahim kosong.
2)      Abortus inkompletus yaitu seluruh hasil konsepsi dikeluarkan, sisanya sebagian masih tertinggal dalam uterus.
3)      Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung) yaitu abortus sedang berlangsung, ostium sudah terbuka dan dapat kita raba ketuban, kehamilan tidak dapat dipertahankan kembali.
4)      Abortus imminens (keguguran membakat) yaitu keguguran membakat dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan  memberikan obat-obat hormon dan anti spasmodika dan istirahat.
5)      Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati akan tetapi tetap dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
6)      Abortus hebitualis (keguguran berulang) adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7)      Abortus infeksiosus dan Abortus septik : abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi ginjal. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan  penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

b.      Abortus Provakatus yaitu abortus  yang disengaja, baik dengan  memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus provakatus dibagi menjadi :

1)      Abortus Medisinalis (abortus therapeutica).
Abortus karena tindakan kita sendiri, berhubungan kalau kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (indikasi medis).
2)      Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan  yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

4.      Patofisiologi
Menurut Manuaba (1998), patofisiologi terjadinya keguguran dimulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan placenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan  kontraksi, pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit, oleh karena itu, keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan bervariasi bisa sedikit-sedikit dan berlangsung lama atau sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya placenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan, pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian placenta, perdarahan tidak banyak jika placenta segera terlepas dengan  lengkap (Sarwono, 1999).

5.      Komplikasi
a.       Perdarahan
1)      Dapat terjadi sedikit dalam waktu panjang.
2)      Dapat terjadi mendadak banyak, sehingga menimbulkan syok, perdarahan dapat diatasi dengan  pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah, kematian dapat terjadi jika pertolongan tidak diberikan tepat pada waktunya.
b.      Penyulit saat melakukan kuretage
Dapat terjadi perforasi dengan  gejala :
1)      Kuretage terasa tembus.
2)      Penderita kesakitan.
3)      Penderita syok.
4)      Dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam abdomen, parforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus, jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati jika ada tanda bahaya perlu segera dilakukan laparatomi atau perlu histerektomi.

c.       Infeksi
Pada penanganan yang tidak legeartis, keguguran tidak lengkap.
d.      Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan di daerah infeksi berat.
e.       Degenerasi ganas
1)      Abortus dapat menjadi kario karsinoma sekitar 15% sampai 20%.
2)      Gejala kario karsinoma adalah terdapat perdarahan lama, terjadi pembesaran perlunakan rahim (Trias Acosta Sison) terdapat metatase ke vagina atau lainnya.

6.      Penanganan
Menurut Manjoer (2001), penanganan abortus sebagai berikut :
a.       Abortus Imminens
1)      Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2)      Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas.
3)      Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
4)      Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan sulfas ferosus 600 – 1.000 mg.
5)      Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
6)      Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan  cairan antiseptik untuk mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
b.      Abortus Insipiens
1)      Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam dengan  diberikan morfin.
2)      Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan  pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan  kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin 0,5 mg intramuscular.
3)      Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
4)      Bila janin sudah keluar, tetapi placenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran placenta secara manual.
c.       Abortus Inkomplit
1)      Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan  selekas mungkin ditranfusi darah.
2)      Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan  kuret tajam lalu suntikan ergometrin 0,2 mg intramuscular.
3)      Bila janin sudah keluar, tetapi biasanya placenta masih tertinggi, lakukan pengeluaran placenta secara manual.
4)      Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d.      Abortus Komplit
1)      Bila pasien anemia, berikan sulfas ferosus atau transfusi darah.
2)      Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi.
3)      Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
e.       Missed Abortion
1)      Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan  cunam ovum lalu dengan  kuret tajam.
2)      Bila kadar fibrinogen rendah berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3)      Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan  gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan  dilatator Heger. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan  cunam ovum lalu dengan  kuret tajam.
4)      Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per mendapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5)      Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan  menyuntik larutan-larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f.        Abortus Septik
Abortus septik harus dirujuk ke rumah sakit
1)      Penanggulangan infeksi
a).    Obat pilihan pertama : penicillin prokain 800.000 IU intramuscular tiap 12 jam ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg tiap 6 jam.
b).    Obat pilihan kedua : ampisilin 1 gr peroral selanjutnya 500 mg tiap 4 jam ditambah metronidazol 500 mg tiap 6 jam.
c).    Obat pilihan lainnya: ampicilin dan kloramfenikol, penicillin dan metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
2)      Tingkatkan asupan cairan.
3)      Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
4)      Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi  bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
 B.     Jarak Kehamilan
Jarak adalah selang waktu atau lamanya antara dua peristiwa (Depdikbud, 1996). Jarak adalah masa antara dua kejadian yang bertalian (Depdikbud, 1998). Kehamilan adalah keadaan dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (Saifuddin, 2002).
Jarak kehamilan yang ideal adalah antara 3 sampai 5 tahun (Rehana, 2005). Menurut Krisnadi (2005), jarak antara persalinan terakhir dengan  kehamilan berikutnya (pregnancy spacing) sebaiknya antara 2 sampai 5 tahun. Sementara menurut pendapat Supriady (2006), jarak kehamilan terlalu dekat bisa membahayakan ibu dan janin, idealnya jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran sebelumnya. Jarak kehamilan  kurang dari 2 tahun merupakan salah satu faktor resiko kematian akibat abortus, semakin dekat jarak kehamilan sebelumnya dengan sekarang akan semakin besar resiko terjadinya abortus. Fakta lain adalah resiko untuk mati bagi anak akan meningkat sebanyak 50% bila jarak antara 2 persalinan kurang dari 2 tahun ini suatu fakta biologis tak bisa dihindari (Soejoenoes, 2004).

C.    Hubungan Jarak Kehamilan Dengan  Abortus
Suatu proses kehamilan akan terjadi bila empat aspek penting terpenuhi yaitu adanya ovum dan spermatozoa, serta terjadinya konsepsi dan nidasi (Depkes RI, 1993). Sementara untuk terjadinya nidasi diperlukan lingkungan endometrium yang baik, subur dan telah siap untuk tempat nidasi atau implantasi hasil konsepsi, apabila kondisi endometrium tidak memungkinkan/ endometrium belum siap menerima implantasi hasil konsepsi, maka akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, sehingga bisa terjadi kecacatan, kematian janin bahkan kemungkinan terbesar adalah terjadi abortus, kesuburan endometrium bisa dipengaruhi oleh gizi ibu yang kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan (Manuaba, 1998).
Menurut Supriyadi (2006), jarak kehamilan yang ideal tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran sebelumnya. Perhitungan tak kurang dari 9 bulan atas dasar pertimbangan kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula, sehingga dikenal istilah masa nifas, yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil, namun masa nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ reproduksi baru kembali kekeadaan semula minimal 3 bulan, seperti proses pengembalian berat uterus atau rahim kembali normal, ketika tidak hamil beratnya 30 gram, setelah hamil 1000 gr, setelah melahirkan berkurang mencapai 60 gr, untuk mencapai 30 gr kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan. Begitu juga dengan  sistem aliran darah. Selama hamil ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, aliran darah terputus, untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal ibu butuh waktu 15 hari setelah melahirkan. Setelah istirahat 9 hingga 24 bulan diharapkan semua organ reproduksi dan bagian genital internal maupun eksternal ibu kembali seperti sebelum hamil.
Dampak lain yang terjadi bila jarak kehamilan terlalu pendek dapat menyebabkan PJT atau pertumbuhan janin terhambat, dikarenakan kondisi energi ibu belum memungkinkan untuk menerima kehamilan berikutnya, dimana gizi ibu yang belum prima membuat gizi janin juga sedikit hingga pertumbuhan janin tak memadai (Supriyadi, 2006).
Menurut Wirakusumah (2003), gangguan pertumbuhan janin kronis dikenal sebagai pertumbuhan janin terhambat (PJT). Umumnya sebab gangguan tersebut adalah gangguan transport nutrisi janin keadaan demikian mengalami kemunduran fungsi respirasi in-utero, bila berjalan lama akan mengakibatkan hipoksia berat dan berakhir dengan  kematian janin dalam rahim.
Menurut Cuningham (1995), gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan menjadi salah satu faktor predisposisi meningkatnya kemungkinan kejadian abortus. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya.
Menurut Supriyadi (2006), pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan  kekurangan gizi amat besar, terutama pada ibu yang menyusui, nutrisi ibu jadi berkurang sehingga janin semakin kekurangan gizi. Selain itu juga bisa mengakibatkan keguguran, selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi. Oksitosin ini membuat perut ibu menjadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan muda, bisa terjadi pendarahan atau ancaman keguguran.
Kehamilan dengan  jarak diatas 24 bulan, sangat baik buat ibu karena kondisi ibu sudah normal kembali, dimana endometrium yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan placenta dari dinding endometrium telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan fungsi seperti keadaan semula dikarenakan dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel-sel epitel endomterium mulai berkembang. Bila saat ini terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima dan memberikan nutrisi pada hasil konsepsi.
Bagan 1. Mekanisme Terjadinya Abortus Ditinjau dari Jarak Kehamilan Dekat
Supriyadi dkk (2006).
 


D.    Hipotesis

Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan  kejadian abortus.

No comments:

Post a Comment