PENGERTIAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang
digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik
termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi
ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu
dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan
Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada
pertumbuhan klien meliputi:
1.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri.
2.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas
diri.
3.Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
4.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan Personal yang realistik.
Tujuan komunikasi
terapeutik adalah :
1.Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan
tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid, 1998) :
1.
Kesadaran diri.
2.
Klarifikasi nilai.
3.
Eksplorasi perasaan.
4.
Kemampuan untuk menjadi model peran.
5.
Motivasi altruistik.
6.
Rasa tanggung jawab dan etik
B. PENGERTIAN GANGGUAN
JIWA
Menurut American
Psychiatric Association (APA, 1994), gangguan mental adalah gejala atau pola
dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada
seseorang dari berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang menyakitkan)
atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi
penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau
kehilangan kebebasan yang penting, dan tidak jarang respon tersebut dapat
diterima pada kondisi tertentu.
Menurut Townsend (1996) mental
illness adalah respon maladaptive terhadap stresor dari lingkungan
dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan
fisik individu.
Konsep Gangguan Jiwa
dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau pola perilaku, atau
psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distres) atau hendaya (impairment/disability)
di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2002).
C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA KLIEN GANGGUAN JIWA
Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan
cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian
informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi
orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:
1. Membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan;
2. Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi
orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Fungsi komunikasi terapeutik adalah
untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
1.Klien harus merupakan fokus utama
dari interaksi
2.Tingkah laku professional mengatur
hubungan terapeutik
3.Membuka diri dapat digunakan hanya
pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4.Hubungan sosial dengan klien harus
dihindari
5.Kerahasiaan klien harus dijaga
6.Kompetensi intelektual harus dikaji
untuk menentukan pemahaman
7.Implementasi intervensi berdasarkan
teori
8.Memelihara interaksi yang tidak
menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi
nasihat
9.Beri petunjuk klien untuk
menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10.Telusuri interaksi verbal klien
melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan
isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan
sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara
orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah
:
1.penderita
gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan
penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan
perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien
pentakit terminal dll).
2.Penderita
gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3.Penderita
gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja
jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada
mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode
komunikasinya.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan
penderita gangguan jiwa :
1. Pada
pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi
terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas
fisik.
2. Pada pasien
harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada
pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama
– sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain,
beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia
tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien
perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi –
terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa
menjadi korban.
Kesehatan jiwa sering berpijak pada
beberapa komponen, beberapa komponen tersebut adalah:
1.Support system : dukungan dari orang
lain atau keluarga membantu seseorang bertahan terhadap tekanan kehidupan,
stresor yang menyerang seseorang akan melumpuhkan ketahanan psikologisnya,
dengan dukungan dari sahabat, orang - orang terdekat, suami, istri, orang tua
maka seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi stressor.
2.Mekanisme Koping : bagaimana cara
seseorang berespon terhadap stressor menjadi satu ciri khas bagi setiap
individu, jika responnya adaptif maka hasilnya tentu perlaku positif, jika
responnya negatif hasilnya adalah perilaku negatif.
3.Harga Diri : jika dia merasa lebih
baik dari orang lain maka akan menjadi sombong, jika dia merasa orang lain
lebih baik dari dia maka dia akan mengalami Harga Diri Rendah.
4.Ideal Diri : Bagaimana cara
seseorang melihat dirinya, bagaimana dia seharusnya : " saya hanya akan
menikah dengan seorang wanita anak pengusaha" comment tersebut adalah
ideal diri tinggi, " saya hanya lulusan SD, menjadi buruh saja saya sudah
maksimal" comment ini adalah ideal diri rendah.
5.Gambaran Diri : apakah seseorang
menerima dirinya beserta semua kelebihan dan kekurangan, meski cantik dia
menerima kecantikannya tersebut satu paket dengan keburukan lain yang menyertai
kecantikan tersebut.
6.Tumbuh Kembang : Jika seseorang
tidak pernah mengalami trauma maka dewasa dia tidak akan mengalami memori masa
lalu yang kelam atau yang buruk.
7.Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang
tua memicu perubahan dalam psikologis anak.
8.Genetika : Schizofrenia bisa secara
genetis menurun ke anak, bahkan pada saudara kembar peluang nya 50 %.
9.Lingkungan : Lingkungan yang buruk
menjadi salah satu faktor pendukung munculnya gangguan jiwa.
10.Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan
zat memicu depresi susunan saraf pusat, perubahan pada neurotransmitter
sehingga terjadi perubahan pada fungsi neurologis yang berfungsi mengatur
emosi.
11.Perawatan Diri : jika seseorang
tidak pernah mendapatkan perawatan, ex : lansia maka dia akan mengalami suatu
perasaan tidak berguna jika perasaan ini berlangsung lama bisa memicu gangguan
jiwa.
12.Kesehatan Fisik : gangguan pada
sistem saraf mampu merubah fungsi neurologis, dampak jangka panjangnya jika
yang terkena adalah pusat pengaturan emosi akan memicu gangguan jiwa.
No comments:
Post a Comment