Tempat Berbagi Informasi Kesehatan dan Keperawatan

Askep Atresia Ani

BAB I
PENDAHULUAB
            1.1.            LATAR BELAKANG
Penyakit Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan rectum (sumber Purwanto, 2001 RSCM)
Atresiani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah .

Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.
Waktu penanganan Atresia ani tergantung pada jenis atresia ani, semakin tidak ada anus maka penanganan atresi ani semakin cepat dan segera mungkin, penanganan pasien atresia ani membutuhkan waktu yang lama karena operasi yang dilakukan untuk pasien atresia ani > 2 kali, operasi pembentukan coloctomi, PSA dan penutupan colostomi. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan perawatan pra dan post colostomi.
Dalam merawat pasien pra dan post colostomy membutuhkan ketelitian kebersihan dan kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan komplikasi infeksi yang mengakibatkan penyembuhan menjadi lama bahkan bertambah parah.
Mengingat begitu besar peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien Atresia ani baik pre dan post operasi. Kelompok merasa tertarik untuk membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan Atresia Ani dengan harapan bahasan ini akan lebih meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca
1.2.            TUJUAN
a.       Tujuan Umum
Untuk mengetahui tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan atresia ani
b.      Tujuan khusus
-          untuk mengetahui tinjauan teoritis pada paisen dengan atresia ani yag meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, WOC, pemeriklsaan penunjang dan penatalaksanaan
-          untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan atresia ani yang meliputi, pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, dan intervensi keperawtan teoritis.

1.3.            MANFAAT
-          menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia ani
-          menambah pengetahuan dan wawasan pembaca

  
BAB II
TINJAUAN TEORITIS


2.1              DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

2.2              ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.   Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.   Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu  Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.3       EMBRIOLOGI
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas.  Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum.  Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .
Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-7 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.

2.4  KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
1.      Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2.      Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1.      Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2.      Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3.      Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

2.5  PATOFISIOLOGI
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1.   Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Atresia ani yang terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya.


Atresia Ani ini mempunyai 3 macam letak, yaitu :
1.      Tinggi (supralevator) yaitu, rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2.      Intermediate. Dimana kelainan ini mempunyai ciri rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3.      Rendah yaitu, rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
  
2.7  MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

2.8  PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a.Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b.Sinar X terhadap abdomen
   Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c.Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d.CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

2.9  PENATALAKSANAAN
Medik:
1.   Eksisi membran anal
2.   Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
Keperawatan:
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

2.10          PROGNOSIS
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988).
Ong dan Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 2/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal.
Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah

2.11          KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngastiyah, 1997 : 248)                          

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


3.1              PENGKAJIAN
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
1.   Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2.      Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
3.      Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).

4.      Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5.      Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6.      Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka insisi.
7.      Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
8.      Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
9.      Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
10.  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
11.  Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
12.  Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
Pemeriksaan Fisik
1.Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.

3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.

6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.

7. Leher
Tidak ada webbed neck.

8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan normal

9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilikus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.

13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat

14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifida

15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

3.2              ANALISA DATA
No
Data Senjang
Patofisiologi
Masalah Keperawatan
1
DO: - pasien mual/muntah setiap 15 menit setelah pemberian makan
-BB pasien turun 0,5 kg(dari 3kg menjadi 2,5Kg)
-pasien menangis, kadang-kadang menolak untuk makan
Atresia ani

Intake Masuk system pencernaan

Ujung rectum buntu

Refluks/muntah

Kegagalan intake

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2
DO:
-pasien tidak mampu mengontrol rasa ingin BAB
-pasien tidak dapat menahan BAB
Fistula

Abnormal

Rektovaginal
Rektourinaria

Kolostomi

Inkonten bowel tak efektif
Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik
3
DO:
-      keluarga terlihat cemas
-          keluarga pasien sedih

Kolostomi

Inkontinuitas jaringan

Terkontaminasi

Agen mikroorganisme

Infeksi berulang

Kecemasan keluarga
Kecemasan keluarga
4
DO:
-RR: 16x/menit
-pasien terlihat sesak
-pasien sianosis
-pasien bernapas menggunakan otot Bantu pernapasan
Atresia ani

Tanpa fistula

Distensi abdomen

Penekanan paru

pola napas tidak efektif
pola napas tidak efektif
5
DO:
  • - Adanya tanda –tanda  radang antara lain : robor,dolor, calor tumor, dan Fungsia laisa
  • Pasien merasa gatal
  • Pasein merasa tidak nyaman
Tindakan pembedahan
 

Kolostomi

Resiko infeksi
Resiko infeksi
6
DO:
  • Kulit tampak merah pada bagian anus
  • Adanya tanda-tanda radang

Tindakan pembedahan
 

Kolostomi

Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas kulit
7.
DO:
  • Pesian terganggu  aktivitas sehari-hari
  • Pesien merasa malu
Tindakan pembedahan
 

Kolostomi

Gangguan citra tubuh
Gangguan citra diri
8
DO:
  • Pasien tidak nyaman
  • Nyeri skala sedang 4-7



Obstruksi kronik

Gerakan peristaltik usus

Megakolon
 

Trauma jaringan

Nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
9.
DO:
  • Keluarga kurang terpajan dengan sumber informasi
  • Keluarga belum mempunyai pengalaman terhadap atresia ani

Kolostomi

Inkontinuitas jaringan

Terkontaminasi

Agen mikroorganisme

Infeksi berulang

Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan keluarga

3.3              DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pre operasi :
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
2.      Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus
3.      pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan paru
4.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
Diagnosa keperawatan post operasi
1.      Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
2.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
3.      Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
4.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
5.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan di rumah







3.4              INTERVENSI KEPERAWATAN
no
Diagnosa
Tujuan
Criteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Setelah dilakukan intervensi keperawtan 3x24 jam diharapakan nutrisi pasien dapat terpenuhi
-BB pasien stabil
-pasien tidak muntah
-Intake cairan terpenuhi
-
-Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.

Kaji kesukaan makanan anak.

Beri makan sedikit tapi sering.

Pantau berat badan secara periodik.

Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan.
Beri perawatan mulut sebelum makan.

Berikan isirahat yang adekuat.
Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit.

-untuk mengukur intake dan output pasien sehingga kebutuhan nutrisi pasien dapat ditentukan

-makanan kesukaan pasien dapat diberikan sehingga menambah masukan nutrisi bagi pasien

-untuk mencegah mual/muntah

-BB dapat menjadi salah satu ukuran antropometrik dalam pemenuhan nutrisi pasien

-orang tua merupakan bagian terpenting dalam hidup anak dan biasanya anak lebih percaya kepada orang tua dan cenderung menurut.

-mulut yang bersih dapat menambah napsu makan pasien

Pasien membutuhkan istirahat yang cukup untuk mempercepat proses penyembuhan

-jika kebutuhan nutrisi belum terpenuhi dapat dibantu melalui parenteral
2
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi l.
tidak ada tanda–tanda infeksi
-TTV normal
Nadi : 110 X/menit.
RR:32 X/menit.
S:36,5oC
-lekosit normal
-Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan
-Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.

Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.

Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.

Beri antibiotik sesuai advis dokter.

-mencegah terjadinya infeksi karena setelah pembedahan, kulit terbuka dan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme

-lokasi yang mempunyai tanda-tanda radang perlu diwaspadai dan diperketat perawatannya

--suhu yang tinggi merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi, hal tersebut perlu diwaspada

-pengunjung yang datang mempunyai kemungkinan membawa mokroorganisme berbahaya

-antibiotik sesuai indikasi dapat diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi

3
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam nyeri pasien dapat terkontrol
-pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol,
-pasien akan tampak rileks,
-ekspresi wajah pasien relaks,
-TTV normal
Nadi:110 X/menit.
RR:32 X/menit.
S:36,5oC

-Tanyakan pada pasien tentang nyeri.

Catat kemungkinan penyebab nyeri.

Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri.
Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.

-mengetahui persepsi pasien tentang nyeri yang dialaminya


-jika penyebab diketahui maka untuk mengatasi nyeri dapat diminimalkan penyebab nyeri tersebut

-obat yang diberikan untuk mengontrol nyeri dapat diberikan untuk mengontrol atau menghilangkan nyeri

-tekhnik relaksasi dapat mengalihkan perhatian pasien tentang nyerinya




BAB IV
PENUTUP


4.1              KESIMPULAN
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah
Diagnosa keperawatan pre operasi :
§  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
·         Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus
·         pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret berlebih
·         Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
Diagnosa keperawatan post operasi
·         Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
·         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
·         Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
·         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
·         Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan di rumah

4.2              SARAN
Bagi masyarakat yang mempunyai bayi yang kesulitan buang air besar sejak lahir segera diperiksa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan tindakan pengobatan lebih lanjut.
  
DAFTAR PUSTAKA


- Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
- Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
- Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
- Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
- www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id

- http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html

1 comment:

  1. Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need.
    What Is Albinism?

    What Is Acanthosis Nigricans?

    What Is Agoraphobia?

    What Is ADHD?

    What Is Atresia Ani?

    ReplyDelete